0878 8077 4762 [email protected]

Jadi Mata-mata, Satu Juta Orang China Pindah ke Rumah Muslim Uighur

LONDON – Lebih dari satu juta orang Han China tanpa diundang dilaporkan telah pindah ke rumah keluarga Muslim Uighur. Mereka bertugas untuk melaporkan apakah pemilih rumah menjalani keyakinan agama Islam atau tidak patriotik.
Dikirim ke rumah-rumah di provinsi Xinjiang oleh pemerintah China, antropolog Amerika Serikat, Darren Byler mengatakan mereka ditugaskan untuk mengawasi tanda-tanda keterikatan tuan rumah mereka dengan Islam “ekstrim”.
Para informan, yang menggambarkan diri mereka sebagai “keluarga” dari keluarga yang tinggal bersama mereka, dikatakan telah menerima instruksi khusus tentang cara membuat mereka lengah.
Sebagai Muslim yang taat akan menolak rokok dan alkohol. Tindakan ini dilihat sebagai salah satu cara untuk mengetahui apakah mereka ekstrim atau tidak.
“Apakah seorang tuan Uighur baru saja menyapa tetangga dalam bahasa Arab dengan kata-kata ‘Assalamualaikum?’ Itu perlu dimasukkan ke dalam notebook,” kata Dr Byler, dalam penelitian yang diterbitkan oleh Pusat Asia Society tentang Hubungan AS-China.
“Apakah salinan Al Quran ada di rumah? Apakah ada yang shalat pada hari Jumat atau berpuasa saat Ramadhan? Apakah gaun anak perempuan terlalu panjang atau jenggot laki-laki sedikit tidak teratur?” sambungnya seperti dikutip dari Independent, Sabtu (24/11/2018).
Menurut Byler, praktik ini telah berlangsung sejak tahun 2017. Mereka yang mengaku sebagai “keluarga” ditugasi ke rumah-rumah Muslim Uighur dalam serangkaian kunjungan selama seminggu.
Klaim ini tampaknya dikonfirmasi oleh surat kabar resmi Partai Komunis China, People’s Daily. Surat kabar itu melaporkan bahwa lebih dari 1,1 juta orang berpasangan dengan 1,69 juta warga etnis minoritas di China pada akhir September tahun ini.
Mereka fokus pada keluarga dari mereka yang telah ditahan di pusat “pendidikan ulang”.
Kamp Tahanan “Pendidikan Ulang” Muslim Uighur
Sebelumnya dilaporkan sebanyak satu juta etnis Uihur telah dikumpulkan dan ditempatkan di pusat “pendidikan ulang”, dalam apa yang diklaim China sebagai tindakan keras terhadap ekstremisme agama.
Mereka yang telah menghabiskan waktu di dalamnya, mengaku dipaksa untuk menjalani program indoktrinasi intensif, di desak untuk meninggalkan Islam dan sebagai gantinya memberikan pujian kepada Partai Komunis China.
Seorang mantan narapidana mengklaim narapidana Muslim dipaksa makan daging babi dan minum alkohol.
Melarang Puasa dan Keagamaan Mencolok
China juga dikatakan berusaha mencegah muslim uighur berpuasa selama Ramadan di Xinjiang pada tahun lalu.
Menurut Kongres Uighur Dunia (WUC), para pejabat di kawasan itu memerintahkan semua restoran untuk tetap buka, dirancang untuk mencegah orang-orang mengamati awal bulan suci Ramadhan.
Pihak berwenang China juga dituduh menempatkan anak-anak Uighur dan mereka dari kelompok etnis minoritas lainnya ke panti asuhan yang dikelola negara di wilayah Xinjiang barat.
Meski orang tua mereka masih hidup, karena sekitar satu juta orang dewasa di keluarga mereka dikirim ke kamp interniran.
Dilxat Raxit, seorang uighur dari Kongres Uighur Dunia yang diasingkan, juga mengklaim para pejabat di Xinjiang memperingatkan mereka bahwa mereka harus menyerahkan benda-benda keagamaan seperti Al-Quran atau menghadapi “hukuman keras”.
 
Sumber : The Independent London/Sindonews

Kisah Pebasket Muslim China di Asian Games dari Suku Uighur

Kisah Pebasket Muslim China di Asian Games dari Suku Uighur

JAKARTA – Timnas Basket China adalah favorit kuat peraih medali emas Asian Games 2018. Punya kualitas pemain mumpuni, fisik yang unggul, bahkan ada dua pemain yang  berkiprah di NBA, kompetisi basket termahsyur milik Amerika Serikat.
Namun di balik kedigdayaan skuat besutan Li Nan, ada sosok yang membuat penasaran. Dia adalah bintang yang berposisi small forward, Abudushalamu Abudurexiti. Jika melihat namanya, Abudurexiti tak memiliki nama seperti pemain China lainnya.
Ya, Abudushalamu Abudurexiti lahir di Xinjiang, sebuah wilayah yang dihuni mayoritas oleh suku Uighur, 22 tahun silam.
Seperti yang diketahui, Suku Uighur adalah suku yang memeluk agama Islam dan sering jadi diperlakukan tak adil oleh pemerintah pusat China.
Sebagai seorang Suku Uighur, Abudushalamu pun beragama Islam. Namun demikian, Abudushalamu tetap saja jadi andalan di skuat Timnas Basket China.
Ia memulai kiprahnya bersama Timnas Basket China, di Kejuaraan Asia Basket 2016 di Chenzou. Tak tanggung, Abudushalamu mampu mengantar China tampil sebagai juara.
Punya tinggi badan 2,03 meter, dan akurasi tembakan tiga angka yang mematikan, Abudushalamu jelas jadi salah satu potensi yang dimiliki China.
Bersama klubnya, Xinjiang Flying Tigers, Abudushalamu mampu mempersembahkan gelar juara Chinese Basketball League (CBA) 2017.
Pemain terbaik NBA di Amerika
5b8475539b3de-pebasket-china-abudushalamu-abudurexiti-memperkuat-golden-state-warriors_663_372
Tak cuma itu, dikutip NBA.com, Abudushalamu pernah memperkuat klub juara NBA, Golden State Warriors, di ajang Classic Summer League 2018.
Sejumlah klub NBA dikabarkan siap meminangnya. Beberapa klub tersebut antara yakni Portland Trail Blazers, Dallas Mavericks, dan Brooklyn Nets.
Dalam laga terakhir di babak perempat final Asian Games 2018, Abudushalamu telah jadi momok buat Timnas Basket Indonesia.
Catatan double-double (24 poin, 10 rebound) mengantar China lolos ke semifinal dan akan berhadapan dengan China Taipei.
 
Sumber : Viva

Kisah Pebasket Muslim China di Asian Games dari Suku Uighur

Diminta Ganti Kubah Masjid Jadi Pagoda, Muslim China Menolak

Ratusan Muslim etnis Hui melakukan aksi protes di wilayah barat Tiongkok Ningxia atas rencana pemerintah untuk menghancurkan sebuah masjid baru yang sangat besar. Tiongkok sebelumnya secara resmi telah menjamin kebebasan beragama namun tiba-tiba kebijakan ini berubah.
Akhir-akhir ini para pejabat khawatir tentang kemungkinan radikalisasi dan kekerasan yang memperketat pengawasan di wilayah-wilayah Muslim di Tiongkok.
Menurut para pejabat di Weizhou, masjid besar Weizhou yang dibangun dengan banyak kubah dan menara gaya Timur Tengah hingga kini belum menerima izin yang tepat sebelum pembangunan. Oleh karena itu Masjid Weizhou telah dihancurkan secara paksa pada Jumat, (10/8).
Mereka membuat pemberitahuan yang beredar secara luas di kalangan Muslim Tiongkok di media sosial. Perintah membuat marah warga desa, tetapi pembicaraan antara perwakilan masjid dan pejabat telah gagal mencapai kesepakatan.
grand mosque cina
Hal tersebut disebabkan jamaah menolak rencana pemerintah untuk mengganti kubah masjid dengan pagoda. Pemerintah ingin mengganti kubah menjadi pagoda karena pagoda dinilai lebih sesuai dengan gaya Tiongkok.
Ratusan penduduk desa bahkan berkumpul di masjid pada Jumat pagi. Menurut Reuters, terkait aksi para muslim Tiongkok tersebut sumber yang meminta dirahasiakan identitasnya, Walikota Weizho diperkirakan akan mengadakan diskusi di sore hari ini.
“Jika kami menandatangani, kami menjual iman agama kami,” kata pendukung masjid Weizhou dalam catatan di aplikasi perpesanan WeChat yang mendesak warga desa untuk tidak menandatangani rencana pembangunan kembali masjid.
Seperti dilansir Channel News Asia, Direktur Masjid Weizhou, Ding Xuexiao mengatakan, ia tak bisa membicarakan masalah tersebut. Sementara Imam Masjid Ma Liguo mengatakan, situasi saat ini sedang dikoordinasikan
 
Sumber : Reuters/ChannelNewsAsia

Kisah Pebasket Muslim China di Asian Games dari Suku Uighur

Ketika Sahabat Nabi, Sa'ad bin Abi Waqqash Menyebarkan Islam di China

Awal mula interaksi dan penyebaran Islam di Cina berada di Kota Guangzhou. Kota ini disebut Khanfu oleh orang Arab. Kota Guangzhou menjadi pusat pengembangan Islam di China karena keberadaan pelabuhan laut internasionalnya.
Menurut catatan resmi dari Dinasti Tang yang berkuasa pada 618-905 M dan berdasarkan catatan serupa dalam buku A Brief Study of the Introduction of Islam to China karya Chen Yuen, Islam pertama kali datang ke Cina sekitar tahun 30 H atau 651 M.
Disebutkan bahwa Islam masuk ke China melalui utusan Khalifah Ustman bin Affan, yang memerintah selama 12 tahun atau pada periode 23-35 H / 644-656 M.
Sementara menurut catatan Lui Tschih, penulis Muslim China pada abad ke 18 dalam karyanya Chee Chea Sheehuzoo (Perihal Kehidupan Nabi), Islam dibawa ke China oleh rombongan yang dipimpin Saad bin Abi Waqqash.
Sebagian catatan lagi menyebutkan, Islam pertama kali datang ke China dibawa oleh panglima besar Islam, Saad bin Abi Waqqash, bersama sahabat lainnya pada tahun 616 M.
Catatan tersebut menyebutkan bahwa Saad bin Abi Waqqash dan tiga sahabat lainnya datang ke China dari Abessinia atau yang sekarang dikenal dengan Ethiopia.
Setelah kunjungan pertamanya. Saad kemudian kembali ke Arab. Dia kembali lagi ke China 21 tahun kemudian atau pada masa pemerintahan Usman bin Affan, dan datang dengan membawa salinan Al Qur’an.
Usman pada masa kekhalifahannya memang menyalin Al Qur’an dan menyebarkan ke berbagai tempat, demi menjaga kemurnian kitab suci ini.
Pada kedatangannya kedua di tahun 650M, Saad bin Abi Waqqash kembali ke China dengan berlayar melalui Samudera Hindia ke Laut China menuju pelabuhan laut di Guangzhou.
Kemudian ia berlayar ke Chang’an atau kini dikenal dengan nama Xi’an melalui rute yang kemudian dikenal sebagai Jalur Sutera.
Bersama para sahabat, Saad datang dengan membawa hadiah dan diterima dengan hangat oleh kaisar Dinasti Tang, Kao-Tsung (650-683).
1427068721-0
Kaisar mengizinkan Saad bin Abi Waqqash dan para sahabat untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat di Guangzhou.
Oleh orang China, Islam disebut sebagai Yisilan Jiao atau agama yang murni. Sementara Makkah disebut sebagai tempat kelahiran Buddha Ma-hia-wu (atau Rasulullah Muhammad SAW).
Saad bin Abi Waqqash kemudian menetap di Guangzhou dan dia mendirikan Masjid Huaisheng yang menjadi salah satu tonggak sejarah Islam paling berharga di China.

masjid-huaisheng

Masjid Huasieng Didirikan Saad bin Abi Waqqash


Masjid ini menjadi masjid tertua yang ada di daratan China dan usianya sudah melebihi 1.300 tahun. Masjid ini terus bertahan melewati berbagai momen sejarah China dan saat ini masih berdiri tegak dan masih seindah dahulu setelah diperbaiki dan direstorasi.
Masjid Huaisheng ini kemudian dijadikan Masjid Raya Guangzhou Remember the Sage, atau masjid untuk mengenang Nabi Muhammad SAW.
Dan alasan kaisar Cina mengizinkan pembangunan masjid ini adalah untuk menghormati Nabi Muhammad SAW. Dia berkata, “Kekhalifahan yang dimulai darinya (Rasulullah), dan hubungan yang kami miliki (dengan Muslim), aku ingin membangun masjid untuk menghormatinya.”
Dan di Masjid Huaisheng diriwayatkan bahwa ayah dari Sa’ad ibn Abi Waqqas, yaitu Abi Waqqas dikubur di sana. Subhanallah.
Masjid ini juga dikenal dengan nama Masjid Guangta, karena masjid dengan menara elok ini yang letaknya di jalan Guangta.
Sebagian percaya bahwa Saad bin Abi Waqqash menghabiskan sisa hidupnya dan meninggal di Guangzhou, China. Sebuah pusara diyakini sebagai makamnya.
saad-makam (1)

Makam Saad bin Abi Waqqash di Cina


GUangzhou#3

Bentuk ruang Makam Saad bin Abi Waqqash


IMG_1586_1492004609998

Tampak dalam ruang makam Saad bin Abi Waqqash


Namun sebagian lagi menyatakan bahwa Saad meninggal di Madinah dan dimakamkan di makam para sahabat.
Meski tidak diketahui secara pasti dimana Saad bin Abi Waqqash meninggal dan dimakamkan dimana, namun dipastikan dia memiliki peran penting terhadap perkembangan Islam di China.
Jadi kita mengetahui dari Utsman r.a yang mengirim rombongannya, yaitu umat Muslim sudah mengunjungi Cina sejak awal. Mereka kesana untuk berdagang, dan orang-orang Cina juga ingin berdagang dengan Muslim. Umat muslim juga ingin berdagang dengan orang Cina.
Jadi terciptalah hubungan perdagangan, dan hal ini menjadi kuat. Dan kota yang dikunjungi Sa’ad adalah Kota Guangzhou.

Kisah Pebasket Muslim China di Asian Games dari Suku Uighur

Turkistan Timur, Negeri Islam yang Hilang dan Perlu Merdeka

Banyak orang tak mengenal negeri Turkistan. Tetapi bagi umat Islam, tak kenal dengan salah satu negeri Islam yang kemasyhurannya hampir menyamai Andalusia, sangatlah aib.
Bukankah nama-nama ilmuwan kita berasal dari sana? Al-Bukhari, Al-Biruni, Al-Farabi, Abu Ali Ibnu Sina, dan sejumlah tokoh lainnya yang sampai kini merupakan tokoh-tokoh paling tak terlupakan umat Islam, berasal dari negeri tersebut.
Turkistan terletak di Asia Tengah dengan penduduk mayoritas keturunan Turki, merupakan salah satu benteng kebudayaan dan peradaban Islam.
Pada abad ke-16 sampai abad ke-18, bangsa Cina dan Rusia mulai mengerlingkan nafsu angkaranya ke Turkistan dan mulai berfikir tentang kemungkinan untuk melakukan ekspansi pencaplokan wilayah teritorial.
Cina mulai bergerak menaklukkan Turkistan Timur dan kemudian merubah namanya menjadi Xinjiang, sementara Turkistan Barat telah lebih dahulu dicaplok Rusia.
Atas aksi ekspansionis tersebut, Turkistan negeri Islam tersebut kini benar-benar telah raib (musnah) dari peta dunia. Penjajah Komunis Rusia dan Cina telah memecah-belahnya menjadi negara-negara boneka yang kini termasuk bagian dari Republik Sosialis Unisoviet dan Republik Rakyat Cina, dua komunis terbesar di dunia.
1. Turkistan Barat
Turkistan Barat telah lebih dahulu dicaplok Rusia. Dengan berbagai alasan politik, Soviet menghapuskan nama Turkistan dari peta dunia dan memancangkan nama Republik Soviet Uzbekistan, Republik Soviet Turkmenistan, Republik Soviet Tadzhikistan, Republik Soviet Kazakestan, dan Republik Soviet Kirgistan.
the-stans
Mereka akhirnya menjadi 5 negara kecil-kecil bernama Uzbekistan, Kazakstan, Turkmenistan, Kirzigistan dan Tazikistan.
Tidak itu saja, pada tahun 1928 Rusia membuat suatu tim untuk merubah Bahasa Turki dan Huruf Arab di 5 negara itu menjadi bahasa Latin dan kemudian diubah menjadi Bahasa Rusia.
Namun kelima negara yang berhasil merdeka itu masih bisa melakukan kegiatan keagamaan Islam dengan bebas dibanding Turkistan timur yang dikuasai Cina.
2. Turkistan Timur
GFX_CHINA-XINJIANG
Komunis Cina telah mengadakan penghancuran total di Turkistan Timur. Sering kita mendengar Cina melarang muslim xinjiang berpuasa, melarang shalat berjamaah terbuka, melarang kegiatan tabligh akbar, menangkap mahasiswa muslim yang kuliah di timur tengah dan sebagainya.
Agama Islam, umatnya, kebudayaan dan sejarahnya hendak dibumi-hanguskan dengan segala kekejaman yang kelewat batas. Cina sudah melanggar hak-hak beribadah agama muslim Turkistan timur.
Thifan adalah nama suatu daerah di Negeri Turkistan Timur, daerah jajahan Cina yang kemudian diganti namanya menjadi Xin Jiang, yang artinya Negeri Baru.
Nama Turfan, juga adalah daerah otonomi yang termasuk dalam wilayah Cina Utara.

Screenshot_2017-07-08-08-12-02_com.android.chrome_1499476636432_1499476646050

Deklarasi Turkistan Timur tahun 1933


Deklarasi Turkistan Timur (12 November 1933) di Kasghar. Diperkirakan dihadiri oleh 25,000 orang dan 12,000 diantaranya adalah angkatan bersenjata muslim.
Thifan Po Khan yang berarti kepalan tangan bangsawan Turkistan merupakan ilmu beladiri yang berasal dari perpaduan beragam aliran beladiri di dataran Saldsyuk sampai dataran Cina dari suku-suku tersebut.
Perlu kemerdekaan negara Turkistan Timur yaitu bagian Xinjiang, bila hak-hak keagamaan muslim cina utara dilanggar. Pemberian otonomi khusus wilayah Xinjiang dirasa tidak efektif.
Sebab Pemerintah Tiongkok berdasarkan laporan Amnesty Internasional Cina telah melakukan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Xinjiang, di antaranya pelanggaran kebebasan beragama, kebebasan berkumpul dan berpendapat, hambatan atas pendidikan, diskriminasi, serta hukuman mati terhadap tahanan politik.
Keberadaan sekolah Islam, masjid dan imam dikontrol secara ketat, dan para imam diharuskan “berdiri di sisi pemerintah dengan teguh dan menyampaikan pendapatnya dengan tidak samar-samar.”
Sejak 1995 hingga 1999, pemerintah telah meruntuhkan 70 tempat ibadah serta mencabut surat izin 44 imam.
Pemerintah juga secara resmi menerapkan larangan ibadah perorangan di tempat-tempat milik negara. Larangan ini juga mencakup larangan salat, puasa di bulan Ramadhan di kantor atau sekolah milik negara. Di bidang tenaga kerja bisnis dan pemerintahan, orang-orang Muslim sering dihambat dari jabatan yang tinggi.
 
Keterangan foto utama: Turkistan Timur yaitu Xinjiang Cina