Agar Tidak Tersesat Di Jalan

Oleh: Fauzi Bahreisy
 
Belakangan ini muncul begitu banyak aliran dan pemikiran sesat di tengah-tengah masyarakat. Mulai dari yang mengaku sebagai nabi dan malaikat hingga kepada yang mengaku sebagai pengikut imam yang ma’shum (suci),  mulai dari kelompok yang mengingkari sunnah hingga kelompok yang mudah mengafirkan orang, mulai dari  kelompok yang mencela sahabat hingga yang mencela para isteri Rasulullah, mulai dari kelompok yang menafikan kebenaran agama hingga kelompok yang menganggap seluruh agama sama.
Munculnya berbagai kelompok dan aliran sesat tersebut disebabkan oleh banyak faktor. Akan tetapi, yang paling dominan adalah kurangnya  pemahaman dan pengetahuan yang komprehensif tentang Islam. Inilah yang membuat banyak orang akhirnya tersesat dan menyempal dari jalan kebenaran.
Karena itu, beragama tidak bisa dibangun di atas landasan perasaan, kecenderungan, dan keinginan individu atau kelompok. Namun, beragama harus dibangun di atas landasan pemahaman dan pengetahuan. Itulah sebabnya wahyu pertama berbunyi, “Iqra!” (bacalah!). Lalu disusul kemudian dengan, “Nûn. Demi pena dan apa yang mereka tulis.” (QS al-Qalam: 1). Juga Allah befirman, “Ketahuilah bahwa tidak ada ilah (Tuhan) selain Allah. Mohonlah ampunan atas dosamu.” (QS. Muhammad: 19).
Ayat-ayat di atas dan sejumlah ayat Al Qur’an lainnya menegaskan pentingnya membaca, menulis, dan belajar. Namun, apa yang harus kita pelajari dan kita ketahui agar lulus dan selamat? Apa sumber pengetahuan utama muslim? Tentu saja Al Qur’an sebagai wahyu terakhir yang menjadi pedoman hidup muslim serta sunnah yang merupakan contoh aplikatif dari nilai-nilai Al Qur’an seperti yang ditampilkan oleh Nabi saw.
Ya, sumber pengetahuan pertama bagi muslim adalah Al Qur’an. Al Qur’an diturunkan sebagai panduan sempurna, “Pada hari ini Kusempurnakan untukmu agamamu, Kucurahkan  nikmat-Ku padamu, dan Aku rela Islam sebagai agamamu.” (QS. al-Maidah: 3). Karena itu, Allah sendiri yang menjaga orisinalitas Al Qur’an (lihat QS. al-Hijr: 9). Nabi pun menjadikan Al Qur’an sebagai pedoman pertama dalam mendidik sahabat. Sehingga ketika Umar ra di awal-awal pernah berkeinginan membaca Taurat, Nabi saw mengingatkannya agar fokus kepada Al Qur’an. Bahkan beliau bersabda, “Andaikan Musa masih hidup, tentu ia juga akan mengikutiku.”
Pedoman kedua sesudah Al Qur’an adalah as-Sunnah. Karena yang paling memahami isi Al Qur’an adalah Rasul saw, maka sunnah beliau berfungsi menguatkan dan menjelaskan isi dan maksud Al Qur’an. Sehingga siapapun yang ingin memahami Al Qur’an dengan benar, harus kembali kepada Sunnah. Oleh sebab itu, antara Allah dan Rasul saw serta antara Al Qur’an dan as-Sunnah tidak bisa dipisahkan. Allah befirman, “Katakan, ‘Taatilah Allah dan Rasul-Nya. jika kamu berpaling,  Allah tidak menyukai orang-orang kafir.’” (QS. Ali Imran: 32). “Wahai orang-orang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kalian.” (QS. an-Nisa: 59).  “Siapa yang taat kepada Rasul berarti ia taat kepada Allah.” (QS. an-Nisa: 80).
Demikian pula dalam hadits terdapat begitu banyak pesan dan arahan dari Nabi saw yang mengharuskan kita berpegang pada Al Qur’an dan Sunnah. Di antaranya beliau bersabda, “Kalian harus mengikuti sunnahku dan sunnah para khulafa ar-Rasyidin sesudahku. Gigitlah ia dengan geraham kalian.”
Jadi seorang muslim tidak boleh mengabaikan sunnah. Al Qur’an dan Sunnah adalah satu paket yang tidak bisa dipisahkan. Mengabaikan Sunnah karena di dalamnya terdapat hadits yang dhaif dan maudhu (palsu), atau karena tampak maknanya berbenturan dengan Al Qur’an, hanya alasan yang dibuat-buat. Pasalnya, para imam dan ahli hadits telah melakukan proses investigasi dengan sangat cermat dan rapi untuk memilah kualitas dan derajat hadits. Juga kalau tampak ada benturan dengan Al Qur’an, hal itu tidak lain karena akal manusia yang tidak bisa mencerna dan memahami, bukan malah Sunnahnya yang digugat dan dicurigai.
Oleh  karenanya, dulu Abu Bakar ra saat diberi informasi tentang peristiwa isra dan mi’raj yang tampak tak masuk akal, beliau berkata, “Selama Nabi saw yang memberitakan, pasti benar.” Begitulah sikap muslim sejati. Ia percaya kepada semua informasi dari Rasul saw selama riwayatnya shahih dan valid. Imam Malik ra berkata, “Setiap orang bisa diambil dan ditolak perkataannya, kecuali Nabi saw.”
Kesimpulannya, agar tidak tersesat jalan, setiap muslim harus mengikuti dan berpegang pada apa yang telah dibawa dan diajarkan Nabi saw. Tidak lain adalah Al Qur’an dan as-Sunnah.  Wallahu a’lam.
Sumber :
Artikel Utama Buletin Al Iman.
Edisi 332 – 5 Juni 2015. Tahun ke-8
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.
Hubungi 0897.904.6692
Email: redaksi.alimancenter@gmail.com
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!

X