0878 8077 4762 [email protected]

Beberapa Langkah OKI Menyelesaikan Tragedi Muslim Rohingya

Organisasi Kerjasama Islam disingkat OKI yang beranggotakan negara-negara Islam sangat peduli terhadap isu dunia Islam diberbagai negara, termasuk muslim rohingya.
Sekjen OKI Bertemu Suu Kyi Bahas Muslim Rohingya
Sekretaris Jenderal Organisasi Kerjasama Islam (OKI) Iyad Ameen Madani bertemu dengan Aung San Suu Kyi, Penasihat Negara Pemerintah Myanmar, di sela-sela sidang Majelis Umum PBB di New York, Rabu 21 September 2016.
Dalam pertemuan tersebut, Suu Kyi menyampaikan tentang upaya pemerintah Myanmar untuk mempromosikan pemerintahan yang demokratis dan mengakhiri konflik agama dan rasial di negaranya.
Sekjen OKI Madani menyerukan upaya lebih untuk memperbaiki situasi kemanusiaan di wilayah Arakan. Madani menggambarkan, penganiayaan penduduk Rohingya oleh Myanmar sebagai tragedi HAM dan menyatakan keprihatinan OKI atas masalah ini.
“OKI telah sangat prihatin dengan Rohingya. Muslim di Myanmar telah mengalami kekejaman. Mereka sekarang bahkan sedang dirampas kebangsaannya. Kebangsaan telah diambil dari mereka,” kata Madani.
Sekjen OKI juga menekankan bahwa banyak dari mereka tinggal di kamp-kamp tanpa akses ke pendidikan, kesehatan dan perumahan
“Forum terakhir adalah Dewan HAM PBB di Jenewa di mana resolusi dibuat berdasarkan tindakan yang dilakukan oleh negara-negara anggota OKI. Yang jelas kita mengecam pemerintah Myanmar,” katanya.
Ia menambahkan, OKI juga berusaha untuk memulai dialog antara Muslim dan Buddha, dan dua pembicaraan telah diselenggarakan di Thailand dan Malaysia.
Bantuan OKI
OKI pernah bekerjasama dengan PMI (Palang Merah Indonesia) saat diketuai Yusuf Kala. OKI dan PMI sudah membangun 4000 rumah sebagai tempat tinggal warga muslim Rohingya.
Rekomendasi OKI Untuk Rohingya
Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Kuala Lumpur mengeluarkan tiga rekomendasi terhadap penyelesaian konflik Muslim Rohingya.
Pertama, bantuan kemanusiaan melalui pembentukan internasional fund dan  dikoordinir dengan baik sehingga sampai ke korban kekerasan baik yang sudah menyelamatkan diri di Banglades maupun yang masih di Provinsi Rakhine.
Kedua, tim diplomasi secara kontinu menemui pemerintah Myanmar dan Bangladesh, agar sekatan-sekatan terhadap etnis Rohingya dicabut.
Ketiga, adanya penyelesaian permanen masalah rohingya dengan pengakuan hak-hak dasar mareka seperti status warganegara, dan ini akan dilakukan pendekatan diplomatik baik melalui ASEAN, OKI, dan PBB sehingga penderitaan Muslim Rohingya cepat berakhir.
Adli menuturkan, OKI Bidang Urusan Kemanusiaan membahas isu permasalahan kemanusiaan terhadap etnis Rohingya yang mendiami bagian barat Myanmar.
Pertemuan OKI Bahas Rohingya
Pertemuan konsultasi kemanusiaan OKI dipimpin oleh Kepala Divisi Kemanusiaan OKI, Atta El Manan Bakhit. Pertemuan konsultasi ini disampaikan dalam pertemuan pemimpin negara OKI di Mekkah pada 5 Agustus 2012 lalu untuk mengakhiri kekerasan terhadap etnis muslim Arakan / Rohingya.
“OKI mengutuk kekerasan terhadap masyarakat minoritas muslim Rohingya yang menderita sejak beberapa dekade, khususnya sejak Myanmar diperintah oleh junta militer pada tahun 1982,” ungkap Adli  Sekretaris eksekutif International Concern Group For Rohingya yang bermarkas di Bangkok, Thailand.
Bakhit menyerukan seluruh anggota OKI dan masyarakat internasional meminta Myanmar menghentikan kekerasan terhadap minoritas muslim dan membawa pelaku kekerasan ke pengadilan dan mengakui hak-hak dasar masyarakat Rohingya khususnya status kewargenaraan dan mendapat perlakuan yang sama terhadap etnis rohingya sama dengan etnis lainnya di Myanmar.
Penjelasan Perwakilan Arakan Rohingya Union (ARO) 
Sementara itu, perwakilan Arakan Rohingya Union (ARO) Kamaruddin menjelaskan Rohingya adalah bangsa minoritas yang paling teraniaya di dunia. Tidak ada negara yang mengakui padahal mereka telah mendiami daerah ini ratusan tahun, junta mengusir kami, memperkosa perempuan-perempuan, merampas harta, dikejar bagai binatang, Bangladesh memusuhi kami, kami dari etnis mayoritas di provinsi Arkhine yang terdiri 17 kabupaten.
“Sekarang kami menjadi minoritas di negeri kami, Tiada makanan untuk kami makan, walau untuk berbuka puasa, tiap hari dalam dua bulan ini korban meninggal kelaparan, dibunuh, disiksa dan lain-lain. Kain kafan pun tidak ada sehingga kami kebumikan dengan apa adanya,” pinta Kamaruddin.
Soal Rohingya OKI Ingin Dialog Langsung dengan Myanmar
Organisasi Kerjasama Islam (OKI) berkeinginan kuat untuk membuka dialog langsung dengan Myanmar.
Sebagai perwakilan resmi dari dunia Muslim OKI ingin bekerjasama dan berkontribusi dalam pembangunan sosial-ekonomi di Myanmar yang masih miskin.
Hal itu disampaikan Sekjen OKI Ekmeleddin Ihsanoglu yang sedang memimpin kunjungan ke Myanmar. Ihsanoglu juga menekankan pentingnya menyokong HAM, serta menyampaikan keprihatihannya terhadap pelanggaran HAM Rohingya dan Muslim di Myanmar
Perwakilan dari Myanmar turut menghadiri pertemuan delegasi OKI dengan Wakil Presiden, Sai Mauk Kham yang juga menjabat ketua Komite Pusat Implementasi Perdamaian dan Stabilitas serta Pembangunan di Negara Bagian Rakhine. Dan jurubicara parlemen Nanda Kwayswaron.
Berbicara atas nama delegasi, Ihsanoglu menyampaikan maksud OKI yang ingin mewujudkan perdamaian dan pembangunan bagi semua pihak.
Desakan OKI terhadap Korban Rohingya
OKI mendesak Myanmar agar memberikan akses dan menghilangkan hambatan dalam penyaluran bantuan kemanusiaan untuk orang-orang dan komunitas di Rakhine (Arakan) tanpa pandang bulu.
OKI juga menekankan perlunya menghilangkan prasangka dan kesalahpahaman di antara kedua belah pihak, serta mengajak untuk membina hubungan saling percaya dan harmonis antaragama.
Langkah OKI di Forum Dunia Internasional bagi Muslim Rohingya
Sekjen OKI sedang berupaya keras di tingkat global, untuk menekan Myanmar agar mengambil tindakan mengakhiri penderitaan komunitas Rohingya.
Upaya-upaya itu sedang dilakukan lewat kantor OKI di Jenewa, New York dan Brussels guna memfasilitasi dunia internasional mengintervensi Myanmar dalam masalah tersebut.
OKI sedang berhubungan dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Dewan HAM PBB, Uni Eropa dan organisasi internasional lainnya diantaranya ASEAN, untuk menghentikan krisis kemanusiaan di Myanmar.
Kegiatan Delegasi OKI Bahas Rohingya Lintas Agama
Delegasi OKI juga melakukan pertemuan dengan Kelompok Persahabatan Antar agama yang beranggotakan perwakilan dari 4 agama; Hindu, Budha, Islam dan Kristen.
Mereka saling bertukar pandangan tentang akar masalah dan konflik antara Muslim dan Budhis di Arakan, serta bagaimana cara membangun kepercayaan dan harmoni di antara kedua komunitas itu.
 
Sumber : Arabnews, mirajnews, acehtribunnews, hidayatullah

Sejarah Muslim Rohingya di Myanmar

Pada 1406 M Raja Naramakhbala yang merupakan penguasa Arakan, sedang dalam kondisi sulit karena mendapat serangan dari Raja Burma. Untuk bisa mengatasi situasi sulit itu, sang raja kemudian mengungsi dan meminta bantuan kepada Sultan Nasiruddin dari Bengal.
Dalam prosesnya, setelah 24 tahun lamanya. Raja Naramakhbala kemudian memeluk Islam. Namanya pun berganti menjadi Suleiman Shah. Lalu, dengan bantuan dari Bengal, Raja Arakan itu berhasil merebut kembali kerajaannya dari Raja Burma.
Tahun 1420 M adalah era monumental. Karena pada saat itulah, Arakan dideklarasikan sebagai sebuah negara Islam di bawah kepemimpinan Suleiman Shah. Kekuasaannya bertahan hingga 350 tahun. Hingga pada 1784, negara Arakan kembali dikuasai oleh Pasukan Buddha dari Burma.
Nama Rohingya yang diasosiasikan sebagai umat Muslim di Myanmar itu diambil dari nama kuno untuk daerah Arakan. Islam dikenalkan ke daerah itu oleh pedagang dari Arab dan India muslim yang datang. Tumpuan utama mereka adalah berdagang di sekitar pantai Arakan dan hilir Burma. Percampuran nikah juga membuat Islam berkembang pesat disana.
Daerah Arakan secara geografis terpisah dengan sebagian besar wilayah negara Myanmar yang menganut agama Buddha. Daerah tersebut dipisahkan oleh Gunung Arakan. Luas provinsi itu sekitar 20 ribu mil persegi dan Akyab adalah ibu kota provinsinya. 
Tahun 1886, Inggris menjajah Burma. Sebelumnya umat Muslim dan Hindu di negara ini hidup berdampingan dalam damai. Tahun 1938, Inggris mulai menurunkan tangan besinya. Lebih dari 30.000 Muslim Burma dibunuh secara missal, dan 113 masjid diberangus.
Setelah kemerdekaan Burma tahun 1948, nasib bangsa Muslim tidak juga berubah. Mereka menjadi korban kekerasan pemerintah dan militer, dan jumlahnya bahkan sampai 90.000 ribu orang yang tewas. Tahun 1961, pemerintah Burma menyatakan bahwa Budha adalah agama negara dan semua orang Islam harus belajar nilai dan budaya agama Budha.
Lewat kudeta militer, Jenderal Ne Win mendeklarasikan Burma sebagai Negara sosialis. Tahun 1982, Ne Win menyatakan Muslim Rohingya sebagai pendatang ilegal. Sementara diskriminasi dan kekerasan berupa pembunuhan, pembakaran dan pemerkosaan terhadap Muslim Burma di hilir Myanmar dan Muslim Rohingya (Rakhine) di Arakan pantai Myanmar terus berlangsung, tanpa diketahui banyak oleh dunia internasional.