0878 8077 4762 [email protected]
Turkistan Timur, Negeri Islam yang Hilang dan Perlu Merdeka

Turkistan Timur, Negeri Islam yang Hilang dan Perlu Merdeka

Banyak orang tak mengenal negeri Turkistan. Tetapi bagi umat Islam, tak kenal dengan salah satu negeri Islam yang kemasyhurannya hampir menyamai Andalusia, sangatlah aib.
Bukankah nama-nama ilmuwan kita berasal dari sana? Al-Bukhari, Al-Biruni, Al-Farabi, Abu Ali Ibnu Sina, dan sejumlah tokoh lainnya yang sampai kini merupakan tokoh-tokoh paling tak terlupakan umat Islam, berasal dari negeri tersebut.
Turkistan terletak di Asia Tengah dengan penduduk mayoritas keturunan Turki, merupakan salah satu benteng kebudayaan dan peradaban Islam.
Pada abad ke-16 sampai abad ke-18, bangsa Cina dan Rusia mulai mengerlingkan nafsu angkaranya ke Turkistan dan mulai berfikir tentang kemungkinan untuk melakukan ekspansi pencaplokan wilayah teritorial.
Cina mulai bergerak menaklukkan Turkistan Timur dan kemudian merubah namanya menjadi Xinjiang, sementara Turkistan Barat telah lebih dahulu dicaplok Rusia.
Atas aksi ekspansionis tersebut, Turkistan negeri Islam tersebut kini benar-benar telah raib (musnah) dari peta dunia. Penjajah Komunis Rusia dan Cina telah memecah-belahnya menjadi negara-negara boneka yang kini termasuk bagian dari Republik Sosialis Unisoviet dan Republik Rakyat Cina, dua komunis terbesar di dunia.
1. Turkistan Barat
Turkistan Barat telah lebih dahulu dicaplok Rusia. Dengan berbagai alasan politik, Soviet menghapuskan nama Turkistan dari peta dunia dan memancangkan nama Republik Soviet Uzbekistan, Republik Soviet Turkmenistan, Republik Soviet Tadzhikistan, Republik Soviet Kazakestan, dan Republik Soviet Kirgistan.
the-stans
Mereka akhirnya menjadi 5 negara kecil-kecil bernama Uzbekistan, Kazakstan, Turkmenistan, Kirzigistan dan Tazikistan.
Tidak itu saja, pada tahun 1928 Rusia membuat suatu tim untuk merubah Bahasa Turki dan Huruf Arab di 5 negara itu menjadi bahasa Latin dan kemudian diubah menjadi Bahasa Rusia.
Namun kelima negara yang berhasil merdeka itu masih bisa melakukan kegiatan keagamaan Islam dengan bebas dibanding Turkistan timur yang dikuasai Cina.
2. Turkistan Timur
GFX_CHINA-XINJIANG
Komunis Cina telah mengadakan penghancuran total di Turkistan Timur. Sering kita mendengar Cina melarang muslim xinjiang berpuasa, melarang shalat berjamaah terbuka, melarang kegiatan tabligh akbar, menangkap mahasiswa muslim yang kuliah di timur tengah dan sebagainya.
Agama Islam, umatnya, kebudayaan dan sejarahnya hendak dibumi-hanguskan dengan segala kekejaman yang kelewat batas. Cina sudah melanggar hak-hak beribadah agama muslim Turkistan timur.
Thifan adalah nama suatu daerah di Negeri Turkistan Timur, daerah jajahan Cina yang kemudian diganti namanya menjadi Xin Jiang, yang artinya Negeri Baru.
Nama Turfan, juga adalah daerah otonomi yang termasuk dalam wilayah Cina Utara.

Screenshot_2017-07-08-08-12-02_com.android.chrome_1499476636432_1499476646050

Deklarasi Turkistan Timur tahun 1933


Deklarasi Turkistan Timur (12 November 1933) di Kasghar. Diperkirakan dihadiri oleh 25,000 orang dan 12,000 diantaranya adalah angkatan bersenjata muslim.
Thifan Po Khan yang berarti kepalan tangan bangsawan Turkistan merupakan ilmu beladiri yang berasal dari perpaduan beragam aliran beladiri di dataran Saldsyuk sampai dataran Cina dari suku-suku tersebut.
Perlu kemerdekaan negara Turkistan Timur yaitu bagian Xinjiang, bila hak-hak keagamaan muslim cina utara dilanggar. Pemberian otonomi khusus wilayah Xinjiang dirasa tidak efektif.
Sebab Pemerintah Tiongkok berdasarkan laporan Amnesty Internasional Cina telah melakukan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Xinjiang, di antaranya pelanggaran kebebasan beragama, kebebasan berkumpul dan berpendapat, hambatan atas pendidikan, diskriminasi, serta hukuman mati terhadap tahanan politik.
Keberadaan sekolah Islam, masjid dan imam dikontrol secara ketat, dan para imam diharuskan “berdiri di sisi pemerintah dengan teguh dan menyampaikan pendapatnya dengan tidak samar-samar.”
Sejak 1995 hingga 1999, pemerintah telah meruntuhkan 70 tempat ibadah serta mencabut surat izin 44 imam.
Pemerintah juga secara resmi menerapkan larangan ibadah perorangan di tempat-tempat milik negara. Larangan ini juga mencakup larangan salat, puasa di bulan Ramadhan di kantor atau sekolah milik negara. Di bidang tenaga kerja bisnis dan pemerintahan, orang-orang Muslim sering dihambat dari jabatan yang tinggi.
 
Keterangan foto utama: Turkistan Timur yaitu Xinjiang Cina

Turkistan Timur, Negeri Islam yang Hilang dan Perlu Merdeka

Meski Dibantah, Nyatanya Pelajar Uighur di Mesir Ditahan Atas Permintaan China

Mesir menahan mahasiswa Muslim Uighur menanggapi permintaan China melalui polisi Mesir (Jum’at, 07/07/2017). Sejumlah orang Uighur terpaksa melarikan diri di Kairo dan Alexandria setelah polisi menanggapi permintaan Beijing, kata kelompok Hak Asasi Manusia.
Sekitar 20 siswa Uighur dari Universitas Al-Azhar Kairo ditangkap di Alexandria, Polisi Mesir telah menahan sejumlah pelajar China dari etnis minoritas Uighur atas permintaan Beijing, dan memaksa puluhan orang untuk bersembunyi atau melarikan diri ke Turki, kata para aktivis.
“Penyapuan dimulai pada hari Selasa ketika polisi menggerebek dua restoran yang sering dikunjungi oleh siswa Uighur di Kairo dan menahan setidaknya 37 orang, kata Abduweli Ayup, seorang aktivis Uighur di Turki, mengatakan langsung kepada Al Jazeera pada hari Jumat.
Belasan lagi telah ditangkap sejak, Ayup, mengatakan, termasuk 20 orang dari Universitas Al-Azhar Kairo yang berhenti di kota Alexandria dalam perjalanan mereka keluar dari negara tersebut pada Rabu malam.
Mereka diberitahu bahwa mereka akan dideportasi ke China, kata Ayup. “Siswa, terutama mereka yang belajar agama, menjadi sasaran,” kata Ayup.
“Polisi sedang mencari apartemen-apartemen di Kairo, orang-orang bersembunyi, mereka ketakutan, mereka takut untuk pergi keluar.” ujarnya.
Penahanan tersebut dilakukan di tengah laporan bahwa pihak berwenang di tanah air Uighur, Xinjiang di China barat meminta segera Uighur yang belajar di luar negeri.
China menyalahkan kerusuhan di Xinjiang, yang mencakup pemboman dan serangan kendaraan dan pisau, pada kelompok separatis Uighur yang diasingkan.
Namun hal ini karena banyak warga Uighur mengeluhkan penindasan budaya dan agama serta diskriminasi oleh China.
Menurut Lucia Parrucci, juru bicara kelompok advokasi ‘Kelompok Bangsa dan Organisasi yang tidak Terwakili’ (UNPO) mengatakan, bahwa kelompok hak asasi manusia telah memindahkan sekitar 60 siswa Uighur dari Mesir ke tempat yang aman di Turki pada hari Kamis.

Screenshot_2017-07-11-12-02-23_com.android.chrome_1499861015919

UNPO : Muslim Uighur berdoa memohon keselamatan saat akan dideportasi


Banyak dari mereka yang tersisa di Kairo mengatakan kepada kami bahwa mereka takut untuk tidur di rumah, “Karena takut ditangkap saat sendirian,” katanya dalam sebuah email ke Al Jazeera.
“Sekitar 80 siswa Uighur telah ditangkap sejak penyapuan dimulai”, katanya. Pemerintah China telah memaksa ribuan siswa Uighur ke luar negeri untuk kembali ke rumah sejak Januari 2017, katanya.
Sekitar 90 persen dari sekitar 7.000 – 8.000 warga Uighur yang tinggal di Mesir telah kembali ke China.
“Kami telah mengetahui bahwa banyak siswa telah ditangkap langsung di bandara saat mereka kembali dan dikirim ke camp pendidikan ulang. Tak satu pun dari mereka dapat melihat anggota keluarga dan tidak ada informasi yang diberikan kepada keluarga mereka tentang keberadaan mereka,” kata Lucia.
Human Rights Watch mendesak Mesir pada hari Rabu untuk tidak mengirim tahanan Uighur kembali ke China, dengan mengatakan bahwa mereka akan menghadapi ‘penganiayaan dan penyiksaan’ di sana.
Sarah Leah Whitson, direktur Middle East HRW, juga mendesak pihak berwenang untuk mengungkapkan keberadaan tahanan Uighur dan memberi mereka akses ke pengacara.
PhotoGrid_1499758228970

Video dari akun twitter Turkistan Timur terkait pemborgolan muslim Uighur di Mesir


Video yang belum diverifikasi yang dibagikan di Twitter menunjukkan lebih dari 70 orang Uighur duduk di lantai di gedung pemerintah dan yang lainnya didorong naik truk dengan borgol.
Ayup mengatakan bahwa kelompok hak asasi manusia kehilangan kontak dengan para tahanan pada hari Jumat.
Abdullah, seorang mahasiswa Islam Asia di universitas Al-Azhar, mengatakan kepada kantor berita Associated Press bahwa orang-orang Uighur ditahan di daerah Hay el Sabia di distrik Nasr City, Kairo.
Dia hanya memberikan nama depannya, karena takut akan pembalasan. “Mereka kebanyakan menangkap pemuda-pemuda itu.”
Sumaya, seorang wanita Uighur yang tinggal di Kairo, mengatakan kepada The Middle East Eye pada hari Kamis. “Tapi saya tahu wanita yang telah diambil juga, meski kita sembunyikan saat kita mendengar pemerintah mengetuk pintu kita.”
Seorang juru bicara kementerian luar negeri China pada hari Kamis mengakui bahwa warga China telah ditahan di Mesir, mengatakan pada sebuah briefing reguler bahwa pejabat konsuler akan mengunjungi mereka.
Geng Shuang, juru bicara kementerian luar negeri, mengatakan bahwa “sejauh yang saya tahu, kedutaan China di Mesir telah mengirim pejabat konsuler untuk melakukan kunjungan konsuler”.
Dia tidak memberikan rincian lebih lanjut. Polisi Mesir menolak permintaan untuk berkomentar. China telah mencaplok wilayah Turkistan Timur yang mayoritas dihuni muslim Uighur tahun 1949.
 
Sumber : Al Jazeera dan kantor berita utama