by Danu Wijaya danuw | Dec 21, 2018 | Artikel, Berita, Internasional
GAZA — Ratusan warga Palestina menggelar shalat gaib dan doa bersama untuk Muslim Uighur, pada Rabu (19/12). Etnis tersebut diduga ditahan di kamp-kamp dan diminta untuk melakukan kerja paksa oleh Pemerintah Cina di Provinsi Xinjiang.
Aksi yang digagas oleh Yayasan Nusantara Palestina Center ini dilakukan oleh warga Gaza di Masjid Umari, Gaza utara. Shalat gaib dan doa bersama tersebut merupakan bentuk solidaritas dari mereka untuk Uighur.
“Terharu saya meneteskan air mata bukan karena banyaknya jumlah jamaah Gaza yang lakukan shalat ghaib dan mengangkat kedua tangan untuk mengaminkan doa, tapi karena nikmat ukhuwah dan persahabatan yang tak bisa dinilai atau ditukar dengan uang atau materi,” ujar Pendiri Yayasan Nusantara Palestina Center Abdillah Onim, dalam pernyataan resmi yang diterima Republika.co.id, Kamis (20/12).
Menurut dia, berkemanusiaan bukan persoalan siapa yang terdepan dalam berbuat, tetapi soal bagaimana rasa kemanusiaan mudah tergerak dan mengajak orang lain untuk ikut tergerak juga.
“Jika satu penghuni dunia terdapat setitik rasa kemanusiaan maka dunia akan damai,” kata Onim.
Laporan soal kondisi mengenaskan etnis Uighur yang mengalami penahanan dalam kamp-kamp re-edukasi di Xinjiang terus bermunculan.
Belakangan, sejumlah media internasional mengungkapkan Pemerintah Cina telah mempekerjakan paksa para tahanan etnis Uighur dan Kazakhs di kamp-kamp re-edukasi tersebut.
Namun, Pemerintah Cina menolak tudingan masyarakat internasional bahwa rezimnya telah melanggar hak asasi manusia (HAM) terhadap etnis Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang.
Pemerintah Cina beralasan, tindakan tegas tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran ideologi radikal di kalangan masyarakat Uighur.
Sumber : Republika
Foto oleh : Abdillah Onim
by Danu Wijaya danuw | Nov 24, 2018 | Artikel, Berita, Internasional
LONDON – Lebih dari satu juta orang Han China tanpa diundang dilaporkan telah pindah ke rumah keluarga Muslim Uighur. Mereka bertugas untuk melaporkan apakah pemilih rumah menjalani keyakinan agama Islam atau tidak patriotik.
Dikirim ke rumah-rumah di provinsi Xinjiang oleh pemerintah China, antropolog Amerika Serikat, Darren Byler mengatakan mereka ditugaskan untuk mengawasi tanda-tanda keterikatan tuan rumah mereka dengan Islam “ekstrim”.
Para informan, yang menggambarkan diri mereka sebagai “keluarga” dari keluarga yang tinggal bersama mereka, dikatakan telah menerima instruksi khusus tentang cara membuat mereka lengah.
Sebagai Muslim yang taat akan menolak rokok dan alkohol. Tindakan ini dilihat sebagai salah satu cara untuk mengetahui apakah mereka ekstrim atau tidak.
“Apakah seorang tuan Uighur baru saja menyapa tetangga dalam bahasa Arab dengan kata-kata ‘Assalamualaikum?’ Itu perlu dimasukkan ke dalam notebook,” kata Dr Byler, dalam penelitian yang diterbitkan oleh Pusat Asia Society tentang Hubungan AS-China.
“Apakah salinan Al Quran ada di rumah? Apakah ada yang shalat pada hari Jumat atau berpuasa saat Ramadhan? Apakah gaun anak perempuan terlalu panjang atau jenggot laki-laki sedikit tidak teratur?” sambungnya seperti dikutip dari Independent, Sabtu (24/11/2018).
Menurut Byler, praktik ini telah berlangsung sejak tahun 2017. Mereka yang mengaku sebagai “keluarga” ditugasi ke rumah-rumah Muslim Uighur dalam serangkaian kunjungan selama seminggu.
Klaim ini tampaknya dikonfirmasi oleh surat kabar resmi Partai Komunis China, People’s Daily. Surat kabar itu melaporkan bahwa lebih dari 1,1 juta orang berpasangan dengan 1,69 juta warga etnis minoritas di China pada akhir September tahun ini.
Mereka fokus pada keluarga dari mereka yang telah ditahan di pusat “pendidikan ulang”.
Kamp Tahanan “Pendidikan Ulang” Muslim Uighur
Sebelumnya dilaporkan sebanyak satu juta etnis Uihur telah dikumpulkan dan ditempatkan di pusat “pendidikan ulang”, dalam apa yang diklaim China sebagai tindakan keras terhadap ekstremisme agama.
Mereka yang telah menghabiskan waktu di dalamnya, mengaku dipaksa untuk menjalani program indoktrinasi intensif, di desak untuk meninggalkan Islam dan sebagai gantinya memberikan pujian kepada Partai Komunis China.
Seorang mantan narapidana mengklaim narapidana Muslim dipaksa makan daging babi dan minum alkohol.
Melarang Puasa dan Keagamaan Mencolok
China juga dikatakan berusaha mencegah muslim uighur berpuasa selama Ramadan di Xinjiang pada tahun lalu.
Menurut Kongres Uighur Dunia (WUC), para pejabat di kawasan itu memerintahkan semua restoran untuk tetap buka, dirancang untuk mencegah orang-orang mengamati awal bulan suci Ramadhan.
Pihak berwenang China juga dituduh menempatkan anak-anak Uighur dan mereka dari kelompok etnis minoritas lainnya ke panti asuhan yang dikelola negara di wilayah Xinjiang barat.
Meski orang tua mereka masih hidup, karena sekitar satu juta orang dewasa di keluarga mereka dikirim ke kamp interniran.
Dilxat Raxit, seorang uighur dari Kongres Uighur Dunia yang diasingkan, juga mengklaim para pejabat di Xinjiang memperingatkan mereka bahwa mereka harus menyerahkan benda-benda keagamaan seperti Al-Quran atau menghadapi “hukuman keras”.
Sumber : The Independent London/Sindonews
by Danu Wijaya danuw | Aug 28, 2018 | Artikel, Berita, Nasional
JAKARTA – Timnas Basket China adalah favorit kuat peraih medali emas Asian Games 2018. Punya kualitas pemain mumpuni, fisik yang unggul, bahkan ada dua pemain yang berkiprah di NBA, kompetisi basket termahsyur milik Amerika Serikat.
Namun di balik kedigdayaan skuat besutan Li Nan, ada sosok yang membuat penasaran. Dia adalah bintang yang berposisi small forward, Abudushalamu Abudurexiti. Jika melihat namanya, Abudurexiti tak memiliki nama seperti pemain China lainnya.
Ya, Abudushalamu Abudurexiti lahir di Xinjiang, sebuah wilayah yang dihuni mayoritas oleh suku Uighur, 22 tahun silam.
Seperti yang diketahui, Suku Uighur adalah suku yang memeluk agama Islam dan sering jadi diperlakukan tak adil oleh pemerintah pusat China.
Sebagai seorang Suku Uighur, Abudushalamu pun beragama Islam. Namun demikian, Abudushalamu tetap saja jadi andalan di skuat Timnas Basket China.
Ia memulai kiprahnya bersama Timnas Basket China, di Kejuaraan Asia Basket 2016 di Chenzou. Tak tanggung, Abudushalamu mampu mengantar China tampil sebagai juara.
Punya tinggi badan 2,03 meter, dan akurasi tembakan tiga angka yang mematikan, Abudushalamu jelas jadi salah satu potensi yang dimiliki China.
Bersama klubnya, Xinjiang Flying Tigers, Abudushalamu mampu mempersembahkan gelar juara Chinese Basketball League (CBA) 2017.
Pemain terbaik NBA di Amerika

Tak cuma itu, dikutip NBA.com, Abudushalamu pernah memperkuat klub juara NBA, Golden State Warriors, di ajang Classic Summer League 2018.
Sejumlah klub NBA dikabarkan siap meminangnya. Beberapa klub tersebut antara yakni Portland Trail Blazers, Dallas Mavericks, dan Brooklyn Nets.
Dalam laga terakhir di babak perempat final Asian Games 2018, Abudushalamu telah jadi momok buat Timnas Basket Indonesia.
Catatan double-double (24 poin, 10 rebound) mengantar China lolos ke semifinal dan akan berhadapan dengan China Taipei.
Sumber : Viva
by Danu Wijaya danuw | Jul 12, 2017 | Artikel, Berita, Internasional
Mesir menahan mahasiswa Muslim Uighur menanggapi permintaan China melalui polisi Mesir (Jum’at, 07/07/2017). Sejumlah orang Uighur terpaksa melarikan diri di Kairo dan Alexandria setelah polisi menanggapi permintaan Beijing, kata kelompok Hak Asasi Manusia.
Sekitar 20 siswa Uighur dari Universitas Al-Azhar Kairo ditangkap di Alexandria, Polisi Mesir telah menahan sejumlah pelajar China dari etnis minoritas Uighur atas permintaan Beijing, dan memaksa puluhan orang untuk bersembunyi atau melarikan diri ke Turki, kata para aktivis.
“Penyapuan dimulai pada hari Selasa ketika polisi menggerebek dua restoran yang sering dikunjungi oleh siswa Uighur di Kairo dan menahan setidaknya 37 orang, kata Abduweli Ayup, seorang aktivis Uighur di Turki, mengatakan langsung kepada Al Jazeera pada hari Jumat.
Belasan lagi telah ditangkap sejak, Ayup, mengatakan, termasuk 20 orang dari Universitas Al-Azhar Kairo yang berhenti di kota Alexandria dalam perjalanan mereka keluar dari negara tersebut pada Rabu malam.
Mereka diberitahu bahwa mereka akan dideportasi ke China, kata Ayup. “Siswa, terutama mereka yang belajar agama, menjadi sasaran,” kata Ayup.
“Polisi sedang mencari apartemen-apartemen di Kairo, orang-orang bersembunyi, mereka ketakutan, mereka takut untuk pergi keluar.” ujarnya.
Penahanan tersebut dilakukan di tengah laporan bahwa pihak berwenang di tanah air Uighur, Xinjiang di China barat meminta segera Uighur yang belajar di luar negeri.
China menyalahkan kerusuhan di Xinjiang, yang mencakup pemboman dan serangan kendaraan dan pisau, pada kelompok separatis Uighur yang diasingkan.
Namun hal ini karena banyak warga Uighur mengeluhkan penindasan budaya dan agama serta diskriminasi oleh China.
Menurut Lucia Parrucci, juru bicara kelompok advokasi ‘Kelompok Bangsa dan Organisasi yang tidak Terwakili’ (UNPO) mengatakan, bahwa kelompok hak asasi manusia telah memindahkan sekitar 60 siswa Uighur dari Mesir ke tempat yang aman di Turki pada hari Kamis.

UNPO : Muslim Uighur berdoa memohon keselamatan saat akan dideportasi
Banyak dari mereka yang tersisa di Kairo mengatakan kepada kami bahwa mereka takut untuk tidur di rumah, “Karena takut ditangkap saat sendirian,” katanya dalam sebuah email ke Al Jazeera.
“Sekitar 80 siswa Uighur telah ditangkap sejak penyapuan dimulai”, katanya. Pemerintah China telah memaksa ribuan siswa Uighur ke luar negeri untuk kembali ke rumah sejak Januari 2017, katanya.
Sekitar 90 persen dari sekitar 7.000 – 8.000 warga Uighur yang tinggal di Mesir telah kembali ke China.
“Kami telah mengetahui bahwa banyak siswa telah ditangkap langsung di bandara saat mereka kembali dan dikirim ke camp pendidikan ulang. Tak satu pun dari mereka dapat melihat anggota keluarga dan tidak ada informasi yang diberikan kepada keluarga mereka tentang keberadaan mereka,” kata Lucia.
Human Rights Watch mendesak Mesir pada hari Rabu untuk tidak mengirim tahanan Uighur kembali ke China, dengan mengatakan bahwa mereka akan menghadapi ‘penganiayaan dan penyiksaan’ di sana.
Sarah Leah Whitson, direktur Middle East HRW, juga mendesak pihak berwenang untuk mengungkapkan keberadaan tahanan Uighur dan memberi mereka akses ke pengacara.

Video dari akun twitter Turkistan Timur terkait pemborgolan muslim Uighur di Mesir
Video yang belum diverifikasi yang dibagikan di Twitter menunjukkan lebih dari 70 orang Uighur duduk di lantai di gedung pemerintah dan yang lainnya didorong naik truk dengan borgol.
Ayup mengatakan bahwa kelompok hak asasi manusia kehilangan kontak dengan para tahanan pada hari Jumat.
Abdullah, seorang mahasiswa Islam Asia di universitas Al-Azhar, mengatakan kepada kantor berita Associated Press bahwa orang-orang Uighur ditahan di daerah Hay el Sabia di distrik Nasr City, Kairo.
Dia hanya memberikan nama depannya, karena takut akan pembalasan. “Mereka kebanyakan menangkap pemuda-pemuda itu.”
Sumaya, seorang wanita Uighur yang tinggal di Kairo, mengatakan kepada The Middle East Eye pada hari Kamis. “Tapi saya tahu wanita yang telah diambil juga, meski kita sembunyikan saat kita mendengar pemerintah mengetuk pintu kita.”
Seorang juru bicara kementerian luar negeri China pada hari Kamis mengakui bahwa warga China telah ditahan di Mesir, mengatakan pada sebuah briefing reguler bahwa pejabat konsuler akan mengunjungi mereka.
Geng Shuang, juru bicara kementerian luar negeri, mengatakan bahwa “sejauh yang saya tahu, kedutaan China di Mesir telah mengirim pejabat konsuler untuk melakukan kunjungan konsuler”.
Dia tidak memberikan rincian lebih lanjut. Polisi Mesir menolak permintaan untuk berkomentar. China telah mencaplok wilayah Turkistan Timur yang mayoritas dihuni muslim Uighur tahun 1949.
Sumber : Al Jazeera dan kantor berita utama
by Danu Wijaya danuw | Jun 14, 2017 | Artikel, Berita, Internasional
BEIJING – Polisi Xinjiang menyerang warga Muslim Uighur di selatan Kota Kashgar, Rabu (24/6). Serangan ini dilakukan sebagai balas dendam atas klaim serangan bom di pos pemeriksaan. Tersangka diklaim membunuh sejumlah polisi dengan pisau dan bom di pos pemeriksaan.
Polisi menewaskan setidaknya 15 Muslim Uighur. Balas dendam ini dilakukan pada awal bulan suci Ramadhan.
Seperti diketahui, kekerasan pada Muslim Uighur terus terjadi selama beberapa tahun terakhir. Insiden ini sering diberitakan sejumlah media. Namun, Pemerintah Cina tak pernah merespons insiden ini. Kelompok Muslim Uighur dan Aktivis HAM mengatakan, kerusuhan di Xinjiang ini dipicu karena pembatasan terlalu ketat terhadap ibadah umat Islam di sana.
Mengutip ibtimes, jumlah korban tewas serangan polisi Xinjiang dapat mencapai lebih dari 28 orang termasuk pejalan kaki.
“Ketika salah seorang polisi di pos pemeriksaan berlari keluar, tersangka memundurkan mobil lalu menabrak dan mematahkan kakinya. Dua tersangka lainnya kemudian bergegas keluar dari mobil menggunakan pisau untuk menyerang dan membunuh dua polisi yang akan menyelamatkan rekannya,” ujar Turghun Memet, polisi di Distrik Heyhag.
Penyebab Serangan
Serangan ini sebagai protes pembatasan aktivitas agama Muslim Uighur di Cina yang berlangsung sejak lama. Pembatasan paling baru adalah larangan bagi umat Muslim untuk berpuasa Ramadhan.
Pemerintah Cina memberikan pemberitahuan resmi bahwa anggota partai, PNS, siswa, dan guru dilarang berpuasa. Larangan ini berlaku sejak tahun lalu.
Mereka juga memerintahkan restoran halal tetap buka pada siang hari. Juru Bicara Muslim Uighur, Dilxat Raxit, mengatakan perintah ini merupakan bentuk politisasi pemerintah.
Pemerintahan Cina yang Komunis
Dilansir dari The Guardian, Presiden Xi Jinping menilai agama yang ada di Cina tidak boleh dipengaruhi asing. Seluruh warga dan agama mana pun harus berjanji hanya setia untuk negara.
Cina dengan mayoritas ateis berusaha mengendalikan berbagai agama dan penyebarannya. “Kita harus mengelola urusan agama sesuai dengan hukum dan sesuai dengan keinginan kami,” ujar Xi Jinping.
Xi beralasan, pasukan asing menggunakan agama untuk menyusup pada masyarakat Cina. Sehingga dapat menguasai warga dan menjatuhkan partai yang berkuasa saat ini.
Seorang sarjana agama Cina di Universitas Purdue, Yang Fenggang, mengatakan aturan pemerintah ini dinilai bias. Pasukan asing tak jelas mengacu pada individu asing, kelompok nonpemerintah asing, tradisi budaya asing, atau pemerintah asing.
Kebijakan ini sulit diterapkan pada era globalisasi ini saat Cina ingin mempromosikan budaya Cina di luar negeri. “Bagaimana anda bisa mempengaruhi asing, tetapi tidak dipengaruhi oleh asing?”
Source : Reuters/Republika