0878 8077 4762 [email protected]

Ummu Ma'bad Al-Khuza'iyyah: Pemilik Domba yang Penuh Berkah (2)

Oleh: Lia Nurbaiti
 
Dan Abu bakar ra menanyakan “Apakah engkau menginginkanku untuk menemanimu, Wahai Rasulullah? Rasulullah saw menjawab “Ya”. Kemudian Abu bakar ra berkata “Kalau begitu ambilah salah satu dari dua untaku ini”  Rasulullah saw membalas “Ya, tapi aku akan membayarnya” (H.R. Bukhari )
Rasulullah saw menyuruh Ali agar malam itu tidur di tempat tidur beliau. Orang-orang quraisy yang telah ditunjuk untuk melaksanakan tugas membunuh Nabi saw berkumpul di sekitar kediaman Nabi saw. Dan mengintip dari lubang pintu. Mereka terus mengawasi hingga larut malam.
Setelah saatnya tiba, Rasulullah saw keluar dari rumah dan lewat di dekat mereka. Beliau mengambil segenggam pasir dan menaburkannya di atas kepala mereka tanpa mereka sadari. Beliau melakukan itu sambil mengucapkan,
Dan Kami buat di hadapan mereka dinding dan dibelakang mereka dinding pula, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat” (Yasin : 9)
Lalu Rasulullah saw langsung menuju rumah Abu Bakar ra untuk segera melakukan perjalanan hijrahnya. Sementara orang-orang Quraisy yang berjaga di kediaman Rasulullah saw tiba-tiba dikejutkan dengan perkataan seorang laki-laki yang sedang lewat. Ia bertanya “Apa yang sedang kalian tunggu disitu? Mereka menjawab “Muhammad” Orang itu berkata lagi “Kalian telah gagal. Demi Allah, Muhammad telah keluar dan lewat didekat kalian sambil menaburkan pasir di atas kepala kalian”. Mereka terkejut. Demi Allah, kami tidak melihatnya sama sekali. Lalu mereka pun membersihkan debu dari atas kepalanya.”
[Baca juga: Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyyah: Pemilik Domba yang Penuh Berkah (1)]
Dalam riwayat lain dinyatakan bahwa “Malam hari orang-orang quraisy mengawasi Ali yang mereka kira adalah Nabi saw. Saat pagi tiba mereka langsung menyergapnya. Dan ternyata yang didapatinya adalah seorang Ali, bukanlah Rasulullah saw. Mereka bertanya kepada Ali “Dimana Muhammad?” Ali menjawab “Tidak tahu”. Karena mereka merasa dikelabui, mereka segera melacak keberadaan Rasulullah saw sampai ke gunung (Tsaur), namun usaha mereka sia- sia.
Bahkan mereka mengerahkan para pelacak yang mahir mencari jejak, sehingga ada yang berhasil mencapai dekat pintu gua dan berdiri diatasnya.
Dalam kitab As- Shahiihain diriwayatkan bahwa Abu bakar ra berkata ” Wahai Rasulullah, seandainya seorang dari mereka menengok ke arah telapak kakinya. Maka dia pasti melihat kita. Dengan tenang Rasulullah saw menjawab ” Wahai Abu bakar, apa yang engkau duga dengan nasib diantara  dua orang, sedangkan yang ketiga adalah Allah. Jangan gelisah, sesungguhnya Allah bersama kita. ( H.R. Bukhari Muslim)
Rasulullah dan Abu Bakar ra dapat mendengar pembicaraan orang-orang Quraisy yang ada di atas pintu guanya. Tetapi Allah swt menutup pandangan mereka sehingga tidak melihat keberadaan beliau.
Berkah Menyelimuti Kemah Ummu Ma’bad
Dalam perjalanan hijrah, Rasulullah saw lewat di dekat kemah Ummu Ma’bad Al- Khuza’iyyah, seorang wanita tegar dan cukup terkenal di kawasan pedalaman. Ia suka berdiri  di halaman kemah dan selalu bersedia memberi makan dan minum kepada siapa saja yang lewat di depannya.
(Baca juga: Sumayyah binti Khabath : Wanita Muslimah Pertama yang Mati Syahid)
Ketika Nabi saw dan Abu Bakar ra sampai di situ, mereka bertanya, “Apakah engkau memiliki makanan atau minuman?“. Ummu Ma’bad menjawab, “Demi Allah, seandainya kami masih punya sesuatu, maka kami tidak akan segan-segan untuk menjamu kalian. Domba tidak lagi mengeluarkan susu, karena tahun ini sangatlah kering.”
Rasulullah melihat seekor domba yang sangat kurus di samping kemah, lalu bertanya “Wahai Ummu Ma’bad, mengapa domba ini ada disini?” Ummu Ma’bad menjawab “Domba ini tidak bisa ikut kawanannya karena tidak sanggup berjalan jauh” Rasulullah bertanya lagi “Apakah masih ada susunya?”  Ummu Ma’bad  menjawab “Dia tidak mungkin lagi mengeluarkan susu.”
Rasulullah berkata “Apakah engkau mengizinkan aku memerah susunya?”  Ummu Ma’bad menjawab “Tentu, jika menurutmu domba itu masih bisa diperah, maka lakukanlah.”
Rasulullah mendekati domba tersebut dan mengusap susunya sambil membaca basmallah dan berdoa. Tiba -tiba, domba tersebut merenggangkan kedua kakinya dan susunya mengalir dengan deras. *bersambung

Ummu Aiman: Sang Ibu Asuh Rasulullah (1)

Oleh: Lia Nurbaiti
 
Shahabiyah yang kali ini kita akan ceritakan kisah imannya dan keteguhannya dalam berjuang di jalan Allah adalah Ummu Aiman.
Seorang wanita pengasuh Rasulullah SAW. Dialah ibu kedua bagi Rasulullah SAW. Ibu dari Aiman ra yang merupakan seorang sahabat yang ikut dalam berbagai peristiwa besar bersama Rasulullah SAW.
Ummu Aiman adalah istri dari Zaid bin Haritsah ra, anak angkat kesayangan Nabi SAW yang juga ibu dari Usamah bin Zaid ra, cucu kesayangan beliau.
Abu Nu’aim berkata, “Ummu Aiman adalah wanita yang ikut dalam peristiwa hijrah, mampu menempuh jarak yang jauh dengan berjalan kaki, rajin berpuasa, tahan terhadap lapar, dan mudah menangis (karena takut kepada Allah). Dia akan mendapatkan minuman dari surga yang dapat mengobati semua kepedihan yang pernah ia rasakan”.
Pasti kita sangat penasaran akan kepribadian seorang Ummu Aiman bukan? Siapakah Ummu Aiman?
Ummu Aiman adalah wanita keturunan Habasyah. Budak yang diwarisi Rasulullah dari ayah beliau. Kemudian Rasulullah SAW memerdekakannya setelah Rasul menikahi Khadijah. Dia termasuk rombongan kaum muslimin yang hijrah pada gelombang pertama.
Nama aslinya adalah Barakah. Ummu Aiman adalah nama panggilannya, karena anaknya bernama Aiman. Ia menikah dengan Ubaid bin Harits Al-Khazraji, yang kemudian memiliki anak yang bernama Aiman.
Nama Aiman sendiri terukir dalam peristiwa hijrah dan jihad. Ia gugur sebagai syahid dalam perang Hunain.
Abdullah (ayah Nabi) adalah putra kesayangan Abdul Muthalib (kakek Nabi). Abdullah meninggal dunia saat Nabi Muhammad masih di dalam kandungan. Dan pada suatu hari, Aminah (ibunda Nabi) berniat berziarah ke makam suaminya di Madinah yang berjarak 500 km dari Makkah. Bersama ayah mertuanya (Abdul Muthalib), pembantunya (Ummu Aiman) dan Nabi Muhammad yang masih kecil, Aminah pun berangkat menuju Madinah.
Setelah satu bulan di Madinah, mereka memutuskan untuk pulang kembali ke Makkah. Diperjalanan pulang, Aminah sakit keras hingga meninggal dunia di ‘Abwa, perkampungan antara Madinah dan Makkah.
Disaat-saat sulit inilah, keistimewaan Ummu Aiman terlihat. Allah swt menghendakinya menghimpun semua kebajikan. Ia membawa Nabi Muhammad kecil kembali ke Madinah dan mengasuhnya dengan segenap kasih sayang. Abdul Muthalib tidak bisa mengasuh Nabi Muhammad selamanya. Ia sudah tua dan akhirnya meninggal dunia. Namun sebelumnya ia sudah berpesan kepada Abu Thalib (seorang anaknya) untuk mengasuh Nabi Muhammad. Nabi Muhammad kecil sangat sedih dengan meninggalnya sang kakek.
Keberkahan yang Datang Melalui Rasulullah SAW
Sepeninggal Abdul Muthalib, Nabi Muhammad kecil tinggal bersama Abu Thalib. Sejak saat itu ia diasuh oleh Fatimah binti Asad (istri Abu Thalib) dan Ummu Aiman dengan penuh kasih sayang. Keluarga Abu Thalib adalah keluarga yang serba kekurangan, namun semenjak kehadiran Nabi Muhammad. Kondisi keluarga Abu Thalib selalu baik, makanan dan minuman selalu tercukupi.
Abu Thalib sering berkata kepada Nabi Muhammad, “Kamu anak yang diberkahi”.
Bahkan Ummu Aiman pernah berkisah, “Rasulullah tidak pernah mengeluh lapar dan haus. Di pagi hari, beliau minum seteguk air zam-zam. Siang harinya ketika saya tawari makan, beliau berkata,”Tidak usah, aku tidak lapar”.
Nabi SAW Memerdekakannya dan Ubaid ra Menikahinya
Nabi Muhammad kecil tumbuh dalam dekapan kasih sayang dua wanita mulia: Fatimah binti Asad dan Ummu Aiman. Mereka memperlakukan Nabi Muhammad seperti anak mereka sendiri. Ketika Nabi Muhammad menikah dengan Khadijah, beliau memerdekakan Ummu Aiman yang pada saat itu statusnya adalah budak Abdullah.
Setelah ia menjadi wanita merdeka ia menikah dengan Ubaid bin Harits Al-Khazraji. Ummu Aiman termasuk orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Hanya saja langkah baiknya tidak diikuti oleh suaminya. Ia tidak mau masuk Islam. Akhirnya keduanya berpisah.
Tetapi setelah kejadian tersebut Allah berikan kebahagian lainnya yaitu ia dinikahi oleh seorang budak Khadijah yang bernama Zaid bin Haritsah. Mereka dikaruniai anak bernama Usamah bin Zaid.
Rasulullah pernah berkata “Zaid, kamu adalah budak yang kumerdekakan. Kamu bagian dariku dan akan bersamaku, orang yang paling aku sayangi adalah kamu” *bersambung