0878 8077 4762 [email protected]

Ummu Kultsum binti Uqbah: Wanita Yang Diselamatkan Al Quran (bagian 2-akhir)

Oleh: Lia Nurbaiti
 
Klausul ini tidak mencakup kaum wanita, hingga banyak wanita mukmin yang datang dan berhijrah termasuk Ummu Kultsum binti Uqbah ra. Sebenarnya keluarga Ummu Kultsum ra. meminta kepada Rasul untuk mengembalikan putri mereka, namun Rasul menolak permintaan mereka. Penolakan ini juga disebabkan turunnya ayat Al-Quran:
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka.” (QS. Al-Mumtahanah: 10).
Berdasarkan ayat tersebut, Rasulullah memastikan kembali apakah para wanita mukmin itu benar-benar hijrah karena Allah, Rasul dan Islam? Jika iya, maka Rasulullah tidak akan mengembalikan mereka kepada orang-orang kafir .
Ummu Kultsum ra. pun menceritakan sendiri pengalaman pribadinya ketika hijrah, “Aku suka pulang pergi ke kampung pedalaman yang disana tinggal beberapa keluargaku. Aku menginap disana selama tiga atau empat malam. Kampung itu terletak tidak jauh dari Tan’im. Setelah menginap, aku kembali lagi kepada keluargaku, sehingga mereka tidak curiga  dengan kepergianku ke kampung itu. Hal itu terus aku lakukan sampai aku benar-benar bertekad untuk meninggalkan Makkah. Sampai akhirnya aku memberanikan diri untuk pergi meninggalkan Makkah menuju Madinah. Setibanya disana aku langsung menuju ke rumah Ummu Salamah. Pada saat itu ia tidak mengenaliku karena aku menggunakan cadar. Setelah aku buka cadarku, ia mulai mengenaliku.
Ummu Salamah berkata, “Engkau telah berhijrah karena Allah dan Rasulullah”. Aku membalas, “Benar, masalahnya aku takut Rasulullah akan mengembalikanku kepada keluargaku karena aku telah berhijrah. Apalagi aku sudah meninggalkam rumah berhari-hari.”
Tidak lama kemudian Rasulullah datang dan masuk kedalam rumah Ummu Salamah. Ummu Salamah pun langsung memberitahu keberadaan Ummu Kultsum ra.
Rasulullah saw begitu senang dan hangat menyambutnya. Lalu Ummu Kultsum ra. mengatakan, “Sesungguhnya aku telah melarikan diri dari Quraisy untuk menyelamatkan agamaku, maka pertahankanlah aku dan jangan engkau kembalikan kepada mereka, karena mereka selalu menyiksaku dan menghalangi keagamaanku. Aku tidak tahan lagi terhadap penyiksaan mereka. Aku hanyalah seorang wanita dan engkau mengetahui kelemahan wanita untuk membela dirinya”.
Pernikahan yang Penuh Berkah
Setelah hijrah yang penuh berkah dan penuh pengorbanan karena harus meninggalkan keluarga dan tempat kelahirannya demi meraih ridha Allah SWT, Ummu Kultsum ra. pun bahagia tinggal di Madinah.
Selama tinggal di Makkah, Ummu Kultsum belum menikah,  hingga setibanya di Madinah ia dinikahi oleh Zaid bin Haritsah ra, tetapi kemudian ia menceraikannya.
Setelah itu, Abdurrahman bin’Auf ra. melamar dan menikahinya. Pasangan ini dikaruniai dua orang putera, yakni Ibrahim dan Humaid. Setelah Abdurrahman bin ‘Auf meninggal, ‘Amr bin Al-‘Ash ra. melamar dan menikahinya, namun tidak lama kemudian Ummu Kultsum ra. meninggal dunia.
Itulah gambaran tentang kehidupan rumah tangga Ummu Kultsum ra. Ia pindah dari satu lingkungan  yang penuh dengan nuansa imani menuju lingkungan imani yang lainnya hingga tiba masa yang dikehendaki Allah sebagai batas ajalnya. Hingga ia meninggalkan hirup pikuk dunia ini.
Selama perjalanan hidupnya ia tak lepas dari bimbingan Al-Quran dan Sunnah hingga masa kepergiannya dari dunia ini. Meskipun jasadnya tak lagi ada, namun riwayat hidupnya masih terasa segar dan tetap akan diriwayatkan dari generasi ke generasi sebagai cahaya yang menerangi perjalanan hidup mereka.
Semoga Allah meridhainya dan membuatnya ridha, serta menjadikan surga Firdaus sebagai tempat persinggahan terakhir baginya.
Semoga banyak hikmah terbaik yang bisa kita petik.
Aamiin Allahuma Aamiin..
Referensi:
35 Sirah Shahabiyah jilid2, Mahmud Al Mishri
 

Ummu Kultsum binti Uqbah: Wanita Yang Diselamatkan Al Quran (bagian 1)

Oleh: Lia Nurbaiti
 
“Katakanlah:Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. At-Taubah: 24).
Keridhaan Allah dan Rasul-Nya, adalah keutamaan bagi seorang mukmin dari segalanya melebihi kecintaan terhadap anak, orang tua, dan seluruh manusia.
Inilah yang ditunjukkan oleh seorang sahabat wanita agung yang merasakan besarnya nikmat Islam dan menyadari keberadaan dirinya dibawah naungan agama yang mulia ini.
Ummu Kultsum binti ‘Uqbah adalah nama sahabat wanita yang agung ini. Ia mencari cahaya yang dapat menuntunnya pada ketenangan dan kebahagiaan. Lalu Allah memberikan cahaya Islam padanya. Ia memeluk Islam dan berbaiat, namun dia tidak bisa hijrah hingga tahun 7 hijriyah, karena selama masa itu ia masih berada dibawah pengawasan kedua orang tuanya yang kafir sehingga ia baru bisa meninggalkan Makkah setelah perjanjian Hudaibiyah.
Sebesar apa peran kedua orang tuanya yang kafir sehingga membuat wanita yang agung ini terhambat untuk berhijrah?
Ayahnya adalah seorang kafir Quraisy yang bernama ‘Uqbah bin Abu Mu’aith. Ia tewas pada saat Perang Badar. Ia adalah orang yang sangat membenci Allah SWT dan Rasulullah saw. Bahkan pernah suatu hari ketika Rasul sedang bersujud, Uqbah menginjakkan kakinya ke leher Rasulullah saw. Pernah juga ia membawakan plasenta domba dan menaruhnya diatas kepala Rasulullah ketika ia sedang dalam keadaan sujud. Sampai akhirnya Fatimah datang untuk membersihkannya dari kepala Rasulullah saw.
Akibat dari perbuatannya itu, Rasulullah saw menyuruh untuk memancung ‘Uqbah, ‘Uqbah berkata “Wahai Muhammad, apakah engkau hanya membunuhku dari sekian banyak orang Quraisy yang ditawan?” Rasulullah saw menjawab,”Ya, karena perbuatan yang telah kamu lakukan terhadapku.”
Ibnu Hisyam menyatakan, “Orang yang memancung Uqbah adalah Ali bin Abu Thalib. Keterangan ini disampaikan oleh Az-Zuhri dan ulama- ulama lainnya. (Al-Bidaayah wan Nihaayah, vol.3 hlm.6).
Kini Uqbah telah terhempas ke dalam onggokan sampah sejarah. Hina diatas kekafiran dan kesombongannya serta kedengkiannya terhadap Islam dan Rasulullah saw.
Itu sekelumit tentang ayah dari seorang shahabiyah yg mulia, Ummu Kultsum binti Uqbah.
Hijrah yang Penuh Berkah
Tak gentar hatinya mendekat dengan Islam sekalipun ayahnya telah mati dalam kekafiran.
Pada saat Perjanjian Hudaibiyah terjadi, salah satu klausul yang diajukan oleh Suhail bin Amr  yang menjadi syarat perjanjian dengan Nabi saw adalah “Jika ada seorang dari golongan kami (Quraisy) datang kepadamu, meskipun dia telah memeluk agamamu, maka engkau harus mengembalikannya kepada kami. Dan engkau tidak boleh ikut campur dengan segala tindakan yang kami lakukan kepadanya.”
Sebenarnya kaum muslim tidak setuju dengan klausul tersebut. Namun, Suhail bersih keras akan klausul yang ia ajukan tersebut, hingga akhirnya Rasulullah saw bersedia menerimanya.
Akibatnya, pada hari itu Nabi saw harus memulangkan Abu Jandal kepada ayahnya, Suhail bin Amr. Begitupula semua laki-laki yang datang dan ingin bergabung bersama Rasulullah saw. Mereka semua ditolak dan dikembalikan lagi kepada kaum Quraisy, meskipun telah masuk Islam. *bersambung