Oleh: Lia Nurbaiti
 
“Katakanlah:Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. At-Taubah: 24).
Keridhaan Allah dan Rasul-Nya, adalah keutamaan bagi seorang mukmin dari segalanya melebihi kecintaan terhadap anak, orang tua, dan seluruh manusia.
Inilah yang ditunjukkan oleh seorang sahabat wanita agung yang merasakan besarnya nikmat Islam dan menyadari keberadaan dirinya dibawah naungan agama yang mulia ini.
Ummu Kultsum binti ‘Uqbah adalah nama sahabat wanita yang agung ini. Ia mencari cahaya yang dapat menuntunnya pada ketenangan dan kebahagiaan. Lalu Allah memberikan cahaya Islam padanya. Ia memeluk Islam dan berbaiat, namun dia tidak bisa hijrah hingga tahun 7 hijriyah, karena selama masa itu ia masih berada dibawah pengawasan kedua orang tuanya yang kafir sehingga ia baru bisa meninggalkan Makkah setelah perjanjian Hudaibiyah.
Sebesar apa peran kedua orang tuanya yang kafir sehingga membuat wanita yang agung ini terhambat untuk berhijrah?
Ayahnya adalah seorang kafir Quraisy yang bernama ‘Uqbah bin Abu Mu’aith. Ia tewas pada saat Perang Badar. Ia adalah orang yang sangat membenci Allah SWT dan Rasulullah saw. Bahkan pernah suatu hari ketika Rasul sedang bersujud, Uqbah menginjakkan kakinya ke leher Rasulullah saw. Pernah juga ia membawakan plasenta domba dan menaruhnya diatas kepala Rasulullah ketika ia sedang dalam keadaan sujud. Sampai akhirnya Fatimah datang untuk membersihkannya dari kepala Rasulullah saw.
Akibat dari perbuatannya itu, Rasulullah saw menyuruh untuk memancung ‘Uqbah, ‘Uqbah berkata “Wahai Muhammad, apakah engkau hanya membunuhku dari sekian banyak orang Quraisy yang ditawan?” Rasulullah saw menjawab,”Ya, karena perbuatan yang telah kamu lakukan terhadapku.”
Ibnu Hisyam menyatakan, “Orang yang memancung Uqbah adalah Ali bin Abu Thalib. Keterangan ini disampaikan oleh Az-Zuhri dan ulama- ulama lainnya. (Al-Bidaayah wan Nihaayah, vol.3 hlm.6).
Kini Uqbah telah terhempas ke dalam onggokan sampah sejarah. Hina diatas kekafiran dan kesombongannya serta kedengkiannya terhadap Islam dan Rasulullah saw.
Itu sekelumit tentang ayah dari seorang shahabiyah yg mulia, Ummu Kultsum binti Uqbah.
Hijrah yang Penuh Berkah
Tak gentar hatinya mendekat dengan Islam sekalipun ayahnya telah mati dalam kekafiran.
Pada saat Perjanjian Hudaibiyah terjadi, salah satu klausul yang diajukan oleh Suhail bin Amr  yang menjadi syarat perjanjian dengan Nabi saw adalah “Jika ada seorang dari golongan kami (Quraisy) datang kepadamu, meskipun dia telah memeluk agamamu, maka engkau harus mengembalikannya kepada kami. Dan engkau tidak boleh ikut campur dengan segala tindakan yang kami lakukan kepadanya.”
Sebenarnya kaum muslim tidak setuju dengan klausul tersebut. Namun, Suhail bersih keras akan klausul yang ia ajukan tersebut, hingga akhirnya Rasulullah saw bersedia menerimanya.
Akibatnya, pada hari itu Nabi saw harus memulangkan Abu Jandal kepada ayahnya, Suhail bin Amr. Begitupula semua laki-laki yang datang dan ingin bergabung bersama Rasulullah saw. Mereka semua ditolak dan dikembalikan lagi kepada kaum Quraisy, meskipun telah masuk Islam. *bersambung