Oleh: Lia Nurbaiti
 
Rasulullah saw meminta kepada Ummu Ma’bad untuk mengambilkan wadah besar yang biasa digunakan untuk minum sekeluarga. Lalu beliau memerah susu hingga wadah terisi penuh. Beliau menyuruh Ummu Ma’bad untuk meminumnya, juga para sahabat, baru setelah itu Rasul yang meminumnya.
Kemudian beliau memerah lagi susu domba tersebut dalam wadah hingga penuh. Setelah itu, beliau berpamitan kepada Ummu Ma’bad untuk melanjutkan perjalanannya. Tidak lama kemudian, suami Ummu Ma’bad tiba di kemah sambil menggiring domba-domba yang kurus kering dan berjalan tertatih-tertatih karena lemah. Ketika matanya melihat susu dalam wadah, Abu Ma’bad terbelalak. Ia bertanya dengan terheran-heran, “Darimana engkau mendapatkan susu ini, bukankah domba-domba kita tidak ada di sini? Di kemah juga tidak ada domba yang susunya bisa diperah.”
Ummu Ma’bad menjawab “Memang benar, Demi Allah hanya saja, tadi ada orang yang penuh berkah yang lewat sini. Ia berkata begini dan begini, sedangkan penampilannya begini dan begini. Abu Ma’bad berkata “Demi Allah, aku yakin dialah orang yang sedang dicari oleh orang-orang quraisy. Wahai Ummu Ma’bad coba terangkan ciri-cirinya kepadaku”.
[Baca juga: Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyyah: Pemilik Domba yang Penuh Berkah (2)]
Ummu Ma’bad menjelaskan, “Dia sangat tampan, wajahnya memancarkan sinar, perawakannya sempurna, perutnya tidak besar dan kepalanya tidak kecil. Parasnya sangat gagah, bola matanya hitam dan bulu matanya memanjang. Suaranya nyaring, lehernya panjang, matanya sangat jernih, alisnya jelas dan rambut kepalanya sangat hitam. Perkataannya enak didengar, nadanya serius, tidak terlalu pendiam dan tidak terlalu banyak bicara yang tidak berguna. Kata-katanya seperti butir-butir berlian yang tersusun rapi. Ia ibarat cabang pohon yang diapit oleh dua cabang lainnya, sehingga ia tampak yang paling indah dan paling baik. Dia bersama beberapa  sahabatnya yang selalu menemaninya, mendengarkan apabila ia berbicara. Segera melaksanakan apabila ia menyuruh sesuatu. Dia benar-benar disegani sebagai pempimpin. Dia tidak suka cemberut dan tidak suka mengeluh”.
Abu Ma’bad berkata “Demi Allah, ialah orang yang dicari oleh orang-orang Quraisy. Sebenarnya sejak awal aku sudah tertarik ingin menjadi pengikutnya dan jika ada kesempatan aku akan melakukannya.”
Setelah itu, ramai di Makkah tentang desas-desus tentang apa yang terjadi di kemah Ummu Ma’bad itu. Semua orang mendengarnya, tetapi tidak tahu siapa yang telah melihatnya.
Setelah kejadian itu, Iman telah menyentuh lubuk hati Ummu Ma’bad sejak pertama kali mendengar dan melihat Rasulullah. Buktinya ketika ada orang-orang quraisy yang mencari dan menanyakan keberadaan Rasulullah saw ummu Ma’bad  memberikan jawaban yang tidak benar. Ia mengatakan kepada orang quraisy “Kalian menanyakan sesuatu yang tidak pernah aku dengar sejak setahun yang lalu.”
Memeluk Islam
Pada akhirnya Ummu Ma’bad dan suaminya memutuskan untuk menemui Rasulullah saw berbaiat dan berjanji untuk menjadi muslim yang baik.
[Baca juga: Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyyah: Pemilik Domba yang Penuh Berkah (1)]
Pada suatu hari Ummu Ma’bad menghadiahkan seekor domba untuk Nabi saw. Tetapi sungguh mengejutkan, beliau malah menolaknya. Hal ini membuat Ummu Ma’bad tidak enak hati.
Para sahabat berkata “Rasulullah menolak domba pemberianmu karena  beliau melihat domba itu sangat baik. Akhirnya Ummu Ma’bad menghadiahi Nabi saw seekor domba yang kurus dan tidak bisa menghasilkan susu. Dan ternyata Rasulullah saw mau menerimanya. Ummu Ma’bad benar-benar ingin menyenangkan hati Rasulullah saw.
Ummu Ma’bad ra melewati masa-masa hidupnya di bawah naungan iman dengan giat melaksanakan sholat, puasa dan ibadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Hal ini membuat hatinya menjadi senang dan tenteram.
Hati Ummu Ma’bad ra selalu terpaut dengan Islam dan kaum muslimin hingga ia menerima kabar duka yaitu, wafatnya Rasulullah saw. Kesedihan Ummu Ma’bad ra tidak terperi hingga hatinya nyaris hancur. Ia selalu teringat dengan pertemuan pertamanya dengan Rasulullah saw. Yakni pada saat beliau dan para sahabat singgah di kemahnya dalam rangka perjalanan hijrah ke Madinah. Namun Ummu Ma’bad tidak larut terus dalam kesedihan, ia tahu bahwa sikap ridha adalah kunci segala kebaikan. *bersambung