by Danu Wijaya danuw | Jun 18, 2019 | Artikel, Berita, Internasional
Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Mantan Presiden Mesir yang hafal Al Qur’an, Mohammed Mursi meninggal dunia setelah menjalani sidang. Kabar duka itu memancing reaksi dari tokoh dunia, lembaga dunia, serta keluarga Mursi sendiri.
Media pemerintah Mesir menyebut Mursi pingsan saat menjalani persidangan pada Senin (17/6/2019). Dia sempat berbicara di depan hakim sebelum tak sadarkan diri.
“Dia berbicara di depan hakim selama 20 menit, kemudian menjadi sangat bersemangat dan pingsan. Dia segera dilarikan ke rumah sakit tempat dia kemudian meninggal,” kata sumber pengadilan seperti dikutip dari Aljazeera, Senin (17/6/2019).
Mursi (67) menjadi Presiden Mesir yang terpilih secara demokratis pada 2012 setelah berakhirnya 30 tahun pemerintahan Presiden Husni Mubarak. Mursi kemudian digulingkan menyusul kudeta militer oleh jenderal As Sisi pada Juli 2013.
Dia menjabat hanya satu tahun dari empat tahun masa jabatannya. Sejak kudeta itu, organisasi tempat Mursi berasal, Ikhwanul Muslimin, dibekukan rezim pemerintah kudeta Mesir.
Sebelum meninggal, Mursi tengah menghadapi persidangan atas tuduhan berkolaborasi dengan organisasi Hamas. Dia sempat dijatuhi hukuman seumur hidup, namun keputusan itu kandas di tingkat kasasi.
Berikut reaksi para tokoh dan lembaga internasional menyusul kabar meninggalnya Mursi:
1. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Erdogan menyampaikan ucapan belasungkawa lewat Twitter resmi. Presiden Turki itu memuji Mursi dengan menyebut jasanya dalam perjuangan demokrasi terbesar dalam sejarah.
“Saya mengetahui berita kematian saudara saya Mohammed Mursi, Presiden Mesir pertama yang berkuasa dalam pemilihan yang demokratis.
Erdogan pun mendoakan presiden mesir yang hidup sederhana itu,
” Semoga Allah mengistirahatkan saudara kita Morsi kita, jiwa martir kita dalam damai, yang memberikan salah satu perjuangan demokrasi terbesar dalam sejarah.” kata Erdogan, yang telah menjalin hubungan dekat dengan mantan presiden Mesir tersebut
2. Emir Qatar
Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani menyampaikan belasungkawa kepada keluarga Morsi dan rakyat Mesir.
“Kami menerima dengan sangat sedih berita kematian mendadak mantan presiden Dr. Mohamad Morsi. Saya menyampaikan belasungkawa terdalam saya kepada keluarga dan rakyat Mesir. Kami milik Tuhan dan kepadanya kami akan kembali,” kata Sheikh Tamim dalam posting Twitternya.
3. PBB
Meninggalnya Mursi juga mendapat respons dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Mantan Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-Moon dahulu menyatakan keprihatinan atas kudeta militer terhadap presiden Muhammad Mursi.
Ban percaya bahwa “campur tangan militer dalam urusan negara manapun adalah memprihatinkan,” kata Wakil PBB, Eduardo del Buey
Juru bicara PBB, Stephane Dujarric menyampaikan belasungkawa kepada kerabat dan pendukung Mursi.
4. Lembaga Hak Asasi Manusia Dunia
Sarah Leah Whitson, Direktur Eksekutif Human Rights Watch Divisi Timur Tengah dan Afrika Utara, ikut sedih sebab baru saja menyelesaikan laporan Mursi yang ditahan dipenjara memprihatinkan.
Dirinya menyebut kematian Mursi ‘mengerikan tetapi sepenuhnya dapat diprediksi’, mengingat kegagalan pemerintah memberinya perawatan medis yang memadai.
5. Putra Mohammed Mursi
Dalam sebuah posting Facebook, putra Mursi, Ahmed, membenarkan kematian ayahnya. Dia juga menyinggung persatuan dalam posting-an itu.
“Di depan Allah, ayahku dan kita akan bersatu,” tulisnya.
6. Anggota Ikhwanul Muslimin
Mohammed Sudan, anggota terkemuka Ikhwanul Muslimin di London, menggambarkan kematian Mursi sebagai ‘pembunuhan berencana’.
Alasannya, Mursi dilarang menerima obat atau kunjungan dan hanya ada sedikit informasi tentang kondisi kesehatannya.
“Dia telah ditempatkan di belakang sangkar kaca (selama persidangan). Tidak ada yang bisa mendengarnya atau tahu apa yang terjadi padanya. Dia belum menerima kunjungan selama sebulan atau hampir setahun. Dia mengeluh tidak mendapatkan obatnya. Ini adalah pembunuhan yang direncanakan. Ini adalah kematian yang perlahan,” kata Sudan.
Disadur : Detik/IndonesiaInside/ Aljazerah/Time
by Danu Wijaya danuw | Sep 28, 2018 | Artikel, Berita, Internasional
NEW YORK – Presiden Turki, Tayyip Erdogan melemparkan kritikan terhadap Dewan Keamanan (DK) PBB.
Berbicara di Sidang Majelis Umum PBB ke-73 di New York, Erdogan menyebut DK PBB hanya melayani lima anggota tetapnya.
“DK PBB saat ini melayani kepentingan lima anggota tetap pemegang hak veto. Kelima anggota DK, AS, Rusia, China, Prancis dan Inggris, berdiam diri terhadap penindasan di belahan lain dunia,” kata Erdogan, seperti dilansir Anadolu Agency pada Rabu (26/9).
Erdogan telah lama menganjurkan untuk mereformasi struktur DK PBB. Dia menyatakan, dunia lebih besar dari hanya lima negara, merujuk pada lima anggota tetap DK PBB.
Dia mengatakan, pembantaian masa lalu di Bosnia, Rwanda dan Somalia, serta baru-baru ini terjadi di Myanmar dan yang sedang berlangsung di Palestina, semuanya terjadi di depan mata DK PBB
Erdogan berbicara tentang Palestina
“Mereka yang tidak mengangkat suara mereka terhadap penindasan orang Palestina, upaya mereka bahkan untuk mengurangi bantuan bagi mereka, hanya meningkatkan keberanian para penindas,” ucapnya,
Hal ini mengacu pada keputusan AS baru-baru ini untuk memotong bantuan kepada badan PBB untuk pengungsi Palestina.
“Turki akan terus berdiri dengan orang-orang Palestina yang “tertindas” dan akan melindungi status sejarah dan hukum Yerusalem,” tukasnya.
Erdogan menggarisbawahi perlunya reformasi menyeluruh dalam struktur dan fungsi PBB, khususnya DK PBB.
Pemimpin Turki kemudian mengatakan, secara umum PBB telah melakukan pekerjaan dan mencapai sukses besar selama 73 tahun berdiri.
“Namun, itu juga fakta bahwa seiring waktu PBB bergerak menjauh dari memenuhi harapan umat manusia untuk perdamaian dan kesejahteraan,” jelasnya.
Sumber : Anadolou Agency/Sindonews
by Danu Wijaya danuw | Sep 10, 2018 | Artikel, Berita, Internasional
United Nations of Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) PBB akhirnya mengeluarkan resolusi yang menyatakan Yahudi tidak memiliki kaitan apapun dengan kompleks Masjid al-Aqsha di Yerusalem, kamis (13/10/2016)
Resolusi itu juga mengecam “agresi” Zionis Israel terhadap pegawai Organisasi Dukungan Muslim dan Urusan Al-Aqsa yang dikelola Yordania, dimana bertanggung jawab atas pemeliharaan komplek masjid.
Selain itu resolusi ini menolak keterkaitan Yahudi dengan kompleks Masjid al-Aqsha, dimana kaum Yahudi menyebutnya sebagai Kuil Solomon.
Juru bicara Presiden Otoritas Palestina Mahmud Abbas, Nabil Abu Rudeineh, mengatakan bahwa adopsi resolusi menegaskan kebutuhan Amerika untuk meninjau ulang kesalahan kebijakan yang mendorong Israel untuk melanjutkan pendudukan atas wilayah Palestina.
“Resolusi internasional terhadap pendudukan Israel dan kebijakan mereka, bersama resolusi baru UNESCO atas Yerusalem dan Al-Aqsha, merupakan pesan jelas bahwa komunitas internasional tidak akan memaafkan kebijakan melindungi pendudukan Israel.
Ini merupakan pesan jelas dari dunia bahwa Israel harus segera mengakhiri pendudukan dan mengakui negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya” ujar Abu Rudeineh, seperti dilansir Anadolu.
Draft resolusi yang diproposalkan Mesir, Aljazair, Moroko, Sudan, Libanon, Oman dan Qatar itu diratifikasi setelah 24 anggota UNESCO setuju, enam anggota tidak setuju dan 26 lainnya abstain.
Sementara Syaikh Mohammed Hussein, Mufti Yerusalem, menjelaskan resolusi UNESCO sebagai sebuah pengakuan terhadap hak-hak Muslim Palestina atas Masjid al-Aqsha dan Yerusalem timur.
“Kaum Yahudi tidak punya hak untuk beribadah di Masjid al-Aqsha atau bahkan untuk mengklaim sebagian darinya, Al-Aqsha, tegasnya, “merupakan tempat suci untuk selamanya” tegas Mohammed.
Namun pada dua minggu diakhir bulan Juli ini, para pemuka Yahudi di Israel masuk ke Masjidil Al Aqsha sebagai provokasi dan aneksasi agar menjadi milik Yahudi.

Foto ini diambil dari facebook Abdillah Onim, WNI yang tinggal di Gaza Palestina. Terlihat rabi yahudi membaca kitab talmud didalam komplek Masjid Al Aqsha.
Sumber : Islamedia
by Danu Wijaya danuw | Sep 3, 2018 | Artikel, Berita, Internasional
JENEWA – Penyelidik PBB menyatakan, militer Myanmar melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap para perempuan Muslim Rohingya.
Penyelidik juga menuntut agar Panglima Militer dan 5 jenderal di negara itu diadili karena memiliki “niat genosida”.
Laporan penyelidik PBB ini diumumkan di Jenewa, Senin (27/8/2018). Pemerintah sipil Myanmar yang secara de facto dipimpin oleh Aung San Suu Kyi juga dinyatakan telah mengizinkan :
- Pidato kebencian berkembang
- Menghancurkan dokumen bukti dan gagal melindungi minoritas dari kejahatan terhadap kemanusiaan
- Dan kejahatan perang oleh tentara di Rakhine, Kachin dan Shan.
“Dengan demikian, itu berkontribusi terhadap atrocity crimes,” bunyi laporan penyelidik PBB.
Sekitar 700.000 warga Rohingya melarikan diri dari penindasan selama operasi militer. Sebagian besar dari mereka hingga kini masih tinggal di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh.
Laporan PBB mengatakan, aksi militer termasuk membakar desa-desa Rohingya sangat tidak proporsional terhadap ancaman keamanan yang sebenarnya.
PBB mendefinisikan genosida sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk menghancurkan kelompok nasional, etnis, ras atau agama secara keseluruhan atau sebagian.
“Kejahatan di Negara Bagian Rakhine, dan cara di mana mereka lakukan, memiliki sifat, gravitasi dan ruang lingkup yang serupa dengan yang telah memungkinkan niat genosida untuk diwujudkan dalam konteks lain,” lanjut laporan dari Misi Pencari Fakta Internasional Independen PBB di Myanmar tersebut.
Laporan PBB terkait rantai komando
Laporan itu memiliki tebal 20 halaman. “Ada informasi yang cukup untuk menjamin penyelidikan dan penuntutan para pejabat senior dalam rantai komando Tatmadaw (tentara), sehingga pengadilan yang kompeten dapat menentukan tanggung jawab mereka untuk genosida dalam kaitannya dengan situasi di negara bagian Rakhine,” imbuh laporan itu, seperti dikutip Reuters.
Pemerintah Myanmar, yang telah dikirimi salinan laporan penyelidik PBB, belum berkomentar.
Dihubungi melalui telepon, juru bicara militer Myanmar Mayor Jenderal Tun Tun Nyi mengatakan bahwa dia tidak bisa segera berkomentar.
Panel PBB, yang dipimpin oleh mantan Jaksa Agung Indonesia, Marzuki Darusman, menunjuk Panglima Militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing dan lima jenderal lainnya yang harus menghadapi pengadilan.
Para Jenderal itu termasuk Brigadir Jenderal Aung Aung, komandan “33rd Light Infantry Division”, yang mengawasi operasi di desa pesisir Inn Din di mana 10 anak dan pria dewasa Rohingya dibunuh. Empat jenderal lain tak disebutkan secara detail.
Reuters tidak dapat menghubungi Panglima Min Aung Hlaing atau pun Jenderal Aung Aung pada hari Senin untuk berkomentar.
Pembantaian itu diungkapkan oleh dua wartawan Reuters; Wa Lone, 32, dan Kyaw Soe Oo, 28, yang ditangkap Desember lalu dan diadili atas tuduhan melanggar UU Rahasia Negara. Pengadilan semestinya menyampaikan putusan pada hari Senin, tetapi ditunda sampai 3 September 2018.
Laporan itu mengatakan Suu Kyi, seorang penerima Hadiah Nobel Perdamaian, tidak menggunakan posisi de facto sebagai Kepala Pemerintahan, atau otoritas moralnya, untuk menghentikan atau mencegah peristiwa mengerikan itu berlangsung.
Juru bicara Suu Kyi, Zaw Htay, tidak dapat segera dihubungi untuk memberikan komentar.
Komisaris Tinggi HAM PBB, Zeid Ra’ad al-Hussein menyebut tindakan keras terhadap Rohingya sebagai “contoh buku teks tentang pembersihan etnis”.
Sumber : Reuters/Sindonews
by Danu Wijaya danuw | Apr 30, 2018 | Artikel, Berita, Internasional
Jakarta – Para pengungsi Rohingya di kamp pengungsi Cox’s Bazar, Bangladesh mencurahkan segala keluh kesahnya saat dikunjungi delegasi utusan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB), Minggu (29/4). Mereka minta bantuan agar dapat pulang ke kampung halamannya dengan selamat di Myanmar.
Beberapa wanita dan anak perempuan menangis dan memeluk Duta Besar Inggris untuk PBB, Karen Pierce, saat bercerita apa yang terjadi pada mereka.
Para pengungsi tersebut minta keadilan atas pembunuhan, pemerkosaan dan pembakaran yang menyebabkan mereka terpaksa mengungsi dari kampung halamannya di negara bagian Rakhine, Myanmar.
“Hal ini menunjukkan besarnya tantangan, saat kita sebagai DK PBB mencari jalan bagaimana mereka bisa pulang,” kata Pierce.
“Hal yang menyedihkan adalah tidak ada yang bisa kita lakukan saat ini yang mengurangi penderitaan mereka.”
Para utusan DK PBB yang akan bertemu pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, Senin (30/4), mampir ke kamp pengungsi Kutupalong, Cox’s Bazar, Minggu (29/4).
Kamp pengungsi yang gersang, kering, dan berdebu tersebut menampung 700 ribu warga Rohingya yang menyelamatkan diri dari Rakhine Utara, Myanmar.
“Sangat mengharukan, saya belum pernah menyaksikan kamp pengungsi seperti ini. Bencana bakal terjadi jika hujan mengguyur,” kata Deputi Duta Besar AS untuk PBB, Kelley Currie.
Beberapa pejabat PBB dan relawan kemanusiaan telah menyerukan kekhawatiran akan datangnya musim hujan yang memperburuk situasi di penampungan pengungsi itu.
Ratusan ribu pengungsi tinggal di gubuk-gubuk yang terbuat dari bambu, plastik dan terpal yang dibangun ala kadarnya.
Sumber : CNN Indonesia