by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | May 8, 2016 | Artikel, Tausiyah Iman
Tausiyah Iman – 29 April 2016
Banyak orang yang terampil berbicara. Tapi jarang yang terampil mendengar.
Banyak orang yang senang diperhatikan; tetapi sedikit yang senang memerhatikan.
Diam dan menyimak perkataan teman bicara adalah bagian dari akhlak. Terlebih bila perkataan tersebut mengandung hikmah dan pelajaran berharga dari lisan siapapun ia keluar.
Inilah adab yang ditunjukkan oleh generasi salaf. Mereka tidak hanya punya ilmu tetapi sangat menghargai dan mengamalkannya.
Atha’ berkata, “Ketika seseorang mengutarakan sebuah hadits, aku diam dan mendengarkan seolah-olah tidak pernah mendengarnya. Padahal aku sudah pernah mendengar sebelum orang itu dilahirkan.”
Ustadz Fauzi Bahreisy
(Baca juga: Beriman dan Berilmu)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
by Farid Numan Hasan faridnuman | May 8, 2016 | Adab dan Akhlak, Artikel
Oleh: Farid Nu’man Hasan
3. Larangan Mencukur Rambut Dengan Cara Qaza’
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ القَزَعِ
“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang qaza’.” [1]
Apakah Qaza’?
Nafi’ –seorang tabi’in dan pelayan Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma menjelaskan:
يُحْلَقُ بَعْضُ رَأْسِ الصَّبِيِّ وَيُتْرَكُ بَعْضٌ
“Kepala bayi yang dicukur sebagian dan dibiarkan sebagian lainnya“. [2]
Contoh qaza’ adalah seorang yang membiarkan bagian depan kepala, tapi mencukur bagian belakangnya, atau yang tengah dibiarkan tapi kanan kirinya dicukur. Inilah yang kita lihat dari model-model rambut orang kafir yang ditiru remaja Islam. Kadang ada orang tua yang mencukur anaknya seperti ini lalu dibuat buntut, sekedar untuk lucu-lucuan.
[Baca juga: Adab Terhadap Rambut (bagian 1)]
Hal ini dilarang karena bertentangan dengan prinsip keadilan Islam, sampai-sampai dalam masalah yang dianggap sepele ini Islam tidak mengkehendaki adanya kezaliman.
Ada penjelasan yang bagus dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah, sebagaimana dikutip oleh murid kesayangannya, Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah, sebagai berikut:
قَالَ شَيخنَا وَهَذَا من كَمَال محبَّة الله وَرَسُوله للعدل فَإِنَّهُ أَمر بِهِ حَتَّى فِي شَأْن الانسان مَعَ نَفسه فَنَهَاهُ أَن يحلق بعض رَأسه وَيتْرك بعضه لِأَنَّهُ ظلم للرأس حَيْثُ ترك بعضه كاسيا وَبَعضه عَارِيا وَنَظِير هَذَا أَنه نهى عَن الْجُلُوس بَين الشَّمْس والظل فَإِنَّهُ ظلم لبَعض بدنه وَنَظِيره نهى أَن يمشي الرجل فِي نعل وَاحِدَة بل إِمَّا أَن ينعلهما أَو يحفيهما
“Syaikh kami (Ibnu Taimiyah) mengatakan: Ini merupakan bagian dari kesempurnaan kecintaan Allah dan rasul-Nya terhadap keadilan. Hal itu diperintahkan sampai-sampai urusan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Maka, larangan mencukur sebagian kepala dan membiarkan yang lain lantaran itu merupakan kezaliman terhadap kepala ketika dia dibiarkan sebagian tertutup rambut dan sebagian lain terbuka. Sepadan dengan ini adalah larangan duduk di antara matahari dan tempat berteduh, karena itu merupakan kezaliman atas sebagian badannya. Seperti ini juga adalah larangan bagi seseorang bejalan dengan satu sendal, tetapi hendaknya dia memakai keduanya atau melepaskan keduanya”. [3]
Larangan ini bukan hanya berlaku bagi anak-anak, tapi juga orang dewasa.
Wallahu A’lam.
*bersambung
[(Baca juga: Adab Terhadap Rambut (bagian 2)]
[1] HR. Bukhari No. 5921 dan Muslim No. 2120
[2] Shahih Muslim No. 2120
[3] Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud, Hal. 100
by Abdul Rochim Lc. MA abdulrochim | May 7, 2016 | Artikel, Tausiyah Iman
Tausiyah Iman – 28 April 2016
Orang yang beriman lagi berilmu lebih baik daripada yang lainnya.
Sebab, dengan iman ia tundukkan syahwatnya
Dan dengan ilmu ia bersihkan perkara-perkara syubhat dari dalam dirinya.
Ustadz Abdul Rochim, Lc., MA
(Baca juga: Selalu dengan Al Quran)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
by Dr. Atabik Luthfi atabikluthfi | May 7, 2016 | Artikel, Qur'anic Corner
Oleh: Dr. Atabik Luthfi
Secara umum, ayat-ayat yang berhubungan dengan proses belajar dan mengajar dapat dirumuskan sebagai berikut.
Pertama, surah al-Baqarah ayat 78; menggambarkan kelompok Ummiyyin yang tidak bersentuhan dengan proses belajar mengajar yang dikecam oleh Al-Qur’an.
Kedua, surah Ali Imran ayat 79; merupakan harapan Allah akan hadirnya umat Rabbaniyyin yang melakukan proses belajar mengajar secara intensif dan sungguh-sungguh.
Ketiga, surah at-Taubah ayat 122; Allah swt mensejajarkan kelompok mujahidin di medan perang dengan mereka yang melakukan aktifitas “tafaqquh fiddin” dengan tanggung jawab mengajarkan dan memberikan peringatan kepada kaumnya.
Keempat, Surah al-Mujadilah ayat 11; Allah swt memberikan kelebihan dan keutamaan beberapa derajat hanya kepada mereka yang beriman dan menjalankan aktifitas belajar dan mengajar dengan tekun.
Dalam bahasa Imam asy-Syaukani, orang yang beriman diberi penghargaan karena keimanannya, demikian juga orang yang berilmu diberi penghargaan atas ilmunya. Namun, orang yang beriman dan berilmu diberi beberapa derajat keutamaan dan kelebihan karena menggabungkan antara dua keutamaan secara bersaman.
Demikian pembahasan Al-Qur’an tentang pendidikan yang lengkap, integral dan komprehensif. Masing-masing komponen pendidikan mengambil peran dan memberikan kontribusi atas lahirnya umat terbaik yang memberi kebaikan bagi hidup dan kehidupan manusia sehingga akan tercapai ’hayatan thayyibah’ seperti yang diharapkan seluruh hamba Allah swt. *disadur dari Tafsir Irsyadi
Sumber:
Telegram @atabikluthfi
by Danu Wijaya danuw | May 6, 2016 | Artikel, Dakwah
Oleh : Persatuan Ulama Islam Sedunia (Al Ittihad al Alamiy li Ulama al Muslimin)
Islam mengatur masyarakat diatas landasan persaudaraan dan persatuan sesama anggotanya, sehingga tidak ada tempat bagi pertikaian antar ras, agama, strata sosial masyarakat dan mazhab. Seluruh manusia (tanpa terkecuali) adalah bersaudara. Mereka disatukan oleh pengabdian kepada Allah dan garis keturunan yang sama yang berasal dari adam.
“Sesungguhnya Tuhan kalian satu dan ayah kalian satu” (H.R. Ahmad, Hadist marfu berasal dari Abu Nadhrah)
Seperti kita ketahui Islam benar-benar memperhatikan kelompok lemah dimasyarakat baik itu para buruh, petani, pekerja dan pegawai rendah yang kurang mendapat perhatian. Tetapi Rasulullah saw sangat memuliakan mereka dan mengisyaratkan bahwa sesungguhnya mereka adalah penyangga utama produktivitas dalam situasi damai dan faktor utama kemenangan dalam peperangan sebagaimana diterangkan dalam hadist shahih.
“Sesungguhnya kalian diberi rizki dan kemenangan (oleh Allah) karena orang-orang lemah diantara kalian.” (H.R. al Bukhari, al Tirmidzi, dan Abu Dawud dari Abu al Darda)
Islam datang memelihara hak-hak kaum lemah dengan baik, diantaranya pengupahan yang adil serta jaminan keselamatan. Fakir miskin, anak yatim, dan anak jalanan mendapat jatah baik rutin seperti zakat atau lainnya. Dengan demikian solidaritas antar masyarakat bisa terwujud.
“Apa saja harta rampasan yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota, ia adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu.” (Q.S. Al Hasyr : 7).
(Baca juga: Prinsip Islam Moderat: Islam dan Keluarga)
Kekayaan tidak boleh berputar ditangan orang-orang kaya. Akan tetapi mengambilnya lewat perantara amil dari yang kaya untuk di serahkan kepada fakir miskin. Agama Islam mendekatkan antara orang miskin dan orang kaya, sehingga menghilangkan sifat congkak orang kaya sekaligus mengangkat kedudukan orang fakir.
Kemudian kita meyakini sesungguhnya masyarakat yang shalih tidak bisa dibentuk oleh peraturan saja. Karenanya Islam memperhatikan pembinaan keimanan dan akhlak. Manusia shaleh sebagaimana tergambar surat Al Ashr.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, nasehat menasehati supaya menaati kebenaran, serta nasehat menasehati supaya tetap bersabar.”
Karena itu Persatuan Ulama seDunia memandang wajib memberikan perhatian lebih kepada lembaga pendidikan dari tingkat pree-school hingga universitas agar mereka menanamkan keimanan, akhlak, dan ketakwaan. Dengannya akan terbentuk pribadi muslim yang berakhlak Al Qur’an dan meneladani Nabi Muhammad saw.
(Baca juga: Prinsip Islam Moderat: Islam dan Wanita)
Selanjutnya perhatian wajib diarahkan ke berbagai media. Karena mereka inilah yang menggiring opini, selera, kecenderungan sekaligus membentuk pandangan publik. Oleh sebab itu, media wajib dibersihkan dari hal yang mendangkalkan akidah, merusak pemikiran, dan menyimpangkan akhlak. Landasan baiknya berupa jujur dalam pemberitaan, proporsional dalam hiburan, dan memegang nilai-nilai moral. Media harus pula memainkan peran untuk tujuan besar Islam melalui program-programnya.
Referensi: 25 Prinsip Islam Moderat
Penyusun: Al Ittihad al Alamiy li Ulama al Muslimin (Persatuan Ulama Islam Sedunia)
Penerbit: Sharia Consulting Center (Pusat Konsultasi Syariah)