by Danu Wijaya danuw | Apr 14, 2017 | Artikel, Internasional
Pemerintah Rusia, Rabu (12/4/2017), telah menggunakan hak vetonya terhadap resolusi dekan keamanan PBB terkait masalah Suriah. Resolusi PBB tersebut didukung AS untuk mengecam seragan senjata gas kimia di Khan Shaykun, Idlib, Suriah.
Meski menggunakan hak vetonya, Rusia tetap mendesak Suriah agar membuka pangkalan-pangkalan militernya untuk diperiksa.
Veto Rusia tersebut hanya mendapat dukungan dari anggota DK PBB yaitu Bolivia. Sementara sekutu lainnya, China, Etiopia, dan Kazakhstan memilih abstain.
Sedangkan 10 negara termasuk AS dan Perancis mendukung resolusi yang mengecam Suriah tersebut.
“Keberatan utama terhadap resolusi ini adalah karena didasari tuduhan demi sebuah tujuan di luar investigasi insiden itu,” kata Vladimir Safronkov, wakil utuasan Rusia di DK PBB.
Alasan lain, “Hasil dari voting ini sudah dapat dipastikan, sebab kami tak sepakat dengan sebuah dokumen yang secara fundamental memiliki konsep yang keliru,” tambah Safronkov.
Washington yakin pesawat-pesawat tempur pemerintah Suriah membawa gas sarin yang mematikan dari pangkalan militer Suriah.
Sementara itu, utusan Inggris di DK PBB Matthew Rycroft mengatakan, veto kedelapan terkait konflik Suriah sejak 2011 itu tak bisa dibendung.
Rycroft hanya mengingatkan Moskwa terkait janji mereka untuk menghancurkan senjata kimia menyusul sebuah serangan pada 2013.
Sedangkan Presiden Perancis Francois Hollande menyebut Moskwa menanggung beban tanggung jawab berat karena merusak upaya mengakhiri krisis Suriah.
Sementara, utusan AS Nikki Haley menegaskan, dia masih memiliki harapan di masa depan Moskwa akan bekerja sama dalam masalah ini.
Haley juga mendesak Rusia agar menggunakan pengaruhnya untuk menekan Presiden Bashar al-Assad agar menhentikan kekerasan dan kegilaan dalam konflik yang sudah menewaskan 400.000 orang itu.
Sumber : Kompas/CBC/Middleeastupdate
by Danu Wijaya danuw | Apr 13, 2017 | Adab dan Akhlak, Artikel
Sering kita melihat status di sosial media yang semisal ini: “Alhamdulillah bangun shalat Tahajud terus sudah sebulan ini”
Atau, “Baru saja transfer 10 juta untuk wakaf, semoga menjadi amal jariyah untuk akhirat kelak”
Memang tidak ada seorang manusia pun yang berhak men-judge seseorang itu berbuat riya hanya dari status facebooknya, karena hanya Allah yang berhak menghakimi, alangkah lebih baik jika kita menyembunyikan amalan yang kita lakukan, sampai-sampai tak ada seorang pun yang tahu.
“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, hamba yang hatinya selalu merasa cukup dan yang suka mengasingkan diri,” (HR. Muslim, no. 2965)
Mengasingkan diri yang dimaksud dalam hadits ini adalah mengasingkan amalannya agar tidak terlihat orang lain.
Meskipun ada amalan yang sah-sah saja untuk diperlihatkan pada orang lain, misalnya dalam rangka berfastabiqul khoirot, namun menyembunyikan amalan itu sesungguhnya lebih baik.
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (QS. Al Baqarah: 271).
Oleh sebab itu, berikut ini beberapa tips yang bisa kita lakukan untuk menyembunyikan amalan:
1. Mendahulukan melakukan berbagai amalan ibadah di rumah
Terutama untuk wanita, shalat terbaik adalah yang dilakukan di kamarnya sendiri.
“Shalat seorang wanita di rumahnya lebih utama baginya daripada shalatnya di pintu-pintu rumahnya, dan shalat seorang wanita di ruang kecil khusus untuknya lebih utama baginya daripada di bagian lain di rumahnya,” (HR. Abu Daud no. 570. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Misalnya ingin tilawah, shalat sunah, jika bisa dilakukan di rumah, lakukanlah di rumah. Jika memang tidak bisa, barulah tak mengapa jika harus dilakukan di mushola atau tempat umum lainnya.
2. Tidak memposting status terkait amalan ibadah diri sendiri
Kecuali jika memang diniatkan untuk memotivasi orang lain, bukan diniatkan untuk pamer ingat, riya itu masalah hati, hanya diri kita sendiri yang bisa mendeteksi adakah unsur riya’ atau ujub dalam postingan tersebut.
3.Tidak mencantumkan gelar atau julukan dengan niat agar orang lain tahu amalan yang sudah kita lakukan
Misalnya, marah kalau tidak disebut Ustad atau Ustadzah, marah kalau lupa ditulis gelar Haji/Hajjah. Justru lebih baik ketika gelar-gelar seperti ini ditanggalkan dari nama kita, agar terhindar dari ujub/bangga diri dan riya.
Sumber: Ummi
by Danu Wijaya danuw | Apr 12, 2017 | Artikel, Dakwah
Dalam melaksanakan shalat, ada beberapa pendapat mengenai boleh atau tidaknya memejamkan mata. Berikut penjelasannya.
Terdapat sebuah hadis dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian melakukan shalat, maka janganlah memejamkan kedua mata kalian.”
Hadis ini diriwayatkan oleh at-Thabrani (w. 360 H) dalam Mu’jam as-Shagir no. 24. dari jalur Mus’ab bin Said, dari Musa bin A’yun, dari Laits bin Abi Salim.
Hadis ini dinilai dhaif oleh para ulama pakar hadis, karena dua alasan,
- Laits bin Abi Salim dinilai dhaif karena mukhtalat (hafalannya kacau), dan dia perawi mudallis (suka menutupi).
- Mus’ab bin Said, dinilai sangat lemah oleh para ulama. Ibnu Adi mengatakan tentang perawi ini, “Beliau membawakan hadis-hadis munkar atas nama perawi terpercaya dan menyalahi ucapan mereka. Status dhaif hadisnya sangat jelas,” (al-Fatawa al-Haditsiyah, al-Huwaini, 1/45 – 46).
Kesimpulannya, hadis di atas adalah hadis dhaif dan Imam ad-Dzahabi (w. 748 H) menilainya munkar. Karena itu, hadis ini tidak bisa dijadikan dalil.
Hanya saja para ulama menegaskan, memejamkan mata ketika shalat hukumnya makruh. Kecuali ketika hal ini dibutuhkan, karena pemandangan di sekitarnya sangat mengganggu konsentrasi shalatnya.
Mengenai alasan dihukumi makruh, ada beberapa keterangan dari para ulama, diantaranya,
a. Memejamkan mata ketika shalat, bukan termasuk sunah Nabi saw. Ibnul Qoyim (w. 751 H) mengatakan,
”Bukan termasuk sunah Nabi saw, memejamkan mata ketika shalat,” (Zadul Ma’ad, 1/283).
b. Memejamkan mata ketika shalat, termasuk kebiasaan shalat orang Yahudi. Dalam ar-Raudhul Murbi’ – kitab fikih madzhab Hambali – pada penjelasan hal-hal yang makruh ketika shalat, dinyatakan, ”Makruh memejamkan mata ketika shalat, karena ini termasuk perbuatan orang Yahudi,” (ar-Raudhul Murbi’, 1/95).
c. Karena memejamkan mata bisa menyebabkan orang tertidur, sebagaimana keterangan dalam Manar as-Sabil (1/66).
Untuk itu, sebagian ulama membolehkan memejamkan mata ketika ada kebutuhan. Misalnya, dengan memejamkan mata, dia menjadi tidak terganggu dengan pemandangan di sekitarnya.
Jadi Kesimpulan yang benar, jika membuka mata (ketika shalat) tidak mengganggu kekhusyuan, maka ini yang lebih afdhal.
Tetapi jika membuka mata bisa mengganggu kekhusyuan, karena di arah kiblat ada gambar ornamen hiasan, atau pemandangan lainnya yang mengganggu konsentrasi hatinya, maka dalam kondisi ini tidak makruh memejamkan mata.
Dan pendapat yang menyatakan dianjurkan memejamkan mata karena banyak gangguan sekitar, ini lebih mendekati prinsip ajaran syariat dari pada pendapat yang memakruhkannya, (Zadul Ma’ad, 1/283).
*Ket : Kitab Zadul Ma’ad adalah kitab sirah nabawiyyah karya Ibnul Qayyim Al Jauziyah. Kitab ini merupakan sumber penting dalam mencari ilmu berdasarkan kisah perjalanan hidup Nabi saw dan fikih-fikih yang dikandungnya.
by Danu Wijaya danuw | Apr 11, 2017 | Artikel, Kisah Sahabat
Siapa yang sangka dibalik sikap tegas dalam memimpin umat Islam, Khalifah Umar bin Al-Kathab ra yang berwatak keras, tertegun melihat keputusan seorang qadhi (hakim) dari kalangan thabi’in yang bernama Syuraih.
Kisah klasik itu bermula ketika Umar tengah melakukan perjalanan ke beberapa dusun di wilayah Madinah. Dalam perjalanan syiar agamanya itu, Umar tertarik dengan seekor kuda yang tengah di pajang di salah satu sudut dusun di Madinah.
Melihat cocok dengan penampakan luar kuda itu, Umar tertarik untuk memilikinya. Usai kesepakatan dengan si penjual, Umar langsung menunggangi kuda itu seraya menuju pulang ke rumahnya yang juga berada di wilayah Madinah.
Namun berjalan belum jauh dengan kuda itu, tiba-tiba kuda itu menjadi cacat dan tak mampu melanjutkan perjalanan.
Merasa tertipu, Umar pun membawanya kembali kepada penjual kuda tersebut. Dengan maksud menukar dengan kuda yang baru.
“Aku kembalikan kudamu ini karena dia cacat,” kata Umar kepada si penjual kuda.
Merasa tak ada yang salah dalam barang dagangannya, si penjual itu kekeuh tak mau menukar kudanya yang telah di jual ke Umar.
“Tidak wahai Amirul Mukminin, tadi aku menjualnya dalam keadaan baik,” jawab si penjual kuda.
“Baiklah, kalau begitu kita cari orang yang akan memutuskan permasalahan ini,” ucap Umar.
“Aku setuju, aku ingin Syuraih bin Al Harits al Kindi menjadi qadhi bagi kita berdua,” ujar si penjual kuda menimpali tantangan Umar.
Sudah kepalang tanggung dengan ucapannya, Umar pun mengajak si penjual kuda menemui qadhi (hakim) yang bernama Syuraih.
Dalam pertemuan yang dilakukan di rumah Syuraih, Umar lebih dulu menjelaskan duduk persoalannya.
Kepada Syuraih, Umar menuturkan kekecewaannya lantaran merasa tertipu dengan warga dusun itu.
Giliran si penjual kuda yang menuturkan kejadian salah paham itu. Namun dalam pertemuan ini, keduanya tidak menemui titik terang.
Umar merasa dirinya berhak mengembalikan kuda itu. Sementara penjual kuda itu merasa tak ada yang salah dengan kuda yang dijualnya.
Merasa menghormati Umar sebagai khalifah tetapi demi melihat kondisi untuk menemukan solusi, Syuraih bertanya kepada Khalifah Umar Bin Khattab.
“Wahai amirul Mukminin, apakah engkau mengambil kuda darinya dalam keadaan baik?” tanya Syuraih kepada Umar.
“Benar,” jawab Umar.
“Ambillah yang telah engkau beli, wahai Amirul Mukminin atau kembalikan kuda tersebut dalam keadaan seperti tatkala engkau membelinya,” terang Syuraih.
Melihat pendapat Syuraih itu Umar terdiam. Umar tak menyangka bakal mendapat keputusan seperti itu. Meski sempat tidak puas dalam hatinya, Umar tetap menerima putusan itu bahwa pendapatnya salah.
“Hanya beginikah pengadilan ini? Kalimat yang singkat dan hukum yang adil. Berangkatlah ke Kufah Irak, karena aku mengangkatmu menjadi Qadhi (hakim) di sana,” kata Umar kepada Syuraih.
Sejak itulah Syuraih menjadi hakim di Kuffah, Irak. Bagi masyarakat Madinah sosok Syuraih dikenal dengan kecerdasannya.
Ketika menjadi hakim di Irak, dia dikenal dengan keputusannya yang selalu bersikap netral dan terkenal bersih dalam upaya sogokan.
by Danu Wijaya danuw | Apr 11, 2017 | Artikel, Muallaf
Kuliah umum Dr Zakir Naik di Baruga AP Pettarani, Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Senin (10/4/2017) berakhir tepat pukul 13.40 WITA. Ulama asal India menjawab 12 pertanyaan peserta yang semuanya non-muslim.
Dari 12 penanya, 8 orang di antaranya langsung menyatakan sikap memeluk agama Islam. Sebelumnya, mereka umumnya beragama Kristen, baik Protestan maupun Katolik.
Pelajar
Dari delapan orang yang bersyahadat di hadapan Dr Zakir Naik, seorang di antaranya masih berstatus pelajar. Dia datang masih dengan mengenakan seragam sekolah.
Setelah bertanya, dia akhirnya menyatakan sikapnya untuk memeluk agama Islam dengan dituntun Dr Zakir Naik.

Seusai mengucapkan dua kalimat syahadat, dia langsung dipakaikan jilbab oleh istri Wakil Gubernur Sulsel.
Bule Cantik
Menariknya, dalam kuliah umum ini, semua perempuan yang bertanya, langsung menanyakan diri masuk Islam. Salah satu di antaranya bahkan berpaspor luar negeri. Bule berparas cantik itu juga menyatakan diri masuk Islam setelah pertanyaannya dijawab Zakir Naik.
Wanita Tionghoa

Kemudian ada Ellen yang berasal dari etnis Tionghoa, sebelumnya beragama Kristen Katolik. Sambil menangis, dia mengucapkan syahadat dituntun langsung Dr Zakir Naik.
Pria Myanmar
Ada pula Junaid yang datang jauh-jauh dari myanmar untuk menghadiri acara ini. Pada kesempatan ini, Junaid diberikan kesempatan bertanya. Menggunakan bahasa asing, dia menyebut dirinya pernah beragama Islam, lalu keluar, dan masuk lagi.
Pada kesempatan awal, Dr Zakir Naik memberikan kesempatan kepada peserta nonmuslim untuk bertanya. Mereka yang bisa berbahasa Inggris didahulukan.
Dr Zakir Naik membimbing non muslim yang mengucapkan kalimat syahadat. Suasana haru selalu menyelimuti aula tempat acara berlangsung.
Diolah dari : Fajar/FajarOnline