by Danu Wijaya danuw | Jun 21, 2019 | Artikel, Berita, Muallaf
Deddy Corbuzier, resmi menjadi mualaf usai membaca dua kalimat syahadat yang dibimbing oleh Gus Miftah sahabat sekaligus pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji, Sleman, Yogyakarta.
Diakui Deddy Corbuzier, saat mendalami ajaran Islam ia rasakan kelembutan. Tapi, ketika harus menghafal doa-doa, bapak satu anak ini mengaku kesulitan. Menurutnya, itu karena tidak terbiasa saja.
Saksi Deddy masuk Islam ialah perwakilan dari Mualaf Center Yogyakarta (MYC), lalu Shabrina Khairunissa, dan banyak jamaah masjid shalat jumat yang menyaksikannya.
Seusai mengucapkan kalimat syahadat, ada momen haru, yaitu ketika Deddy memeluk Gus Miftah dan beberapa orang menyalami Deddy. Jamaah masjid dan awak media pun mengumandangkan takbir tanda sujud syukur karena Deddy telah memeluk agama Islam.
Gus Miftah Menceritakan Awal Pertemuannya dengan Deddy
Dirinya mulai akrab dengan Deddy setelah bertemu di acara Hitam Putih. Saat itu Gus Miftah diundang karena viral dakwah dan shalawat ke diskotek di Bali.
Selepas acara itu, keduanya semakin akrab. Selama bertukar pikiran, banyak hal yang menjadi topik pembicaraan Deddy dengan Gus Miftah termasuk mengenai agama Islam. Usut punya usut, Deddy Corbuzier mulai mempelajari agama Islam delapan bulan lalu.
Hal itu disampaikan oleh Gus Miftah, tokoh muslim yang sangat dekat dengannya. Menurut Gus Miftah, Deddy sering sekali bertanya tentang Islam secara rasional ataupun tidak rasional.
“Walaupun saya bilang tidak semua ajaran Islam bisa dirasionalkan, karena itulah yang membedakan agama dan ilmu pengetahuan,” tutur Gus Miftah.
Menurut Gus Miftah, selain dirinya, Deddy juga mengagumi tokoh muslim lainnya yakni Cak Nun.
Deddy Corbuzier mengaku ingin belajar islam dengan Cak Nun. Mendengar hal yang diungkapkan Deddy, Gus Miftah berinisiatif menelepon Cak Nun dan terjadilah obrolan Deddy Corbuzier dengan Cak Nun via telepon.
Sumber : Liputan6
by Danu Wijaya danuw | Apr 9, 2018 | Artikel, Berita, Internasional, Muallaf
DUBLIN – Leslie Carter, yang sekarang bekerja untuk Pusat Kebudayaan Islam dan menjabat sebagai asisten koordinator wanita, menyatakan memeluk Islam tiga tahun yang lalu.
Leslie Carter berasal dari Irlandia. Leslie menikah dengan seorang muslim, dan dia tetap menganut agama Kristen. Tapi dia dan suaminya memilih untuk tidak mempermasalahkan dan tetap mempertahankan agamanya masing-masing.
Sebagai non-muslim, Leslie sangat menghormati agama suaminya, begitu juga sebaliknya. Tidak ada masalah tentang agama dalam rumah tangga mereka.
Suatu hari ketika suaminya berniat untuk shalat di Islamic Center. Leslie yang awalnya berniat untuk pergi ke pasar, akhirnya ikut suaminya yang bekerja di Islamic Center tersebut.
Sebenarnya, tidak ada rencana bagi saya untuk menjadi seorang Muslimah pada hari itu, Saya bilang bahwa mungkin saya akan memeluk Islam dalam waktu 10 tahun atau kapan pun.
“Tetapi ketika saya berada di sana dan mendengar suara Adzan, saya mulai menangis. Rasanya seperti ada cahaya dalam hati saya atau sesuatu. Saya tahu saya tidak bisa meninggalkan masjid tanpa menyatakan keimanan saya.” ungkapnya, sebagaimana dilansir oleh OnIslam.net.
Adapun putri sulung saya berumur lima tahun. Jika dia sedang menonton TV dan melihat perempuan yang memakai pakaian terbuka dia akan berteriak “Haram, ganti saluran”.” cerita Leslie.
Leslie Carter mengaku bahwa putrinya suka memakai rok panjang, dan tidak suka memakai rok diatas lututnya.
Setelah menjadi muslim, Leslie sekarang bekerja di Islamic Cultural Center di Irlandia yang dibangun dengan dana bantuan dari Al-Maktoum Foundation yang berpusat di Dubai.
Sekarang, kata Leslie, banyak orang yang datang ke Islamic Center itu untuk meminta salinan Al-quran.
“Mungkin mereka ingin mencari penjelasan tentang Islam yang selama ini belum mereka ketahui,” kata Leslie.
Sebelumnya dia adalah penganut Nasrani. Dia mengaku bahwa dia selalu dihantui pertanyaan seputar keyakinan dalam agama kristen, khususnya mengenai pengakuan dosa yang diungkapkan terhadap pendeta. Menurut Leslie, pengakuan dosa itu seharusnya antara dia dan Tuhan, tidak harus memakai perantara.
Namun lamban laun, Leslie merasa mulai meragukan agamanya dan mulai bertanya-tanya tentang Islam. Leslie banyak membaca buku-buku Islam. Dari situ Leslie merasa telah mendapat jawaban dari pertanyaannya tentang Agama.
Sumber : OnIslam.net
by Danu Wijaya danuw | Mar 20, 2018 | Artikel, Berita, Dakwah, Muallaf, Nasional
Senyum lucu dan sikap humoris dari Chef Harada tidak akan terlihat lagi di layar kaca. Sebab Chef asal Jepang yang kerap memandu acara memasak di stasiun televisi telah meninggal dunia.
Mungkin banyak yang mengira Chef Harada merupakan seorang non-Muslim. Padahal, dia sudah menjadi mualaf
Chef bernama lengkap Hirumitsu Harada itu meninggal dunia di Rumah Sakit Puri Cinere pada Senin (19/3/2018).
Menurut penuturan istri Chef Harada, Dewi, suaminya meninggal karena sakit seusai operasi otot virus lambung. Chef Harada berada di rumah sakit sejak 15 Februari 2018.
Dewi menjelaskan, kondisi suaminya sempat membaik pasca operasi. Namun, tidak lama kemudian, kondisi Harada semakin memburuk hingga akhirnya meninggal dunia.
Selama menjadi presenter di sebuah acara televisi swasta, Chef Harada dikenal humoris.
Ia selalu memakai kimono khas Jepang dalam acara tersebut.
Bilamana ditelusuri, fakta hidup Chef Harada begitu menarik untuk disimak.
1. Datang ke Indonesia
Chef Harada pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 1987.
Saat itu, ia menjadi chef di sebuah restoran Jepang di kawasan Blok M, Jakarta.
2. Jadi Mualaf
Pada tahun 1989, Chef Harada memutuskan untuk jadi mualaf.
Ia masuk Islam sebelum menikahi istrinya. Sejak itulah namanya berganti menjadi Muhammad Hirumitsu Harada.
3. Dekat dengan Anak
Harada diketahui begitu dekat dengan salah satu putrinya, Ayumi Harada.
Baik di media sosial Harada atau Ayumi, keduanya kerap terlihat memamerkan kebersamaan.
Bahkan, saat Harada tengah sakit, Ayumi beberapa kali menceritakan kondisi terbaru ayahnya ke media sosial.
Jenazah Chef Harada dimakamkan di TPU Jeruk Purut, Jakarta Selatan pada Senin siang. Pemakaman berlangsung tanpa menunggu kedatangan anak kedua Harada, Hikaru, yang saat itu sedang dalam perjalanan dari Jepang menuju Indonesia.
Sumber : Tribunnews
by Danu Wijaya danuw | Aug 25, 2017 | Artikel, Berita, Muallaf
Warga negara Pakistan bernama Deen Mohammad Shaikh berhasil mengislamkan 108 ribu pemeluk agama Hindu. Aktivitas mengajak umat Hindu untuk memeluk Islam sudah dijalaninya sejak tahun 1989.
Mohammad Shaikh yang saat ini telah berusia 70 tahun, sebelumnya merupakan pemeluk agama Hindu dan dengan tanpa ada paksaan akhirnya memutuskan untuk memeluk Islam.
Saat ini beliau menjadi ketua Masjid Jami’ Wali Allah dan Madrasah Islam Aisha Ta’limul Quran, sebuah lembaga untuk memfasilitasi para muallaf.
Penampilan Mohammad Shaikh sangat khas, sering terlihat membawa tongkat untuk membantunya berjalan. Sebuah selendang kafiyeh warna merah putih diletakkan di bahunya saat memberikan ceramah dan petunjuk untuk non muslim di sana.
Mohammad Shaikh telah mewakafkan sembilan hektar tanah untuk disumbangkan kepada para muallaf untuk mendirikan tenda dan menginap agar terhindar dari intimidasi dan tidak menjadi tunawisma.
Mohammad Shaikh pada awalnya ia harus mempelajari Al-Quran secara rahasia untuk menghindari kesalahpahaman bila ia terlihat memegang Al-Quran oleh para muslimin saat itu. Lucunya, dia memulai puasa diam-diam dan sebenarnya dia sedang memulai puasa sehari sebelum Ramadhan dimulai.
Ibu Mohammad Shaikh mulai melihat gelagat anaknya akan pindah ke agama lain. Dia berpikir jika ia dinikahkan, ia tidak akan berpindah agama. Akhirnya pada umur 15 tahun pernikahannya dilangsungkan dan tanpa waktu yang lama ia telah memiliki empat anak perempuan dan delapan anak laki-laki.
Namun ketertarikannya kepada Islam tidak hanya sebatas itu. Saat dipenuhi rasa ingin tahu tersebut, ia bertemu dengan seorang guru Islam bernama Sain Mohammad Jagsi, yang menyuruhnya mempelajari Al-Qur’an dan Hadist.
Untungnya, paman Mohammad Shaikh berpikiran sama dengannya dan mereka saling memberi kekuatan. Mohammad Shaikh sampai menahan putrinya menikah dengan seorang Hindu seperti yang telah ia rencanakan, karena ia teringat akan sulit mengislamkan bila sudah menikah.
Setelah berani mengumumkan bahwa ia telah memeluk agama Islam, Deen Mohammad Shaikh mulai merencanakan misi untuk berdakwah kepada pemeluk Hindu lainya. Mohammad Shaikh memulai dakwahnya tetangga di belakang belakang rumahnya, sampai ke keluarga besar.
Saat menjalankan misi dakwahnya ini Mohammad Shaikh dipertemukan dengan orang kaya dan berkuasa di kota Matli dan bersedia membantunya membuka jalan. Dermawan tersebut adalah seorang pensiunan tentara Pakistan bernama Sikandar Hayat, pemilik pabrik gula di Matli. Ia menawarkan uang dengan jumlah yang besar kepada Shaikh, namun ditolak. Sebaliknya, ia mendesak Hayat untuk memberikan pekerjaan untuk beberapa orang yang baru hijrah. Akhirnya Hayat menyanggupinya dan terus memberikan bantuan bersama putrinya.
Saat ini nama Mohammad Shaikh sudah dikenal telah tersebar ke seluruh Matli dan orang-orang mulai datang kepadanya hingga dari kota yang jauh seperti Balochistan, termasuk penganut semua agama dan sekte, yang ingin hijrah. Kemudian sebuah masjid kecil dibangun di kompleks perumahannya dengan beberapa kamar di mana anak-anak yang kebanyakan perempuan, diajarkan bagaimana melafazkan doa-doa dan membaca Al-Quran.
Meskipun tercatat sudah 108.000 orang yang sudah masuk Islam, Mohammad Shaikh merasa masih belum puas dengan prestasinya. Dia ingin semua orang didunia menjadi Muslim dan belajar dari teladan Rasulullah SAW.
Di waktu luang ia juga ikut menghadiri sidang tahunan Jamaah Tabligh di kota Raiwind.
Sumber : BersamaIslam
by Danu Wijaya danuw | Aug 11, 2017 | Artikel, Muallaf
Pemahaman Jovanda Stevia Vandeline (13 tahun) soal keagamaan tidak kalah dengan teman-teman sebayanya yang terlahir sebagai Muslim.
Pasalnya, ketika ibunda Erlin Margareth Manopo (49 tahun) masuk Islam, Jovanda yang ketika itu masih usia 4 tahun langsung dididik dengan pendidikan Islam.
Ibunda pun memfokuskan Jovanda untuk menghafal Al-Qur’an, selain belajar dan mempraktikan fikih praktis sehari-hari.
Hasilnya, seperti dilansir laman Wakaf Quran, Jovanda sudah hafal tiga juz Al-Qur’an (Juz 1, 29 dan 30).
Tak hanya cerdas secara spiritual, ia juga cerdas secara akademik. Prestasi akademiknya di sekolah dasar, bukan hanya tidak ketinggalan, tetapi anak pertama dari tiga bersaudara ini kerap mendapatkan ranking 1 dan 2.
Karena kecerdasan dan potensinya untuk lebih berkembang, Jovanda pun meneruskan sekolah di kelas 1 SMP Pondok Pesantren Al Izzah Sukabumi.
Sayang ia memiliki ganjalan dalam hal biaya pendidikan. Pasalnya, kiriman ayahanda Mohammad Hapipi (49 tahun) yang merantau ke Bangka Belitung untuk mengadu nasib hanya cukup untuk membayar kontrakan rumah.
Sementara penghasilan ibunda yang menjadi buruh cuci laundry di dekat rumah kontrakannya, di Kelapa Dua Wetan Rt3/1 Kec Ciracas Jakarta Timur, hanya cukup untuk makan sehari-hari.
Kita doakan semoga Jovanda dapat terus istiqomah dalam hidayah Islam ditengah kesulitan hidupnya, dan Allah swt berikan jalan kemudahan untuk membantu keluarganya.
Sumber : BersamaDakwah
by Danu Wijaya danuw | Aug 3, 2017 | Artikel, Muallaf
Salah seorang anak pendeta asal Timor Leste bernama Domingus Roudolsifa mendapat hidayah memeluk agama Islam Islam, keputusan memilih Islam karena tertarik dengan akhlak mulia dan sifat dermawan salah seorang Ustadz bernama Ustadz Syamsul Arifin Nababan.
Domingus menceritakan sebelum memutuskan menjadi seorang Muslim, dia bekerja menjadi pekerja proyek di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Suatu ketika dia bertemu dengan seorang ustadz yang sikapnya baik dan santun. Ustadz itu juga dermawan, tak cuma ke sesama muslim tapi juga kepada nonmuslim.
Akhlak mulia sang Ustadz membuat Domingus sangat kagum dengan ustadz tersebut. Cara bicara dan memperlakukan manusia lainnya begitu baik, sedangkan selama ini dia berkelakukan buruk.
Sampai suatu ketika, dirinya melihat ada dua orang masuk Islam dan mengucapkan dua kalimat syahadat.
“Di situ saya menangis mendengar kalimat dua kalimat syahadat. Dalam pikiran saya apa makna dari syahadat,” ujar Domingus di pondok pesantren Mualaf An Naba center ahad(30/7/2017).
Dia terus kepikiran akhlak mulia sang ustadz dan ingin mempelajari keindahan akhlak Islam. Kemudian Domingus bercerita kepada mandornya soal keinginannya tersebut.
Mandornya lalu menanyakan kesungguhannya. Dia meyakinkan mandornya bahwa bersungguh-sungguh ingin menjadi mualaf.
Sang mandorpun menyarankan agar keputusan itu diungkapkan kepada kedua orangtuanya. Tak menunggu waktu lama dia pulang ke kampung halaman dan menyampaikan keinginannya.
Orangtuanya sangat kaget. Terlebih lagi ibunya merupakan seorang pendeta besar yang disegani di kampung halamannya.
“Alhamdulillah meski kaget namun mereka menyetujui,” ucap pemuda 20 tahun itu.
Tapi dia tidak langsung mengucapkan dua kalimat syahadat. Mandornya yang masih belum yakin atas keinginannya menanyakan langsung kepada kedua orangtua Domingus.
Kedua orangtuanya mengiyakan bahwa mereka setuju jika anaknya pindah agama tanpa ada paksaan pihak manapun.