0878 8077 4762 [email protected]

Mengapa “Fabiayyi ‘aalaa’i Rabbikumaa Tukadzdzibaan” Diulang Sampai 31 Kali?

 
Dalam Surat Ar Rahman, kalimat “Fabiayyi ‘aalaa’i Rabbikumaa Tukadzdzibaan” (فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ) diulang sampai 31 kali. Kepada siapa kalimat tersebut ditujukan dan mengapa diulang sampai 31 kali?
فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan”
Kalimat ini diulang dalam ayat 13, 16, 18, 21, 23, 25, 28, 30, 32, 34, 36, 38, 40, 42, 45, 47, 49, 51, 53, 55, 57, 59, 61, 63, 65, 67, 69, 71, 73, 75, dan 77 surat Ar Rahman.
Kalimat ini ditujukan kepada manusia dan jin sehingga menggunakan kata Rabbikuma (رَبِّكُمَا) yang artinya “Tuhan kamu berdua”.
Berbeda dengan banyak surat lainnya, Surat Ar Rahman menyertakan jin sebagai obyek firman Allah. Jin dan manusia diingatkan bahwa banyak sekali nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dilimpahkan kepada mereka.
Dengan banyaknya nikmat-nikmat yang disebutkan dalam surat Ar Rahman, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengiringinya dengan kalimat “Fabiayyi ‘aalaa’i Rabbikumaa Tukadzdzibaan”.
“Setiap menjelaskan berbagai nikmat, selalu diiringi dengan Fabiayyi ‘aalaa’i Rabbikumaa Tukadzdzibaan,” tulis Syaikh Amru Khalid dalam Khowatir Qur’aniyah.
Lalu mengapa diulang hingga 31 kali? Tentu pengulangan ini adalah hak prerogatif Allah dan hanya Dia-lah yang benar-benar mengetahui hakikat di baliknya.
Namun di antara hikmah yang bisa dipetik, selain mengingatkan agar jin dan manusia menyadari bahwa seluruh nikmat itu datangnya dari Allah, pengulangan itu juga menunjukkan betapa pentingnya syukur atas nikmat-nikmat tersebut.
“Kalimat ini (Fabiayyi ‘aalaa’i Rabbikumaa Tukadzdzibaan) memerintahkan jin dan manusia untuk mensyukuri nikmat-nikmat Allah dan tidak mendustakannya,” terang Syaikh Amru Khalid.
Sedangkan Imam As Suyuthi dalam Al-Itqan fi Ulumil Qur`an, menjelaskan bahwa pengulangan kalimat Fabiayyi ‘aalaa’i Rabbikumaa Tukadzdzibaan itu untuk memantapkan pemahaman dan menekankan betapa pentingnya bersyukur atas nikmat-nikmat itu setelah menyadarinya bahwa ia datang dari Allah Azza wa Jalla .
 
Sumber : Tarbiyah.net

Mualaf Asal Pakistan Ini Telah Mengislamkan 108.000 Pemeluk Hindu

Warga negara Pakistan bernama Deen Mohammad Shaikh berhasil mengislamkan 108 ribu pemeluk agama Hindu. Aktivitas mengajak umat Hindu untuk memeluk Islam sudah dijalaninya sejak tahun 1989.
Mohammad Shaikh yang saat ini telah berusia 70 tahun, sebelumnya merupakan pemeluk agama Hindu dan dengan tanpa ada paksaan akhirnya memutuskan untuk memeluk Islam.
Saat ini beliau menjadi ketua Masjid Jami’ Wali Allah dan Madrasah Islam Aisha Ta’limul Quran, sebuah lembaga untuk memfasilitasi para muallaf.
Penampilan Mohammad Shaikh sangat khas, sering terlihat membawa tongkat untuk membantunya berjalan. Sebuah selendang kafiyeh warna merah putih diletakkan di bahunya saat memberikan ceramah dan petunjuk untuk non muslim di sana.
Mohammad Shaikh telah mewakafkan sembilan hektar tanah untuk disumbangkan kepada para muallaf untuk mendirikan tenda dan menginap agar terhindar dari intimidasi dan tidak menjadi tunawisma.
Mohammad Shaikh pada awalnya ia harus mempelajari Al-Quran secara rahasia untuk menghindari kesalahpahaman bila ia terlihat memegang Al-Quran oleh para muslimin saat itu. Lucunya, dia memulai puasa diam-diam dan sebenarnya dia sedang memulai puasa sehari sebelum Ramadhan dimulai.
Ibu Mohammad Shaikh mulai melihat gelagat anaknya akan pindah ke agama lain. Dia berpikir jika ia dinikahkan, ia tidak akan berpindah agama. Akhirnya pada umur 15 tahun pernikahannya dilangsungkan dan tanpa waktu yang lama ia telah memiliki empat anak perempuan dan delapan anak laki-laki.
Namun ketertarikannya kepada Islam tidak hanya sebatas itu. Saat dipenuhi rasa ingin tahu tersebut, ia bertemu dengan seorang guru Islam bernama Sain Mohammad Jagsi, yang menyuruhnya mempelajari Al-Qur’an dan Hadist.
Untungnya, paman Mohammad Shaikh berpikiran sama dengannya dan mereka saling memberi kekuatan. Mohammad Shaikh sampai menahan putrinya menikah dengan seorang Hindu seperti yang telah ia rencanakan, karena ia teringat akan sulit mengislamkan bila sudah menikah.
Setelah berani mengumumkan bahwa ia telah memeluk agama Islam, Deen Mohammad Shaikh mulai merencanakan misi untuk berdakwah kepada pemeluk Hindu lainya. Mohammad Shaikh memulai dakwahnya tetangga di belakang belakang rumahnya, sampai ke keluarga besar.
Saat menjalankan misi dakwahnya ini Mohammad Shaikh dipertemukan dengan orang kaya dan berkuasa di kota Matli dan bersedia membantunya membuka jalan. Dermawan tersebut adalah seorang pensiunan tentara Pakistan bernama Sikandar Hayat, pemilik pabrik gula di Matli. Ia menawarkan uang dengan jumlah yang besar kepada Shaikh, namun ditolak. Sebaliknya, ia mendesak Hayat untuk memberikan pekerjaan untuk beberapa orang yang baru hijrah. Akhirnya Hayat menyanggupinya dan terus memberikan bantuan bersama putrinya.
Saat ini nama Mohammad Shaikh sudah dikenal telah tersebar ke seluruh Matli dan orang-orang mulai datang kepadanya hingga dari kota yang jauh seperti Balochistan, termasuk penganut semua agama dan sekte, yang ingin hijrah. Kemudian sebuah masjid kecil dibangun di kompleks perumahannya dengan beberapa kamar di mana anak-anak yang kebanyakan perempuan, diajarkan bagaimana melafazkan doa-doa dan membaca Al-Quran.
Meskipun tercatat sudah 108.000 orang yang sudah masuk Islam, Mohammad Shaikh merasa masih belum puas dengan prestasinya. Dia ingin semua orang didunia menjadi Muslim dan belajar dari teladan Rasulullah SAW.
Di waktu luang ia juga ikut menghadiri sidang tahunan Jamaah Tabligh di kota Raiwind.
 
Sumber : BersamaIslam

Alasan Mengejutkan Ketua Persekutuan Gereja Mau Hadiri Milad FPI

Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI)  Pendeta S Supit memiliki alasan yang menarik mengapa mau menghadiri Milad Front Pembela Islam (FPI), karena selama ini ia berhubungan baik dengan FPI termasuk dengan Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab. Bahkan ia sangat kenal baik Rizieq dan sering berdiskusi.
Habib Rizieq, kata dia, dalam diskusi elalu mengedepankan melawan nilai-nilai kemungkaran atau pun hal-hal yang menjatuhkan kemanusiaan.
Kesan keras yang ada pada Rizieq tidak seperti apa yang dibayangkan banyak orang. “Di luar memang (Rizieq) ada terkesan keras, tetapi kalau saya lihat, saya kenal, ternyata tidak seperti yang diduga itu,” kata Supit di Jakarta Utara, Sabtu, (19/08/2017).
Hubungan antara umat Kristen dengan FPI dan Rizieq, kata dia, sangat baik. Dirinya sering berdiskusi membahas soal kebangsaan dan toleransi.
“Jadi kami tidak ada sekat sama sekali, hubungan kami dengan FPI sangat baik,” tambahnya usai menghadiri milad FPI di Stadion Muara Kamal, Penjaringan.
Supit menceritakan kisah 13 tahun lalu saat umat Kristen melaksanakan paskah nasional pertama kali di Monas, Jakarta.
“Kami melakukan silaturahim kepada Habib Rizieq, beberapa pendeta juga melakukan dialog dengan Habib. Saya bisa akrab bisa berbicara dengan Habib karena mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan,” kata dia seperti dilansir Okezone.
Secara akidah dan iman, kata dia, FPI dan umat Kristen memang berbeda. Tetapi dari hakikat sebagai manusia, semuanya saling menghargai. Habib Rizieq menerima baik pandangan tersebut dan PGI.
 
Sumber : OkeZone

Tren Pakaian Jubah dan Sorban Pahlawan Nasional Dahulu

Sejarah bangsa ini telah banyak mencatatkan, bagaimana para pahlawan nasional atau pejuang kemerdekaan seperti Pangeran Diponegoro, Kyai Mojo, Sentot Alibasyah Prawirodirjo, Teuku Cik Ditiro dan Imam Bonjol memilih memakai jubah dan sorban sebagai identitas diri melawan penjajah belanda
Pemilihan pakaian Islami berupa Jubah dan Sorban yang dilakukan para pejuang terdahulu saat melawan penjajah Belanda ternyata memiliki dasar yang kuat.
Guru Besar sejarah Universitas Padjajaran, Profesor Ahmad Mansur Suryanegara mengungkapkan bahwa alasan para pejuang mengenakan pakaian Islami dengan jubah dan Sorban adalah, karena pada masa itu pakaian adat identik dengan para pembantu Penjajah Belanda untuk menindas masyarakat Nusantara.
Jubah dan sorban dipilih oleh para pemimpin dan pejuang yang juga notabone adalah para pemimpin ulama sebagai identitas perjuangan melawan penjajah belanda
Dahulu, sejarah juga telah mencatatkan, bahwa belanda menggunakan pakaian adat untuk praktek memecah belah dan adu domba dengan memanfaatkan nilai nilai kedaerahan.
Para pejuang seperti Pangeran Diponegoro, Kiai Mojo dan Sentot Alibasyah Prawirodirjo lebih memilih mengenakan busana Islami dari pada pakaian adat Jawa ketika melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda pada masa itu.
Penjajah belanda dinilai sebagai manifestasi barisan kaum kafir yang harus dilawan, dan sebagai identitas diri perlawanan, maka identitas diri sebagai muslimlah dengan jubah dan sorban yang dipilih
Ditambah dengan kobar semangat pekik takbir, Allah Akbar, yang selalu menghiasai tiap perjuangan didalam peperangan kepada belanda
Jadi soal Jubah atau sorban bukan lagi soal arab, tetapi sudah menjadi bagian perjuangan negeri ini terhadap penjajah belanda, istilahnya sudah menjadi identitas diri yang menjadi pembeda
Seperti penjelasan lengkap yang ditulis Profesor Ahmad Mansur Suryanegara melalui akun Facebook pribadinya, selasa (15/12/2015)
Pangeran Diponegoro, Kiyai Mojo, Sentot Alibasyah Prawirodirjo menanggalkan BUSANA ADAT Jawa, ketika para Pengena Busana Adat menjadi Pembantu Utama Penjajah Protestan Belanda. Ikut serta menindas rakyat dengan menggunakan topeng BUDAYA ADAT untuk memadamkan CAHAYA ISLAM.
Pangeran Diponegoro, walau menyandang Keris. Menurut DR Tjipto MangunKusumo tidak pernah menghunus kerisnya di tengah peperangan. Tetapi selalu membacakan AL QURAN untuk membangkitkan Jiwa Juang umat dan rakyat pendukungnya yang anti penjajah.
Pangeran Diponegoro, Kiyai Mojo, Sentot Alibasyah Prawirodirjo BERBUSANA ISLAMI menyelamatkan bangsanya dari keruntuhan moral bangsanya.
Pembusana Adat Djawa bertingkah laku pemadat, merendahkan martabat wanita, perusak keluhuran Adat Djawa, perusak Syariah Islam dalam Istana Kesultanan dan di masyarakat Djawa. Berkedok memelihara Adat Djawa, tapi bermental rendah.
Bila disebutkan ORA NDJOWO artinya tingkah lakunya TIDAK ISLAMI. Saat itu JOWO atau JAWA di masyarakat artinya MENGERTI.
Bila disebut ORA NDJOWO artinya ORA NGERTI atau TIDAK ISLAMI. ORA artinya Tidak. Djawa artinya Islam dan Pribumi berseberangan penjajah yang asing
Dalam perjalanan Sejarah. ADAT DAERAH di Nusantara diperadabkan oleh Ajaran ISLAM.
Pada masa penjajahan Kerajaan Protestan Belanda dan pemerintah Kolonial Belanda, ADAT BUDAYA yang bersifat LOKAL dijadikan PEMECAH BELAH KESATUAN BANGSA atau UMAT.
Dijadikan Alat oleh penjajah melawan ISLAM yang bersifat UNIVERSAL dan PEMERSATU BANGSA INDONESIA.
 
Sumber : Islamedia

6 Nasihat Penuh Makna Imam Ghazali

IMAM Al-Ghazali pernah memberi nasihat kepada murid–muridnya tentang apa yang paling dekat, paling jauh, paling berat, paling besar, paling ringan, dan paling tajam.
Jika kita renungkan, nasihat tersebut adalah nasihat yang sangat sarat akan penuh makna.
Jika seorang muslim menyadari apa yang disampaikan oleh Imam Al-Ghazali, Insya Allah ia akan menjadi muslim yang baik di dunia dan akhirat.
Berikut Nasihat Penuh Makna Imam Al-Ghazali :
Pertama, Yang Paling Dekat ialah Mati
Imam Al-Ghazali pernah bertanya kepada murid-murid beliau tentang apa yang paling dekat dengan kita dalam kehidupan ini?
Diantara murid – murid beliau ada yang menjawab orang tua, guru, teman,dan kerabatnya.
Imam Al-Ghazali kemudian menjelaskan bahwa yang paling dekat dengan adalah “Mati”, karena mati itu Janji Allah yang pasti akan menimpa semua insan bernyawa.
Kedua, Yang Paling Jauh adalah Masa Lalu
Imam Al-Ghazali pernah bertanya kepada murid-murid beliau tentang apa yang paling jauh dari kita?
Diantara murid – murid beliau ada yang menjawab Palestina, Fissin (China) dan Bulan.
Imam Al-Ghazali menjelaskan yang paling jauh adalah masa lalu, karena bagaimanapun caranya kita tidak bisa kembali ke masa lalu.
Karena itu jangan membanggakan kebaikan di masa lalu. Teruslah meningkatkan kebaikan untuk hari ini dan esok hari.
Ketiga, Yang Paling Besar adalah Nafsu
Imam Al-Ghazali pernah bertanya lagi kepada murid-murid beliau tentang apa yang paling besar?
Diantara murid – murid beliau ada yang menjawab Gajah, Pohon besar, Matahari.
Imam Al Ghazali mengatakan masalah paling besar yang harus kita hadapi ialah Nafsu.
Acapkali Nafsu menjerumuskan manusia ke jurang nista hingga kehidupannya di dunia hancur, dan azab menunggu setelah kematian.
Keempat, Yang Paling Berat adalah Menanggung Amanah
Imam Al-Ghazali pernah bertanya lagi kepada murid-murid beliau tentang apa yang paling berat?
Diantara murid – murid beliau ada yang menjawab Batu besar, Unta, Beban hidup.
Imam Al Ghazali menjelaskan yang paling berat adalah amanah.
Tumbuh – tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mau menerima ketika Allah Swt. meminta mereka untuk menjadi kalifah (pemimpin) didunia ini.
Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah Swt., sehingga menyebabkan manusia banyak masuk neraka, karena tidak sanggup menanggung Amanah.
Kelima, Yang Paling Ringan ialah Meninggalkan Shalat
Imam Al-Ghazali pernah bertanya lagi kepada murid-murid beliau tentang apa yang paling ringan?
Diantara murid – murid beliau ada yang menjawab Kapas, Pasir, Semut
Imam Al Ghazali mengatakan yang paling ringan adalah meninggalkan shalat.
Hanya karena kesibukan kecil, manusia rela meninggalkan shalat. Padahal shalat adalah tiang agama.
Jika manusia hanya hidup untuk mencari makan dan kesenangan, maka tidak ada bedanya manusia dengan binatang
Keenam, Yang Paling Tajam ialah Lidah
Imam Al-Ghazali pernah bertanya lagi kepada murid-murid beliau tentang apa yang paling tajam?
Diantara murid – murid beliau ada yang menjawab Pisau, Belati, Pedang.
Imam Al Ghazali mengatakan yang paling tajam adalah Lidah.
Dengan Lidah manusia menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya.
Kita sering mendengar pepatah bijak mengenai bahaya lidah, yaitu: “Kalau pedang melukai tubuh ada harapan akan sembuh, tapi kalau lidah melukai hati kemana obat hendak di cari”
Semoga bermanfaat.