0878 8077 4762 [email protected]
Pesona Masjid Megah di Sleman Berawal dari Mimpi Pedagang Ayam

Pesona Masjid Megah di Sleman Berawal dari Mimpi Pedagang Ayam

 
Sebuah masjid nan megah yang terinspirasi dari Masjid Nabawi Madinah, dibangun di Sleman, Yogyakarta. Uniknya, pembangunan masjid tersebut diwujudkan dari mimpi pedagang ayam. Wah, seperti apa ya?
Masjid yang bernama Masjid Suciati Saliman ini berlokasi di Jalan Gito Gati, Sleman, DIY. Masjid dengan desain khas Timur Tengah dan Jawa ini terdiri atas empat lantai dengan total kapasitas sekitar seribu jamaah.
Masjid ini juga dilengkapi dengan Lift demi memberikan kemudahan bagi lansia, kaum difabel atau jamaah yang sedang sakit.

mesjid-suciati_20180529_182715

Bagian dalam masjid dengan ornamen seperti masjid Nabawi


Dari sisi desain, masjid ini memadukan desain khas Masjid Nabawi di Arab Saudi dan desain khas jawa. Ornamen pada bangunan bernuansa emas serta dinding marmer membut masjid ini mencerminkan kemegahan dan kemewahan.
Masjid empat lantai yang dibangunnya sebagian besar dibiayai dari hasil tabungan pribadinya. Meski terdapat beberapa rekan yang memberikan bantuan.
“Saya ingin masjid ini memiliki desain yang menyerupai Masjid Nabawi. Demi mewujudkan mimpi saya sejak SMP untuk membangun masjid, maka, saya mulai mengumpulkan uang sejak 1995. Ini mimpi saya sejak masih di bangku SMP,” ujar Suciati saat peresmian masjid.
Suciati mengawali usahanya dari berjualan lima ekor karkas ayam kampung di Pasar Terban, Yogyakarta. Berkat keuletanya, kemudian usahanya bertansformasi menjadi bisnis ayam pedaging skala nasional.
Selanjutnya tahun 2014 ia mendirikan PT Sera Food Indonesia yang memproduksi makanan beku (frozen food) melalui brand Hato dan oOye yang telah tersertifikasi Halal MUI dan MD BPOM. Brand itu menjual makanan beku seperti naget, sosis, baso, patties dan lain-lain.
 
Sumber : Republika

Per 9 Juni, Turis Indonesia Dilarang Masuk ke Israel

Pemerintah Israel melarang turis Indonesia masuk ke Israel per 9 Juni 2018. Kebijakan tersebut diterbitkan sebagai bentuk balasan atas pelarangan turis Israel masuk ke Indonesia.
“Israel berupaya untuk mengubah kebijakan Indonesia, tapi langkah yang kami lakukan sepertinya gagal, hal itu mendorong kami melakukan tindakan balasan,” kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel Emmanuel Nahshon seperti dikutip dari Middle East Monitor, Kamis (31/5/2017).
Pemerintah Israel menyebut, turis Indonesia masih bisa masuk ke Israel hingga tanggal 9 Juni. Namun, setelah tanggal 9 Juni, turis Indonesia yang ingin masuk secara individu maupun kelompok tak akan bisa masuk Israel.
Indonesia dan Israel sampai saat ini tak memiliki hubungan diplomatik. Namun, untuk urusan wisata khususnya wisata religi di Israel, turis Indonesia memiliki visa khusus.
Seperti diketahui, setiap tahun umat Muslim dari berbagai negara, termasuk dari Indonesia, mengunjungi Masjid Al-Aqsa dengan visa khusus. Kebanyakan melalui pemerintah Yordania untuk menerbitkan visa masuk.
Selain itu, umat Kristen Indonesia juga melakukan ziarah ke Yerusalem. Kabar pelarangan turis Indonesia masuk ke Israel juga beredar di media sosial.
Seorang pengguna Facebook sekaligus Program Directors Mala Tours, Melissa Agustina Situmorang, turut mengabarkan pelarangan tersebut.
“Saya baru saja menerima kabar dari konsulat Israel di Singapura bahwa gara-gara Pemerintah Indonesia menolak masuk orang Israel yang sebenarnya sudah memegang visa untuk masuk ke Indonesia, maka pemegang paspor Indonesia juga akan dilarang masuk ke Israel mulai Juni 2018 ini,” tulis Melisa.
“Tidak ada orang Indonesia yang diizinkan masuk Israel lagi. Jadi, selamat aja deh buat semua Agen Perjalanan Holy Land,” tambahnya.
Sebagai negara pendukung kemerdekaan Palestina, Indonesia terus mengecam aksi Israel. Salah satunya yang terbaru ketika terjadi aksi brutal aparat keamanan Israel saat aksi protes perayaan 70 tahun Hari Nakba di perbatasan Gaza-Israel.
 
Sumber : Kompas/Middle East Monitor

Ini Doa yang Dianjurkan Rasulullah di Bulan Ramadhan

Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada bulan ramadhan, agar kita meraih keistimewaan lailatul qadar. Sebab kita tak bisa memprediksi kapan malam lailatul qadar Allah swt hadirkan. Maka beberapa masjid menggunakan doa ini disela-sela shalat tarawih.
Doa ini sangat dianjurkan oleh suri tauladan kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ  قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

Dari ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha-, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Yaitu, jika saja ada suatu hari yang aku tahu bahwa malam tersebut adalah lailatul qadar, lantas apa do’a yang mesti ku ucapkan?
Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berdoalah: Allahumma innaka ‘afuwwun, tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni “
Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, karenanya maafkanlah aku.
(HR. Tirmidzi no. 3513 dan Ibnu Majah no. 3850, hadist hasan – shahih)
Abu ‘Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Sedangkan Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih.
Hadits ini dibawakan oleh Imam Tirmidzi dalam bab “Keutamaan meminta maaf dan ampunan pada Allah”.
Hadits di atas disebutkan pula oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Marom pada hadits no. 706.
Semoga kita dapat melafalkan doa tersebut hingga mendapat maghfirah dan keutamaan malam Lailatul Qadar.
 
Disadur : Rumasyo

3 Kelompok Manusia Di Bulan Ramadhan

BULAN ramadhan merupakan bulan suci yang mulia. Diharapkan, manusia mencapai derajat takwa. Namun, tetap saja di bulan ini ada beberapa kelompok manusia yang tidak sesuai dengan tujuan puasa. Setidaknya ada tiga kelompok manusia di bulan Ramadhan, sebagai berikut :
1. Kelompok Dzholim
Mereka ini adalah orang-orang yang sangat kurang sekali perhatiannya terhadap ramadhan, bagi mereka kedatangan bulan ramadhan tidak ada yang terlalu spesial, biasa-biasa saja, atau bahkan bagi mereka kedatangan bulan ramadhan itu malah mebawa beban baru.
Sehingga tidak jarang karena biasa-biasa saja akhirnya mereka juga menyamakan bulan ramadhan ini dengan bulan-bulan yang lainnya : makan dan minum disiang hari tetap berlanjut, tetap makan siang dikantor atau dirumah.
Atau terkadang ada juga yang makan dan minumnya di warteg yang ditutupi hordeng, mungkin karena masih punya rasa malu untuk makan di rumah karena dilihat anak-anak, mereka berbuka karena memang mereka malas untuk berpuasa, bukan karena alasan lainnya.
Parahnya lagi jika mereka berpuasa namun mereka meninggalkan kewajiban shalat, karena terlalu banyak tidur ,dengan alasan lemas.
Ini adalah kezholiman untuk diri masing-masing. Tidak ada ruginya bagi Allah swt, jika ada hambaNya yang tidak berpuasa atau meninggalkan shalat.
Namun di dunia hidupnya tidak akan tenang, dan diakhirat nasibnya akan menyedihkan. Walaupun kita semua tetap berharap ampunan dan kasih sayang Allah swt agar memasukkan ke syurga.
Orang-orang seperti ini harus diingatkan dan diajak dengan baik, agar menyadari bahwa yang demikian bukanlah hal yang harus dibanggakan. Pendidikan agama sejak dini menjadi solusi terbaik untuk mengobati periaku zholim terhadap diri sendiri ini.
2. Kelompok Muqtashid (Pertengahan/sedang)
Mereka adalah orang-orang yang bergembira menyambut hadirnya bulan ramadhan, rasa gembira itu semakin menjadi-jadi karena setelah itu bakal ada libur panjang dan bisa mudik ke kampung halaman bertemu keluarga dan sanak kerabat.
Selain dari kegembiraan karena kesadaran beragama, bahwa di bulan ramadhan ini waktunya untuk menghapus dosa dan mengambil banyak pahala untuk bekal diakhirat kelak. Terlebih didalam bulan ramadhan ada satu malam yang nilai kebaikannya melebihi seribu bulan.
Namun padatnya aktivitas bekerja di bulan ramadhan ini terkadang membuat sebagian mereka lalai untuk memperbanyak ibadah lewat perkara-perkara sunnah.
Terkadang beberapa kali baik disengaja atau tidak meninggalkan ibadah shalat tarawih dan witir, atau hanya melaksanakan shalat-shalat fardu saja tanpa diikuti dengan shalat rawatib; qabliyah dan ba’diyah, mungkin juga dalam satu hari itu ada rasa malas untuk membaca Al-Quran, sehingga target bacaan Al-Quran kadang tidak tercapai.
Mereka full berpuasa, namun ada diantara mereka yang aktivitas puasanya full tidur, waktu tidurnya mengikuti waktu shalat lima waktu, tidur setelah subuh, setelah zuhur, setelah ashar, serta setelah maghrib dan isya.
Dan mungkin juga ada yang tidak sempat atau malas untuk beri’tikaf di masjid pada sepuluh hari terakhir. Padahal i’tikaf bisa menggandakan nilai ibadah yang maksimal pada malam-malam lailatul qadar.
Inilah model berpuasanya kelompok muqtashid (sedang). Mungkin sebagaian besar diantara kita masuk dalam katagori ini. Insya Allah, mampu untuk berpuasa full dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak melalukan perkara yang haram.
Namun sayangnya terkadang lalai untuk beberapa perkara sunnah, padahal sama-sama dijanjikan pahala yang berlipat ganda, terlebih di dalam bulan ramadhan.
3. Kelompok Sabiqun bil Khairat (Berprestasi)
Mereka adalah orang-orang yang berusaha meninggalkan perkara yang haram dan makruh. Bahkan terkadang meninggalkan sebagian perkara mubah demi kesempurnaan ibadah puasa yang dijalankan.
Mereka ini sebenarnya bukan hanya berprestasi di bulan ramadhan saja, namun diluar bulan ramadhan mereka juga orang-orang yang berprestasi.
Hasil didikan ramadhannya sangat berbekas dan terlihat pada 11 bulan lainnya.
Mereka ini adalah golongan yang sangat memburu pahala. Bahkan mereka berharap bahwa seluruh bulan yang ada ini adalah bulan ramadhan. Kerinduan mereka kepada ramadhan, membuat mereka selalu berdoa sepanjang bulan kepada Allah swt agar mereka dipertemukan dengan bulan ramadhan.
Mereka adalah orang-orang yang menangis ketika berpisah dengan ramadhan. Karena bulan mulia yang Allah swt janjikan jutaan pahala kebaikan akan berlalu, sedang mereka merasa belum banyak meraih kebaikan didalamnya.
Mereka adalah orang yang oleh Al-Quran disifati dengan:

كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ، وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

Didunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar” (QS. Adz-Dzariyat: 17-18)
Kebersamaan mereka dengan Al-Quran sangat luar biasa sekali di bulan ini:

  • Salafus saleh kita terdahulu ada yang menghatamkan Al-Quran per dua hari
  • Ada yang menyelesaikanya per tiga hari
  • Ada yang mengkhatamkannya dengan dijadikan bacaan pada shalat malam
  • Bahkan dalam sebagian riwayat ada yang mengkhatamkan Al-Quran bahkan hingga 60 kali selama ramadhan.

Kualitas ibadah shalat malam mereka juga jangan ditanya, bahkan ada sebagian salafus saleh kita yang shalat subuhnya masih memakai wudhu shalat isya nya.
Bukan seperti kita di sini, yang sengaja mencari-cari masjid yang shalatnya “cepet”, sehingga sekali waktu ada masjid yang shalatnya lama, maka malam besoknya akan pindah ke masjid yang lainnya.
Kebaikan sosial mereka juga sangat kuat, sebagaimana Rasulullah saw adalah tauladan dalam hal ini, yang aslinya memang dermawan. Namun kedermawanan beliau saw lebih lagi di bulan ramadhan.
Maka ada diantara sahabat beliau :

  • Ada yang bahkan tidak pernah berbuka puasa, kecuali bersama orang-orang miskin
  • Ada yang setiap harinya memberikan buka puasa untuk 500 orang, dan disaat yang sama mereka sangat sedikit sekali makan sahur dan berbuka
  • Ada yang hanya berbukanya dengan 2 suap makanan, padahal aslinya mereka ada makanan yang lebih, namun itu tidak untuk dimakan sendiri saja.

Seluruh anggota badan mereka juga berpuasa, mata berpuasa dari melihat hal-hal yang dilarang oleh Allah swt, pun begitu dengan telinga, lidah, bibir, tangan, kaki dan seluruh anggota tubuh lainnya dari maksiat kepada Allah swt.
Mereka inilah yang oleh Rasulullah saw disifati:
”Siapa yang puasa Ramadhan dengan iman dan ihtisab, telah diampuni dosanya yang telah lalu. Dan siapa yang bangun malam Qadar dengan iman dan ihtisab, telah diampuni dosanya yang telah lalu”. (HR. Bukhari Muslim).
Bersihnya dosa mereka bahkan seperti bayi baru yang baru terlahir dari rahim ibunya.
Akhirnya semoga Allah swt merahmati bulan ramadhan kali ini, dan semoga Allah swt mengampuni segala dosa-dosa kita yang telah lalu. Aamiin.
 
Sumber: Dikutip dari penjelasan Muhammad Saiyid Mahadhir, Lc, pengasuh rubrik Fikrah dalam Rumah Fiqih Indonesia

Ilmu Astronomi Penentu Awal Ramadhan

Ketika Allah SWT mensyariatkan suatu ibadah kepada hamba-Nya, Allah SWT juga menjelaskan waktunya, juga memberikan petunjuk bagaimana cara mengetahuinya. Begitu halnya dalam pensyariatan ibadah puasa.
Allah SWT dan Rasul-Nya memberikan petunjuk bahwa ibadah puasa adalah ibadah yang waktu pelaksanaannya berdasarkan peredaran bulan. Syariat puasa ramadhan ini hadir pada tahun ke 2 H.
Rasulullah SAW dalam banyak sabdanya memberikan petunjuk tentang melihat bulan, diantara sabdanya:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ
“Berpuasalah kamu saat melihatnya (hilal) dan berifthar (lebaran) saat melihatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa kesaksian melihat bulan itu harus datang dari dua orang muslim yang adil, sebagai hasil qiyas dengan kesaksian pada perkara lainnya, juga didasarkan dari riwayat Husain bin Harits bahwa  Al-Harist bin Al-Hathib seorang amir Mekkah berkata:

أمرَنَا رسولُ الله صلى الله عليه وسلم أن ننسكَ لرؤيته، فإن لم نَرهُ فشَهدَ شاهدان عدلانِ نَسَكْنا بشهادتيهما

“Rasulullah SAW telah memerintahkan kami untuk berpuasa dengan melihat bulan, jika kami tidak melihatnya, maka kami sudah berpuasa dengan kesaksian dua orang” (HR. Abu Daud)
Seorang ilmuan Indonesia, T. Djamaluddin, Profesor Riset Astronomi Astrofisika, LAPAN, yang tergabung dalam Anggota Badan Hisab Rukyat, Kementerian Agama RI sedikit memberikan penjelasan astronomi mengenai ayat-ayat yang memberikan isyarat  tetang operasional penentuan awal Ramadhan.
Allah SWT memberikan penjelasan kepada kita secara umum waktu kita berpuasa, melalui firmannya:

  شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (datangnya) bulan (Ramadhan) itu maka berpuasalah”(QS 2:185).
Jadi metode Rukyat Al-Hilal (Melihat Bulan) adalah metode melihat bulan penentu ramadhan yang sering disepakati bersama dalam sidang itsbat. Sedangkan berdasarkan kesepakatan di kawasan Asia, tinggi hilal adalah 2 derajat.