0878 8077 4762 [email protected]

Apakah Melakukan Demonstrasi Termasuk Bid'ah?

Demontrasi adalah berkumpulnya sekelompok orang secara terang-terangan untuk menyampaikan sebuah permintaan kepada pemimpin. Permintaan tersebut sifatnya bukanlah untuk kepentingan individu semata, tetapi untuk kepentingan masyarakat luas.
Demontrasi terdiri dari dua unsur, dimana keduanya sama-sama boleh untuk dilakukan;

  1. Sebatas melakukan perkumpulan, dan ini tidak ada larangan, karena tidak ada dalil yang melarangnya.
  2. Tuntutan untuk menerapkan sebuah aturan yang baik atau membatalkan peraturan yang merugikan orang lain.

Demontrasi adalah sarana untuk melakukan tuntutan tersebut, dan hukum dari penggunaan sarana tersebut sesuai dengan hukum dari tujuan penggunaannya. Pada dasarnya, menuntut sesuatu yang memang dibutuhkan kepada seorang pemimpin adalah perkara yang sesuai dengan syari’at.
Sebab, tugas dari seorang pemimpin adalah menutupi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, Rasulullah saw mengancam para pemimpin yang menutup dirinya dari orang-orang yang membutuhkan bantuan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Barang siapa yang dijadikan pemimpin untuk mengurus kepentingan ummat Islam, lalu ia bersembunyi dari kebutuhan, kemiskinan, dan kefakiran mereka (menahan hak mereka), maka  Allah juga tidak akan memenuhi kebutuhan dan permintaan mereka.”
Diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad, bahwa Rasulullah saw bersabda,
Barang siapa yang diberikan kedudukan untuk mengatur urusan kaum muslimin, kemudian ia menahan hak dari orang yang lemah dan fakir, maka Allah tidak akan memenuhi kebutuhannya pada hari kiamat.”
Bahkan Rasulullah saw mendorong para sahabat agar mereka bisa menjadi perantara untuk memenuhi kebetuhan orang lain. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari abu Musa al-‘Asy’ari r.a, berkata, setiap kali Rasulullah didatangi oleh orang yang meminta bantuan atau ada yang sedang membutuhkan sesuatu, beliau berkata,
Jadilah kalian menjadi perantara (untuk kebutuhan orang lain), maka kalian akan mendapatkan pahala. Allah akan menetapkan sesuatu melalui lisan Nabi-Nya apa yang dikehendaki-Nya.”
Maknanya ialah, jadilah kalian menjadi perantara untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang memang sedang membutuhkan bantuan, maka kalian akan mendapatkan pahala sesuai dengan apa yang kalian lakukan.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik r.a.,
“Ketika Allah memberi rampasan fai kepada Nabi saw orang-orang anshar berkata, “Semoga Allah mengampuni Rasulullah, sebab beliau memberi bagian kepada Quraisy dan membiarkan kami-kami (tidak mendapatkan bagian), Padahal pedang kami masih meneteskan darah mereka.”
Lalu Anas berkata, maka hal itu disampaikan kepada Rasulullah saw. Seketika itu pula Rasulullah langsung mengutus seseorang ke Anshar dan mengumpulkan mereka dalam sebuah kemah yang terbuat dari tanah liat. Tidak yang beliau undang selain mereka. Setelah semua Anshar berkumpul,
Rasulullah saw  berdiri dan bersabda, “Apa maksud protes yang telah kudengar dari kalian?
Para pemuka Anshar menjawab: “Adapun para pemimpin-pemimpin kami wahai Rasulullah, mereka sama sekali tak menyampaikan protes apapun, adapun generasi muda kami, memang mereka telah berkata: Semoga Allah mengampuni Rasulullah saw, sebab ia telah memberi bagian kepada Quraisy namun membiarkan kami-kami ini, padahal pedang kami masih meneteskan darah mereka.” Maka
Nabi saw memberi jawaban, “Sungguh aku memberi beberapa orang yang baru saja baru masuk Islam dengan maksud untuk menyatukan hati mereka dengan kita, apakah kalian tidak puas sekiranya manusia membawa harta sedang kalian membawa Nabi saw ke perumahan kalian? Demi Allah, apa yang kalian bawa pulang, jauh lebih istimewa daripada yang mereka bawa pulang.”
Mereka lantas berujar: “Wahai Rasulullah, kami semua sekarang telah ridha.”, Nabi berkata, “Kalian akan menemui pilihan yang berat, maka bersabarlah kalian hingga kalian bertemu dengan Allah dan Rasul-Nya saw, karena aku berada di telaga.” Anas berkata,”Namun mereka tidak bersabar”.
Hadits diatas menjadi dalil dibolehkannya untuk menyuarakan kepentingan masyarakat umum kepada pemimpin, sebab Rasulullah saw tidak melarang apa yang mereka lakukan.
Meskipun demikian, ada beberapa syarat-syarat dan aturan diperbolehkannya melakukan demonstrasi:

  1. Tuntutan yang diajukan bukanlah perkara yang bathil dan dilarang oleh syari’at.
  2. Demonstrasi yang dilakukan tidak disertai dengan simbol-simbol atau ucapan-ucapan yang dilarang oleh syari’at.
  3. Tidak melakukan perbuatan yang haram, seperti menyakiti orang lain atau merusak barang-barang milik orang lain atau bercampur antara laki-laki dan wanita.

Adapun pendapat yang mengatakan bahwa demontrasi adalah sebuah perbuatan yang terlarang dan termasuk perbuatan bid’ah yang berasal dari Barat, maka pendapat ini tidak benar.
Pasalnya, ia tidak termasuk dalam perkara ibadah, sehingga dikatakan sebagai perbuatan bid’ah.
Jika ada yang berkata, “Maksudnya adalah bid’ah yang berkaitan dengan adat (kebiasaan) yang berasal dari negara Barat.” Maka, pendapat tersebut juga tidak benar.
Demonstrasi sudah dikenal oleh kaum muslimin sejak dulu, terkadang ia dilakukan terhadap pemimpin mereka sendiri atau juga kepada para penjajah.
Abu Nu’aim meriwayatkan dalam kitab Hilyatul awliya dari asy-Sya’bi: “Sebaik-baik kaum ialah rakyat jelata, mereka mencegah terjadinya banjir, memadamkan kebakaran, dan melakukan protes terhadap para pemimpin yang zalim.”
Selain itu, tidak semua yang berasal dari negara Barat adalah sebuah hal yang tercela dan dilarang.
Di dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik ia pernah berkata, “Ketika Rasulullah hendak menulis surat kepada Romawi, ada yang berkata kepada beliau, “Mereka tidak akan membaca surat jika tidak diberi cap stempel. Lalu beliau menggunakan cincinnya yang terdapat ukiran bertuliskan “Muhammad Rasulullah.”
Imam at-Thabari meriwayatkan bahwa Umar bin Khattab melakukan musyawarah dengan kaum muslimin di saat ia akan menetapkan undang-undang.
Lalu Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, “Engkau harus membagi-bagi harta yang masuk ke kas negara, dan jangan biarkan tersisa.”
Utsman bin Affan berkata, “Aku melihat bahwa harta kita sangat banyak, jika engkau tidak membagi-bagi siapa yang berhak untuk mendapatkannya dan siapa yang tidak, maka ia akan terbuang percuma.”
Walid bin Hisyam bin Mughirah berkata, “Wahai Amirul Mukminin, aku baru saja datang dari Syam, aku melihat para pemimpin mereka mencatat setiap undang-undang yang ditetapkan dan membentuk sebuah pasukan. Catatlah undang-undang yang telah ditetapkan dan bentuklah pasukan.”
Umar bin Khattab pun memilih pendapatnya Walid bin Hisyam.”
Pelajaran yang bisa kita ambil, bahwa Umar meniru beberapa model kepemimpinan dari bangsa lain selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Kesimpulannya, bahwa pada dasarnya demonstrasi boleh untuk dilakukan. Hukum tersebut bisa berubah menjadi wajib, sunnah, mubah, makruh, atau haram sesuai dengan tujuan dan cara pelaksanaanya. Wallahu a’lam.
 
Sumber : Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah (Dewan Fatwa Mesir)
Nomor : 4015
Tanggal : 17-8-2011
Penerjemah dari Al Iman: Ust Fahmi Bahreisy, Lc

Dimana Akan Kau Labuhkan Lisanmu?

“Lidah itu tidak bertulang, tapi dia lebih tajam dari pada pedang.”
“Mulutmu harimaumu.”
“Diam itu emas.”
Sudah sering bukan kita mendengar ungkapan-ungkapan itu.
Wahai para wanita tidakkah kalian menyadari bahwa terkadang kalianlah yang menjadi bagian dari ungkapan-ungkapan itu semua ?
Ada sekelompok wanita yang paling senang berkumpul dan berbincang membahas segala macam hal, tanpa melihat situasi bahkan tanpa sadar telah menyakiti hati orang lain.
Mereka pun juga yang terkadang berkata kasar kepada suami dengan menjadikan keletihannya mengurus rumah sebagai pemaklumannya boleh berkata semena-mena kepada suaminya.
Wanita-wanita ini juga yang terkadang tak bisa menahan untuk mengucapkan keinginan-keinganannya kepada suami tanpa melihat kesanggupan suaminya.
Dan segolongan wanita ini pun sering tak sadar, secara tak langsung berbicara dengan sangat manja, namun sayangnya bukan kepada suaminya.
Dan tahukah kalian bahwa sekelompok wanita ini lebih rela mengorbankan waktunya untuk melihat infotainment yang katanya menyajikan berita-berita terhangat dan inovatif “biar gak kuper” versi mereka, daripada mengantar anak-anaknya sekolah, apalagi membaca Al Qur’an.
Naudzubillahimindzalik!
Bukankah Islam telah mengatur itu semua. Tidakkah kalian ingin menjadi ahli surga. Allah jadikan kalian sebaik-baik makhluk ciptaanNya yang indah bentuk dan rupanya. Kemana rasa syukur kalian.
Kalau saja mereka tahu atau bahkan mau meresapi hadist ini mungkin takkan ada lagi kasus perceraian & kekerasan dalam rumah tangga.
Dari Abu Hurairah ra, ia mendengar Rasullullah saw. bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat tanpa diteliti yang karena ia terlempar ke neraka sejauh antara jarak ke timur.” (HR. Bukhari dalam Kitab ke-81 Kitab Pelembut Hati, bab ke-23 bab menjaga lisan)
Lisan itu begitu mudah untuk mengalir bahkan terkadang tanpa ada pembatas di sisi kanan dan kirinya. Ingatkah kalian dengan kisah seorang wanita yang dijuluki “Wanita Pembawa Kayu Bakar” pada zaman Rasulullah saw?
Ya dia adalah Ummu Jamil seorang istri dari Abu Lahab yang sangat terkenal membenci Islam dan memusuhi Rasulullah saw, sama seperti suaminya. Karena begitu membenci Rasullulah saw dan karena ia ingin membela suaminya, Ummu Jamil rela ikut bekerjasama dalam memfitnah nabi, mencela dan menyakiti dengan segala cara.
Salah satunya adalah dengan setiap harinya ia meletakkan kayu-kayu yang berduri di depan rumah Rasullullah agar Rasulullah terluka. Bahkan sampai diakhir hayatnya ia tetap pada kekafirannya.
Allah berfirman dalam surat Al-Lahab ayat 1-5:
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.”
Allah mengisahkan di dalam Al Quran agar kita dapat mengambil pelajaran dari apa yang diperbuat Abu Lahab dan istrinya Ummu Jamil. Karena lisan yang tak terjaga dan hati yang kotor, Allah masukkan mereka ke dalam neraka. Sudah cukup hal itu sebagai pengontrol kita dalam bertutur kata dan berprilaku.
Dari Abu Usman ra. dari Usamah dari Nabi saw, beliau bersabda: “Aku berdiri di ambang pintu surga, maka aku pun menyaksikan bahwa kebanyakan yang memasukinya adalah orang-orang miskin, sedang orang-orang yang memiliki kekayaan tertahan. Selain penduduk neraka telah diperintahkan untuk dimasukkan dalam neraka. Aku berdiri di ambang neraka, dan ternyata kebanyakan penghuninya adalah para wanita.” (HR. Bukhari dalam Kitab ke-67 Kitab Nikah, bab ke-17 bab Hati-hati dengan Fitnah Wanita).
Ada beberapa hal yang terkadang wanita tidak menyadari lisannya :
Pertama, bergosip atau ghibah
“Allah SWT menceritakan penghuni neraka. Ketika ditanya penyebabnya, mereka menjawab: “…dan adalah kami membicarakan yang batil bersama dengan orang-orang yang membicarakannya” (QS. Al Mudatsir : 45)
Kedua, Menceritakan kejelekan-kejelakan suami dan berkata kasar kepadanya
Dari Ibnu Abbas ra. berkata Rasulullah saw bersabda “…dan aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum wanita.
Shahabat pun bertanya : “Mengapa (demikian) wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Karena kekufuran mereka.” Kemudian ditanya lagi : “Apakah mereka kufur kepada Allah?”
Beliau menjawab : “Mereka kufur terhadap suami-suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata : ‘Aku tidak pernah melihat sedikit pun kebaikan pada dirimu.’ ” (HR. Bukhari)
Ketiga, suka menceritakan kepada orang lain perihal hubungan badan dengan suaminya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya (pelanggaran) amanah terbesar di sisi Allah pada hari kiamat adalah seorang lelaki yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya, lalu dia menyebarkan rahasia ranjangnya.” (HR. Muslim)
Dan pada zaman sekarang ini banyak wanita yang lupa akan fitrahnya bahkan sudah jauh dari nilai-nilai Al Qur’an dan Sunnah. Mereka tidak lagi sungkan untuk melakukan hal-hal yang dilarang Islam dan dibenci Allah.
Semoga Allah melindungi dan menjauhkan kita semua dari sifat-sifat buruk itu. Sesungguhnya surga Allah adalah kekal dan abadi, begitu indah seperti yang tertuang dalam firman Allah SWT,
“Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mu’min lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar. Itu adalah keberuntungan yang besar.” (QS. At-Taubah : 72)
Subhanallah! Begitu indahnya kenikmatan surga yang Allah janjikan itu, hanya bisa diperuntukkan untuk wanita-wanita sholehah. Wanita yang tidak pernah kering lisannya dari mengingat Allah.
Wanita yang taat dan menghormati suaminya.
Wanita yang menjaga tangan dan lisannya terhadap orang lain
Wanita yang mampu menjaga aibnya dan aib orang lain
Wanita yang takut dan malu terhadap Allah SWT
Adakah itu semua ada dalam diri kita..?
Pilihan ada ditanganmu wahai wanita.
Lisanmu, nerakamu, ataukah lisanmu adalah surgamu…?
Wallahua’lam
 
Referensi :

  • Keakhwatan 2 – Cahyadi Takariawan
  • Kumpulan Hadist Shahih Bukhari Muslim – Muhammad Fuad Abdul Baqi

Azab Kubur dan Nikmatnya

Mohon penjelasan tentang azab kubur dan nikmatnya?
Jawaban :
Dalam aqidah Islam, azab dan nikmat kubur adalah peristiwa yang benar-benar akan terjadi. Imam Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Azab kubur adalah Haq (benar)”.
Azab kubur adalah peristiwa yang diakui di dalam Islam dengan dalil-dalil yang begitu banyak, di antaranya:
Firman Allah ‘Azza wa Jalla yang berkaitan dengan Fir’aun dan kaumnya:
Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras“. (QS. Ghaafir : 45-46).
Maksud ayat di atas adalah bahwa keluarga Fir’aun akan ditenggelamkan dengan siksaan yang sangat buruk, yaitu mereka akan dihadapkan pada neraka setiap pagi dan sore, selama mereka berada di dalam kubur, hingga datangnya hari kiamat. Jika kiamat datang, dikatatakan kepada para malaikat:
Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras“. (QS. Ghaafir : 46).
Maksudnya adalah ke dalam siksa neraka yang sangat pedih.
Dalam ayat lain Allah berfirman tentang orang-orang fasiq dan kafir:
Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), Mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. As-Sajdah : 21).
Para ahli tafsir menyebutkan bahwa “al ‘azaabil udnaa” adalah -azab yang paling dekat atau yang paling ringan- yaitu azab kubur, sedangkan “al ‘azaabil akbar“ adalah azab akhirat.
Allah juga berfirman:
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta“. (QS. Thaha : 124).
Abu Sa’id Al-Khudri dan Abdullah ibn Mas’ud mengatakan “ﺿﻨﻜًﺎ” maknanya adalah azab kubur. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda : “Kubur adalah sebuah taman dari surga, atau sebuah jurang dari neraka” (HR. At-Tirmidzi).
Kalimat “atau sebuah jurang dari neraka” adalah dalil mengenai adanya azab kubur. Zir bin Hubaisy meriwayatkan dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata : Kami pernah meragukan tentang adanya azab kubur sehingga turun ayat :
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)”. (QS. At-Taktsur : 1 – 3).
Maksudnya adalah mengetahuinya di alam kubur.
Imam Bukhari dan Muslim serta Ibnu Abi Syaibah meriwayakan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Ya, (mereka diadzab dengan) adzab yang dapat didengar oleh binatang-binatang” (Musnad Ahmad).
Syaikhani dan Ibnu Abi Syaibah juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam suatu ketika melewati dua kuburan, lalu beliau bersabda : “Sesungguhnya keduanya sedang disiksa, dan keduanya disiksa bukan karena dosa yang besar. Yang satu disiksa karena tidak menjaga diri dari kencing, sementara yang satunya suka mengadu domba.”
Kemudian beliau mengambil sebatang dahan kurma yang masih basah. Lalu beliau membelahnya menjadi dua bagian kemudian menancapkannya pada masing-masing kuburan tersebut.
Para sahabat pun bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa engkau melakukan ini?”
Beliau menjawab: “Semoga siksa keduanya diringankan selama dahan pohon ini masih basah”.
Abu Hurairah berkata : Kuburan orang kafir akan disempitkan sehingga tulang-tulang rusuknya patah di dalamnya, itulah dia penghidupan yang sempit.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu juga meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda : “Tahukah kaliah apakah penghidupan yang sempit? Mereka menjawab: “Allah dan Rasulnya lebih mengetahui.
Rasul berkata: “Itu adalah adzab kubur bagi orang-orang kafir. Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, mereka dililit 99 tinnin, tahukah kalian apa itu tinnin? Yaitu 99 ekor ular setiap ekor memiliki 7 kepala yang menyemburkan api ke tubuh orang kafir itu, mematuknya dan mengoyaknya hingga hari kiamat, dan dia akan digiring dari kuburnya menuju tempatnya di padang mahsyar dalam keadaan buta”.
Diriwayatkan dari Hudzaifah, dia berkata : “Kami pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menghadiri prosesi pengurusan jenazah, ketika sampai di kuburan beliau duduk di pinggirnya dan mengarahkan pandangannya ke kuburan itu, lalu bersabda : “Di dalam kubur seorang mukmin akan ditekan sehingga hancur otot-otot pada testisnya, sedangkan orang kafir akan di penuhi dengan api.
Kemudian beliau bersabda : “Maukah kalian aku beritahu hamba Allah yang paling jahat? Dialah orang yang keras dan sombong. Maukah kalian aku beritahu tentang hamba Allah yang paling baik? Dialah orang yang lemah dan tertindas serta hanya memiliki dua pakaian usang, jika dia bersumpah niscaya Allah akan mengabulkan sumpahnya itu”. (HR. Ahmad, al-Hakim dan At-Tirmidzi dalam Nawadir al-Ushul).
Imam Ahmad, al-Hakim, at-Tirmidzi, at-Thabrani, dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah al-Anshari, dia berkata : Pada suatu hari kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menghadiri jenazah Sa’ad bin Mu’adz. Setelah jenazahnya dishalatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dimasukkan ke dalam kubur dan di tutup dengan tanah, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertasbih dan kami pun ikut berstasbih cukup lama, lalu beliau bertakbir dan kami pun ikut betakbir.
Lalu salah seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau bertasbih lalu bertakbir?”, Beliau menjawab : “Tadi kubur hamba shaleh ini telah menyempit, hingga kemudian Allah ‘Azza wa jalla membuatnya lapang”.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka azab kubur adalah peristiwa yang ditegaskan di dalam Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’. Sehingga seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir tidak boleh mengingkari adanya azab dan nikmat kubur.
Wallahu subhanahu wa ta’ala ‘alam.
Sumber : Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah (Dewan Fatwa Mesir)
Nomor : 260
Tanggal : 15/02/2005
Penerjemah al iman: Syahrul
Editor Ahli al iman: Fahmi Bahreisy, Lc

Bertetangga dengan Ibnul Mubarok

Ibnul Mubarak tinggal di Khurasan. Ia memiliki rumah yang besar tempat menjamu orang-orang. Di samping rumahnya seorang yahudi tinggal.
Apabila Ibnul Mubarak membeli daging untuk anak-anaknya, ia juga membelikan daging untuk anak-anak orang yahudi tadi dan keluarganya.
Apabila pada hari raya memberikan baju baru kepada anak-anaknya, Ibnul Mubarak juga memberikan baju kepada anak-anak yahudi tersebut. Demikian pula ketika mambawa buah dari pasar.
Suatu hari ada sejumlah pedagang mendatangi si yahudi tersebut. Mereka bertanya, “Maukah engkau menjual rumahmu ini kepada kami?”
“Rumahku aslinya seharga seribu dinar. Namun nilai bertetangga dengan Ibnul Mubarak adalah seribu dinar. Sehingga totalnya dua ribu dinar,” Ujarnya.
Beberapa hari kemudian, orang yahudi tersebut mendatangi Abdullah ibnul al-Mubarak dengan keinginan sendiri. Ia tidak datang dengan terpaksa atau karena perintah seseorang.
Namun ia datang karena kemauan sendiri. Ia duduk di hadapan Ibnul al-Mubarak dan berkata,
“Wahai Abdullah, agama yang melahirkanmu adalah agama yang haq. Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi Muhammad adalah utusan Allah. Kupersaksikan kepada semua yang hadir bahwa aku telah masuk Islam.”
Sebabnya adalah akhlak dan kehidupan Ibn al-Mubarak.

Seputar Lailatul Qadar

Keutamaan Lailatur-Qadar
Lailatul-Qadar adalah malam paling mulia sepanjang tahun, berdasarkan firman Allah,
Sesungguhnya, Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam qadar. Dan tahukah kamu apakah malam qadar itu? Malam qadar itu lebih baik daripada seribu bulan.” (Al-Qadr: 1-3)
Maksud pengertian “lebih baik” disini yaitu melakukan amal shalih seperti shalat, zikir, dan membaca Al-Qur’an yang didalamnya ada Lailatul Qadar di bulan ramadhan.
Dibanding amal shalih yang dikerjakan sangat lama seribu bulan, namun tidak memiliki malam Lailatul-Qadar. Sehingga umat muslim berusaha meraihnya dengan iktikaf dan ibadah malam dibulan Ramadhan.
Sunnah Mencari Lailatul-Qadar
Disunahkan mencari Lailatul-Qadar pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan. Nabi saw sangat giat mencari malam itu pada sepuluh hari terakhir.
Dan telah disebutkan sebelumnya, apabila datang sepuluh hari terakhir, Nabi menghidupkan malam, membangunkan keluarga dan mengencangkan ikat pinggangnya.
Di Malam ke Berapa?
Ada beberapa pendapat dari para ulama dalam menentukan malam ini :

  • Ada yang mengatakan bahwa malam itu adalah malam kedua puluh satu.
  • Ada yang mengatakan malam kedua puluh tiga.
  • Ada yang berpendapat malam kedua puluh lima.
  • Ada yang berpendapat malam kedua puluh sembilan.
  • Ada yang mengatakan bahwa ia berpindah-pindah pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir.

Akan tetapi, kebanyakan ulama berpendapat bahwa lailatul-qadar adalah malam ke dua puluh tujuh.
Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibnu Umar ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda,
Barangsiapa mencarinya, hendaklah mencari di malam kedua puluh tujuh.
Dalam hadist Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi (yang menyatakan keshahihannya) juga meriwayatkan bahwa Ubay bin Ka’ab berkata,
Demi Allah yang tiada tuhan melainkan Dia. Sesungguhnya, ia terjadi di dalam bulan Ramadhan. Ia bersumpah dan menentukan kepastian tanpa mengucapkan, ‘insya Allah.’ Demi Allah, sesungguhnya, aku mengetahui malam apa terjadinya, yaitu malam ketika kita diperintahkan Nabi menghabiskannya untuk qiyamul-lail, yakni malam kedua puluh tujuh. Dan sebagai tandanya adalah pada pagi harinya matahari terbit dengan cahaya putih tidak silau.”
Qiyamul-Lail dan Berdoa di Malam Qadar
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda,
Barangsiapa yang beribadah pada malam Qadar karena iman dan mengharapkan keridhaan Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Aisyah ra. meriwayatkan,
Aku bertanya, ‘Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu seandainya aku tahu malam jatuhnya Lailatul-Qadar itu, apa yang harus aku ucapkan waktu itu?’
Maka Nabi  bersabda, ‘berdoalah,
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
Allahumma innaka ‘afuwwun, tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni
“Ya Allah, sesungguhnya, Engkau Maha Pemaaf dan suka memaafkan, maka maafkanlah diriku ini.” (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi yang menshahihkannya)
 
Sumber : Kitab Fiqih Sunah Jilid I karya Sayyid Sabiq
Penerbit : Al-I’tishom Cahaya Umat
Ed : M. Asfiroyan