by Danu Wijaya danuw | Nov 18, 2017 | Adab dan Akhlak, Artikel
DALAM hadis riwayat Imam Muslim, Rasulullah pernah menyuruh seorang penyair ulung bernama Hassan bin Tsabit untuk membalas syair orang-orang musyrikin Mekkah. Bahkan beliau berdoa kepada Allah agar Malaikat Jibril membantu Hassan.
Para ulama salaf kerap membantah suatu kitab dengan menulis kitab. Hingga hari ini, diskursus semisalnya juga terjadi melalui esai di media.
Sanggah-menyanggah melalui tulisan mendorong lahirnya banyak karya yang akan memperkaya khazanah ilmu. Sedang mengutamakan tindakan fisik dalam menyikapi tulisan adalah tanda lunglainya sebuah peradaban untuk berjalan ke depan.
Untuk menyanggah faham Jahmiyah, ulama besar Ibnu Qoyyim al Jauziyah menulis kitab yang masyhur berjudul Madarijus Salikin, sebuah kitab bernuansa tazkiyatun nafs yang menjadi salah satu rujukan utama para ulama dalam pembahasan penyucian jiwa.
Begitupun dengan kitab masyhur buah karya Ibnu Jauzi, Talbis Iblis. Beliau menulis sekitar 560 tema bernuansa tazkiyatun nafs, dimana sebagian besarnya ditujukan sebagai sanggahan bagi segolongan ahli ibadah yang ekstrem dan menyimpang dari Al-Qur’an dan Assunnah.
Ibnu Qudamah, ketika melihat kembali isi kitab al Imam al Ghazali berjudul Ihya Ulumuddin, menemukan banyak hal yang menurut ijtihad-nya perlu untuk diluruskan dan dilengkapi.
Akhirnya lahirlah Minhajul Qashidin yang merupakan mukhtasar (ringkasan) sekaligus koreksi atas kitab Imam Ghazali tersebut.
Atas upayanya, kitab Minhajul Qashidin menjadi buah karya agung hasil kolaborasi dua ulama besar, Ibnu Qudamah dan Imam al Ghazali.
Para ulama mazhab pun sanggah-menyanggah dengan cara yang ilmiyah, yakni melalui penulisan risalah atau diskusi di majlis ilmu yang dihiasi dengan adab, akhlaq, serta memelihara ukhuwah. Diskursus ulama salaf selalu memegang teguh cara-cara ma’ruf.
Karya fenomenal Ibnu Hajar Asqolani, Fathul Bari, yang berjilid-jilid itu sejatinya juga ditujukan sebagai respon atas karya semisal dari ulama besar lainnya, Badruddin al A’ini.
Keduanya juga saling menulis sanjungan. Perdebatan ulama justru membawa manfaat yang besar dengan keilmuan dan akhlak mereka.
Bahkan Al Qur’an al Karim, banyak memaparkan sanggahan terhadap persepsi keliru. Ia juga mengoreksi dan melengkapi kitab-kitab terdahulu. Allâh, Al Alim, Menyanggahnya dengan ilmuNya yang sempurna.
Menyanggah dengan ilmu bagaikan berlomba memaparkan kebenaran. Sedangkan kebenaran itu terang dan semakin cemerlang ia jika dihiasi oleh adab.
Kebenaran tidak layak bersifat “underground”, atau “undercover”. Kebenaran patut disampaikan meski terkadang tertunda demi maslahat yang lebih besar bagi umat.
Menyanggah semestinya dengan ilmu dan adab. Tanpa ilmu, ia berpotensi menjadi hoax. Tanpa adab, ia berpotensi mengadu domba. Wallahu A’lam.
Oleh: Wisnu Tanggap Prabowo
by Danu Wijaya danuw | Nov 8, 2017 | Adab dan Akhlak, Artikel
ALLAH SWT dalam beberapa ayat bersumpah dengan waktu Dhuha. Dalam pembukaan surat As-Syams, Allah berfirman, “Demi matahari dan demi waktu Dhuha.” Bahkan, ada surat khusus di Alquran dengan nama Ad Dhuha.
Pada pembukaannya Q.S. Ad Dhuha, Allah berfirman, “Demi waktu Dhuha.”
Imam Arrazi menerangkan bahwa Allah SWT setiap bersumpah dengan sesuatu, itu menunjukkan hal yang agung dan besar manfaatnya. Bila Allah bersumpah dengan waktu Dhuha, berarti waktu Dhuha adalah waktu yang sangat penting.
Di antara doa Rasulullah SAW: Allahumma baarik ummatii fii bukuurihaa. Artinya, “Ya Allah berilah keberkahan kepada umatku di waktu pagi.”
Ini menunjukkan bahwa orang-orang yang aktif dan bangun di waktu pagi (waktu Subuh dan Dhuha) untuk beribadah kepada Allah dan mencari nafkah yang halal, ia akan mendapatkan keberkahan.
Sebaliknya, mereka yang terlena dalam mimpi-mimpi dan tidak sempat shalat Subuh pada waktunya, ia tidak kebagian keberkahan itu.
Abu Dzar meriwayatkan sebuah hadits. Rasulullah SAW bersabda, “Bagi tiap-tiap ruas anggota tubuh kalian hendaklah dikeluarkan sedekah baginya setiap pagi.
“Satu kali membaca tasbih (subhanallah) adalah sedekah, satu kali membaca tahmid (alhamdulillah) adalah sedekah, satu kali membaca takbir (Allahu Akbar) adalah sedekah,
” menyuruh berbuat baik adalah sedekah, dan mencegah kemunkaran adalah sedekah. Dan, semua itu bisa diganti dengan dua rakaat shalat Dhuha,” (HR Muslim).
Aisyah menceritakan bahwa Rasulullah SAW selalu melaksanakan shalat Dhuha empat rakaat. Dalam riwayat Ummu Hani, “Kadang Rasulullah SAW melaksanakan shalat Dhuha sampai delapan rakaat,” (HR Muslim).
Imam At Tirmidzi dan Imam At Thabrani meriwayatkan sebuah hadis yang menjelaskan bahwa “Bila seseorang melaksanakan shalat Subuh berjamaah di masjid, lalu ia berdiam di tempat shalatnya sampai tiba waktu Dhuha,
” Kemudian ia melaksanakan shalat Dhuha, ia akan mendapatkan pahala seperti naik haji dan umrah diterima.” Para ulama hadis merekomendasikan hadis ini kedudukannya hasan.
Jelaslah bahwa shalat Dhuha sangat penting bagi orang beriman. Penting bukan karena seperti yang banyak dipersepsikan bahwa shalat Dhuha ada hubungannya dengan mencari rezeki, melainkan ia penting karena sumpah Allah SWT dalam Al-Quran.
Maka, sungguh bahagia orang-orang beriman yang memulai waktu paginya dengan shalat Subuh berjamaah di masjid, lalu dilanjutkan dengan shalat Dhuha.
by Danu Wijaya danuw | Nov 7, 2017 | Adab dan Akhlak, Artikel
Saudaraku,
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar RA, “Muslim itu saudara(nya) muslim. Ia tidak boleh menzaliminya dan tidak boleh menyerahkannya ke tangan musuh.
“Barangsiapa yang berkenan memenuhi hajat kebutuhan saudaranya, maka Allah pasti memenuhi hajatnya.
“Barangsiapa melepaskan suatu kesulitan muslim, maka Allah akan melepaskan darinya salah satu kesulitannya pada hari kiamat.
“Dan barangsiapa yang menutupi (aib) muslim, maka Allah akan menutupi (aib)nya pada hari kiamat.” (Bukhari no. 2442 dan Muslim no. 2580)
Saudaraku,
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang melepaskan suatu kesusahan seroang mukmin di antara berbagai kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskan darinya salah satu di antara berbagai kesulitan pada hari kiamat.
“Barangsiapa yang memudahkan orang yang mendapatkan kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan baginya di dunia dan akhirat.
“Dan barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah itu akan selalu membantu hamba jika ia mau membantu saudaranya.
Saudaraku,
“Dan barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan untuk menuju surga.
“Tidak ada suatu kaum yang berkumpul di salah satu rumah Allah seraya membaca kitab Allah (Al-Qur’an) dan mereka mempelajari Al-Qur’an tersebut kecuali akan turun kepada mereka ketenangan,
“dan mereka pun akan diliputi rahmat Allah serta mereka akan diliputi malaikan, bahkan Allah pun akan menyebut-nyebut mereka di hadapan makhluk lain disisi-Nya.
“Serta, barangsiapa yang menangguhkan amal ibadahnya, maka tidak akan dipercepat keturunannya. (Muslim no. 2699)
Lalu bagaimana bila aib itu sudah tersebar, apa yang kita lakukan?
Ibnul Qayyim al-Jauziyah mengatakan dalam kitab Madarijus Salikin, : “Janganlah kamu menampakkan kegembiraan terhadap kejelekan (kesusahan) orang lain, karena boleh jadi Allah akan menyayangi dia dan mengujimu.”
Saudaraku,
Sesungguhnya jika engkau tidur malam dan paginya merasa menyesal terhadap kejelekan-kejelekanmu, itu lebih baik daripada kalau engkau menunaikan shalat malam, tetapi pagi harinya merasa ujub, karena amal orang yang ujub tidak akan naik kepada Allah.
Engkau tertawa sambil mengakui dosamu lebih baik, daripada engkau menangis, tetapi bersikap mentang-mentang, bermegah diri dengan amalan.
Saudaraku,
Ratap tangis orang-orang yang berdosa lebih dicintai Allah daripada riuh rendahnya suara orang-orang yang bertasbih tetapi membanggakan diri / kelompok.
Barangkali dengan dosanya (yang disesalinya) ini Allah meminumkan obat kepadanya untuk mengeluarkan penyakit yang mematikan yang kini ada pada dirimu tetapi engkau tidak merasa.
by Danu Wijaya danuw | Oct 10, 2017 | Adab dan Akhlak, Artikel
Kiat pertama yang harus dilakukan seorang wanita agar sukses membangun rumah tangga bahagia, langgeng, rukun, serta jauh dari permusuhan adalah mentaati perintah Rasulullah SAW. Sebagaimana Sabda beliau :
“Apabila orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya datang untuk melamar, nikahkan dia. Jika tidak, pasti akan terjadi fitnah di bumi ini sekaligus kerusakan.”
Para sahabatnya bertanya, “Rasulullah, meskipun pada diri itu terdapat kekurangan?”
Rasulullah menjawab, “Apabila orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya datang untuk melamar, nikahkan dia,” jawab Rasulullah tiga kali. (HR. Tirmidzi).
Artinya apabila kalian tidak menikahkan seorang pria yang taat beragama dan berakhlak mulia, meskipun tidak kaya, tidak terhormat, atau tidak terpandang.
Namun karena kalian lebih menyukai sosok yang kaya, terhormat, dan terpandang, meskipun dia tidak taat beragama dan tidak berakhlak mulia, hal ini akan mengakibatkan kerusakan yang parah.
Mungkin akan banyak wanita yang hidup tanpa suami, dan banyak pula pria yang hidup tanpa isteri. Zina dan perbuatan nista akan tersebar luas. Hal ini akan menyebabkan ketidakharmonisan dalam kehidupan rumah tangga.
Allah SWT dan Rasul-Nya telah memberikan wasiat dalam memperlakukan wanita. Dengan demikian, akhlak mulia harus bersanding dengan agama, dan harus dijadikan pertimbangan utama dalam menentukan pasangan hidup.
Pria yang taat beragama dan mulia pastia akan memperlakukan isterinya dengan baik, apabila dia mencintainya. Dan, jika dia tidak menyukai isterinya, dia takkan pernah menghinanya, kalau tidak bisa mempertahankan rumah tangganya, dia pasti menceraikan isterinya dengan cara yang baik pula.
Sumber: Kiat Menjadi Muslimah Seutuhnya/karya: Adnan Tharsyah/Penerbit: Senayan Publishing/Diposting : Ruang Muslimah
by Danu Wijaya danuw | Sep 28, 2017 | Adab dan Akhlak, Artikel
Oleh: KH. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym)
Mari kita mentafakuri api unggun. Api unggun berawal dari kayu bakar yang berasal dari batang pohon. Kemudian batang-batang pohon itu dibelah dengan berbagai ukuran sedemikian rupa. Lalu ditumpuk-ditumpuk, disiram sedikit minyak dan dibakar. Dalam sekejap kayu-kayu bakar yang sudah melalui berbagai proses begitu lama itupun ludes menjadi abu. Dan musnah. Inilah gambaran kedengkian.
Rasululloh Saw. bersabda, “Jauhilah oleh kalian sifat dengki. Karena dengki itu memakan kebaikan bagaikan api unggun menghanguskan kayu bakar.” (HR. Abu Daud)
Bayangkan, sholatnya jalan, tahajudnya hampir tiap malam, shaum sunnahnya jarang ketinggalan, sedekahnya mengagumkan, tilawah Al Qurannya setiap waktu, dan kebaikan-kebaikan lainnya banyak ia lakukan. Namun, ia memendam satu penyakit, yaitu dengki.
Orang pendengki itu rumusnya sederhana, susah melihat orang lain senang, dan senang melihat orang lain susah. Mengapa Alloh tidak suka kepada seorang pendengki?
Karena pendengki adalah orang yang tidak menyukai perbuatan Alloh Swt. Pendengki adalah orang yang kurang iman. Pendengki adalah orang yang buruk sangka kepada Alloh Swt. Dan, pendengki adalah orang yang tidak mengakui bahwa Alloh Maha Baik dan Maha Adil.
Ketika Alloh mentakdirkan sesuatu keberuntungan kepada salah seorang dari hamba-Nya, maka pendengki tidak rela akan takdir tersebut. Berarti lebih jauhnya, ia tidak suka kepada Dzat yang menghendaki takdir itu terjadi, yaitu Alloh Swt.
Bayangkan, manakala kita melakukan berbagai kebaikan, namun ada penyakit di dalam hati kita yaitu kedengkian, maka terhapuslah kebaikan-kebaikan kita itu. Subhaanalloh. Semoga kita terlindung dari hal yang demikian.
Saudaraku, ini adalah masalah yang penting. Mungkin kita tidak jarang menilai bahwa iri hati, dengki adalah masalah yang sepele. Padahal jikalau kita tafakuri lebih dalam, betapa ini adalah urusan yang serius.
Tidak heran jika Rosululloh Saw. dalam hadits di atas mewasiatkan tentang dampak buruk dari kedengkian. Artinya, dengki adalah penyakit yang benar-benar perlu kita jauhi. Jangan sampai berbagai amal kebaikan kita menjadi sia-sia disebabkan penyakit dengki di dalam hati kita.
Semoga Alloh Swt. selalu memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita senantiasa membersihkan hati kita dan menjauhkannya dari iri hati dan dengki. Aamiin yaa Robbal ‘aalamiin.
Sumber : SmsTauhid
Aa Gym menjadi Pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhid Bandung – Jakarta.
by Danu Wijaya danuw | Sep 26, 2017 | Adab dan Akhlak, Artikel
Seorang pemuda yang sangat tampan dan rajin beribadah tinggal di Kuffah. Ia adalah orang yang zuhud. Pada suatu hari ketika sedang bertamu pada sebuah keluarga, ia melihat seorang gadis anggota keluarga itu yang sangat cantik. Ia pun dibuat terpesona serta mabuk kepayang. Ia mencintai gadis tersebut.
Rupanya perasaan yang sama juga dialami oleh si gadis tersebut. Gadis itu mencintai pemuda itu. Lalu pemuda itu pun mengutus seorang kurir untuk melamar sang gadis kepada ayahnya. Sang ayah memberitahu bahwa gadis itu sudah menjadi tunangan saudara sepupunya sendiri.
Inilah yang membuat sepasang muda-mudi itu sama-sama menderita sakit asmara. Si gadis lalu berkirim surat kepada pemuda itu yang diantar oleh seorang kurir.
“Aku sudah mendengar bahwa kamu sangat mencintaiku. Dan aku pun demikian. Jika mau, aku akan mengunjungimu atau aku akan memberimu jalan supaya kita bisa bertemu di rumahku.”
Selesai membaca surat itu, sang pemuda berkata kepada si kurir,“Kedua-duanya tak akan aku lakukan, katakanlah,
قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
‘Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar jika aku durhaka kepada Rabbku’ (Q.S az Zumar: 13)
“Aku takut akan api neraka yang panasnya tidak akan pernah reda, dan nyalanya tidak akan pernah padam.”
Setelah mendengar jawaban pemuda yang disampaikan kurirnya itu, si gadis seketika bertaubat.
Sumber: Wanitashalihah