Oleh : Fauzi Bahreisy
 
Hanya satu kata. Namun, ia memliki dampak dan pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan. Siapa yang bisa menatanya dengan baik ia akan selamat dan bahagia. Namun, siapa yang tidak mampu menata dengan baik, ia akan celaka dan menderita. Satu kata tersebut adalah cinta. Cinta memang bisa menjadi jalan ke surga. Akan tetapi, juga bisa menjadi jalan menuju neraka, naudzubillah.
Cinta ada dua. Cinta yang halal dan cinta yang haram, cinta yang suci dan cinta yang terpolusi, cinta yang diridhai oleh-Nya dan cinta yang dibenci, cinta yang mendatangkan bahagia dan cinta yang mendatangkan petaka. Hal itu tergantung pada bagaimana kita menatanya.
Cinta yang halal dan diridhai adalah cinta seorang mukmin sejati. Pasalnya, ia menata cintanya sesuai dengan petunjuk Al Qur’an dan Sunnah. Ia meletakkan cintanya yang paling besar kepada Allah Swt. Demikian bunyi firman Allah yang tidak pernah keliru dan salah, “Orang-orang mukmin sangat besar cinta mereka kepada Allah Swt.” (QS. Al Baqarah : 165).
Jadi, cinta terbesar seorang mukmin adalah kepada Allah Swt. Mengapa? Manusia mencintai sesuatu karena tiga hal. Bentuknya yang indah, sikapnya yang indah, dan anugerahnya yang indah. Allah memiliki semuanya.
(1) Allah Maha Indah senang kepada yang indah (Allah jamil yuhibbul jamal). Seluruh keindahan yang terdapat di dunia bersumber dari keindahan-Nya. Dialah sumber keindahan. Karena itu nanti di hari akhir ketika manusia ahli surga melihat wajah-Nya, mereka terkesima, takjub.
(2) Allah Maha Baik dan Maha Penyayang. Dia mencipta dengan rahmat, memberi dengan rahmat, memelihara dengan rahmat,  mengampuni dan memaafkan kesalahan hamba, yang menutupi kesalahan hamba, serta Dia pula yang mau mendengar keluh kesah hamba.
(3) Allah Maha Memberi Karunia. Dia yang memberi semua kebutuhan kita. Dia yang menanamkan perasaan cinta. Dia pula yang menghadirkan orang-orang yang kita cinta.
Bayangkan hidup tanpa cinta dan kasih sayang. Hidup ini terasa hambar. Bahkan niscaya tidak akan ada kehidupan. Namun mengapa kita sibuk mencinta tapi tidak pernah berterima kasih, bersyukur, dan mencinta Zat yang telah menganugerahkannya?!
Setelah Allah, seorang mukmin mencintai Rasul-Nya. Hal ini karena beliau hadir dan mempersembahkan hidupnya untuk kebahagiaan kita. Beliau sangat sayang, perhatian, dan memikirkan umatnya. Beliau rela berkorban, tersiksa, dan menderita demi untuk menyampaikan petunjuk yang bisa menyelamatkan kita. Laqad ja’akum rasulum min anfusikum
Beliau yang selalu bermunajat ummati…ummati…beliau pula yang akan memintakan syafaat untuk kita di akhirat.
Lalu seorang mukmin juga mencintai orang tuanya, ayah ibunya. Karena cinta dan ridha orang tua menjadi jalan bahagia. Orang mukmin juga cinta kepada isteri dan anaknya, kepada karib kerabatnya, kepada sesama mukmin dan juga seluruh manusia.
Lihat bagaimana Rasul saw menunjukkan cinta kepada Khadijah ra isterinya. Bahkan setelah Khadijah  wafat beliau tetap mengingat dan mengenangnya. Beliau memintakan ampunan untuknya, memujinya, kadang beliau menyembelih kambing dan memberikan dagingnya kepada teman-teman Khadijah ra.
Beliau juga mencintai Aisyah ra sepeninggal Khadijah. Beliau bercumbu, bersenda gurau, dan memberikan sentuhan kasih sayang kepadanya. Sampai kemudian beliau meninggal di pangkuannya.
Beliau juga mencintai anaknya. Ketika anaknya meninggal beliau tak kuasa menahan tangis sebagai bentuk kasih sayang kepadanya. Kepada Fatimah ra beliau menunjukkan cinta yang sangat besar.
Beliau juga mencintai cucunya. Hasan dan Husein sering beliau gendong dan beliau cium.
Beliau juga cinta kepada para sahabat dan seluruh kaum mukmin, bahkan seluruh makhluknya. Karena beliau memang diutus sebagai rahmat bagi semesta alam. Wa ma arsalnaka illa rahmatan lil alamin.
Begitulah cinta seorang mukmin. Cinta yang tulus dan bersih. Cinta yang mendatangkan ketenangan dan kedamaian. Cinta yang sesuai dengan tuntunan Allah Swt. Cinta tersebut disalurkan sebagaimana yang diinginkan oleh Allah Swt. Sehingga akan mendatangkan ganjaran di surga-Nya.
Namun sebaliknya cinta yang haram adalah cinta yang dibungkus oleh nafsu. Selalu mengajak kepada keburukan dan kepada yang haram. Ia membabi buta dan cenderung seperti binatang. Cinta yang semacam ini dikendalikan oleh setan. Atas nama cinta tidak ada rasa malu. Atas nama cinta kehormatan diabaikan. Atas nama cinta berbagai perbuatan nista dilakukan. Akhirnya alih-alih mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan, ia justru mendapatkan petaka dan kemalangan. Tidak ada kepuasaan. Yang ada hanya kegalauan, kegundahan, kegelisahan, dan penderitaan.
Karena itu, sudah selayaknya kita menata cinta dengan benar sesuai tuntunan Allah agar bahagia untuk selamanya. Di dunia dan di akhirat. Amin.
Sumber :
Artikel Utama Buletin Al Iman.
Edisi 323 – 13 Februari 2015. Tahun ke-8
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.

Hubungi 0897.904.6692
Email: redaksi.alimancenter@gmail.com
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman

Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!