Assalamualaikum warrahmatulahi wabarakatuh.
Pak ustad saya ingin bertanya mengenai vonis kafir, sesuai ajaran islam vonis kafir harus ada lembaga pengadilan syariah yg di tetapkan oleh pemerintah yg berhukum islam, seperti yg kita ketahui di indonesia tidak ada lembaga pengadilan syariah, lalu bagaimana seorang muslim yg sedang mencari kesalahanya sendiri jika dia telah kafir atau tidak? Apakah harus bertanya kepada ulama? Apakah ulama akan menilai kafir atau tidaknya? Jika itu bertentangan dengan ajaran islam lalu apa yg harus dilakukan agar fulan mengerti kesalahanya dengan jelas? Terimakasih
wassalamualaikum warrahmatulahi wabbarakatuh.
Jawaban:
Assalamu alaikum wr.wb.
Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbih ajmain. Amma ba’du.
Nabi saw bersabda, “Siapa yang berkata kepada saudaranya, ‘Wahai kafir!’ berarti salah satunya kafir seperti yang dikatakan. Atau jika tidak maka dosanya kembali kepada yang menuduh.” (HR Muslim) Karena itu, tidak boleh sembarangan menuduh seseorang kafir. Yang bisa menuduh orang kafir hanya mereka yang mengetahui rambu-rambu agama, serta yang mengetahui batas-batas syariat dan akidah.
Pada dasarnya orang yang mengekspresikan syiar-syiar Islam seperti syahadat, shalat, puasa, haji dst, maka ia harus dihukumi dan diperlakukan sebagai muslim. Ia layak mendapat salam, layak diberi loyalitas, dan seterusnya. Tidaklah dianggap keluar dari Islam dan disebut kafir kecuali yang jelas-jelas melakukan tindakan sebagai berikut: – Secara sengaja dan sadar mengaku bahwa dirinya kafir. – Secara sadar dan sengaja mengucapkan ungkapan atau keyakinan yang jelas-jelas kufur menurut ijma para ulama. Misalnya menganggap Allah punya sekutu, mengaku dirinya sebagai malaikat, dst.
Paling tidak ada dua syarat untuk menilai seseorang kafir:
(1) adanya dalil atau petunjuk yang jelas bahwa tindakan yang dilakukannya kufur;
(2) ia melakukan itu dalam kondisi tahu dan sadar; tanpa dipaksa.
Karena itu, menuduk orang kafir bukan perkara yang ringan dan sepele. Harus ada dalil yang valid dan kuat yang mengarah kepadanya. Di sini harus ada sikap hati-hati. Dan di antara bentuk kehati-hatian adalah bertanya kepada ahlinya, yaitu para ulama dan fukaha. Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb.