by Danu Wijaya danuw | May 8, 2018 | Artikel, Dakwah
TIBALAH kita di minggu-minggu terakhir Bulan Sya’ban. Ini artinya dalam beberapa hari mendatang kita akan memasuki bulan yang penuh dengan keberkahan.
Ya, bulan Ramadhan. Bulan paling ditunggu-tunggu umat Muslim. Bulan ketika Allah SWT memberikan banyak pahala dan keberkahan di dalamnya.
Tentunya untuk menyambut bulan Ramadhan yang hanya ada satu tahun sekali ini kita harus mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin. Namun, bagaimanakah seharusnya kita mempersiapkan diri menghadapi bulan Ramadhan?
Berikut ini empat amalan yang dapat kita persiapkan untuk menyambut Ramadhan.
1. Memperbaiki hubungan dengan saudara dan keluarga
Allah berfirman :
“Bertakwalah kepada Allah dan perbaiki hubungan diantara kalian”.
Memperbaiki kembali hubungan dalam keluarga menyambut ramadhan akan semakin menambah keharmonisan dalam keluarga ketika menjalankan ibadah puasa, karena hati yang bersih akan semakin suci. Maka menjelang ramadhan saatnya untuk saling meminta maaf dan memaafkan.
Itulah beberapa amalan yang bisa kita lakukan untuk menyambut bulan suci penuh ampunan.
2. Memperbanyak istighfar dan taubat.
Setiap anak adam pasti pernah salah dalam kehidupannya. Iman yang selalu naik dan turun, perjalanan hidup yang banyak godaan pasti akan membuat anak adam pernah terpeleset sehingga terkotori oleh dosa, dan kotoran itu perlu dibersihkan. Maka istighfar dan taubat adalah pembersihnya.
“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS. Al-Anfaal: 33)
3. Mempelajari ilmu fikih selama bulan Ramadhan
Karena Allah perintahkan manusia untuk berbekal selama perjalanan hidupnya,
“Ambillah bekal, dan sebaik-baik bekal adalah taqwa” (QS. Al-Baqarah: 197)
Untuk bisa menggapai taqwa selama ramadhan, kita harus mengikuti aturan syariat yang berlaku selama bulan mulia itu. Dan satu-satunya jalan untuk bisa mengikuti aturan syariat itu adalah dengan mempelajari aturan terebut dan berusaha mengamalkannya.
Karena itulah, para ulama sejak masa silam, selalu memotivasi kaum muslimin untuk belajar dan belajar. Belajar aturan syariat kemudian berusaha mengamalkannya.
4. Melatih diri dengan puasa sunnah
Untuk menghadapi Ramadhan kita membutuhkan energi yang cukup baik. Salah satu cara kita untuk mempersiapkan diri menyambut Ramadhan adalah dengan memperbanyak shaum sunnah di bulan Sya’ban.
Dari Aisyah ra, ia berkata: “Tidaklah saya melihat Rasulullah menyempurnakan satu bulan puasa kecuali ramadhan, dan tidaklah saya melihat Rasulullah yang paling banyak puasanya kecuali di bulan sya’ban. (HR. Bukhori).
by Danu Wijaya danuw | Mar 29, 2018 | Artikel, Dakwah
SEDIH merupakan bagian dari fitrah manusia. Tak satupun manusia bisa lepas dari kesedihan, termasuk para Nabi dan Rasul. Semua hampir bisa dipastikan pernah mengalami yang namanya duka lara.
Nabi Ya’kub sampai kehilangan penglihatan karena menahan amarah kepada saudara Nabi Yusuf dan sekaligus kesedihan karena kehilangan Nabi Yusuf Alayhissalam.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alayhi Wasallam pun tak sanggup untuk tidak bermuram durja kala kehilangan istri, Khadijah dan paman tercintanya, Abu Tholib.
Namun demikian kesedihan Nabi dan Rasul tidak melampaui batas, sehingga kepedihan tidak melemahkan iman.
Namun, masih ada sebagian dari umat Islam yang belum memahami batas-batas kesedihan, sehingga sebagian larut dalam kegundahan sampai-sampai ada yang berubah sikap dan karakter.
Biasanya, yang mengalami keadaan seperti itu adalah mereka yang gersang jiwanya, lemah agamanya dan minim pengetahuannya, tetapi besar harapan dan angan-angannya.
Sehingga kala apa yang sangat dicintainya hilang, ia seperti tak punya pegangan. Ada yang menjerit-jerit, stress bahkan gila dan putus asa, hingga bunuh diri.
Semua itu tidak lepas dari kecintaan terhadap diri sendiri, harta dan tahta. Dan orang yang sedih karena hal-hal tersebut tidak sedikit.
Oleh karena itu, penting bagi seorang Muslim mengerti bagaimana terbebas dari rasa cinta yang sewaktu-waktu bisa menimbulkan kesayuan tak tertahankan, yang jika tidak diwaspadai justru bisa mematikan iman.
Pertama, pelihara dan perkuat iman
Di dalam Al-Qur’an, Allah berfirman;
وَلاَ تَهِنُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ الأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran [3]: 139).
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa, bagi orang-orang yang beriman diberikan kesudahan yang baik dan pertolongan dari Allah.
Seperti apa yang Allah berikan kepada Nabi Yusuf Alayhissalam, kala beliau mesti mengalami takdir terpisah dari ayah, keluarga dan kampung halamannya dalam kurun yang begitu lama.
Dengan bekal iman, akhirnya Allah pertemukan Nabi Yusuf kembali dengan ayah dan keluarganya dalam keadaan yang kuat lagi bermartabat, baik di sisi manusia dan di sisi Allah.
Dengan kata lain, iman akan menghindarkan seorang Muslim dari kesedihan yang tidak beralasan. Sehingga hidupnya, meski secara kasat mata tampak tidak bahagia, hakikatnya hatinya teguh, perkasa dan optimis akan pertolongan-Nya.
Kedua, istiqomah
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS. Fushshilat [41]: 30).
Ibnu Katsir menjelaskan, ayat tersebut menghendaki agar umat Islam memurnikan amal untuk Allah dan beramal karena taat kepada Allah Ta’ala atas apa yang disyari’atkan-Nya kepada mereka (sepanjang hayat).
Dalam konteks operasionalnya setiap 24 jam, tentu umat Islam mesti konsisten dalam mendirikan sholat 5 waktu, menunaikan zakat, dan beramal sholeh (QS. Al-Baqarah: 277) dalam segala situasi dan kondisi.
Sebab, pada akhirnya, kabar gembira berupa surga akan Allah berikan kepada siapa saja dari umat Islam yang benar-benar istiqomah.
Ketiga, dekat dengan Al-Qur’an
قُلْنَا اهْبِطُواْ مِنْهَا جَمِيعاً فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ
“Kami berfirman: “Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS: Al-Baqarah [2]: 38).
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat itu memerintahkan agar umat Islam benar-benar dekat dan akrab dengan Al-Qur’an, disertai komitmen meneladani Rasulullah Shallallahu Alayhi Wasallam.
Dengan seperti itu, setiap diri dari umat ini akan terbebas dari kesedihan, karena urusan dunia yang luput dari tangannya.
Sungguh tidak mengherankan jika para sahabat dan ulama terdahulu begitu cinta dan bangga membaca, mengkaji dan mengamalkan Al-Qur’an.
Semoga kita dapat mengamalkan hal tersebut untuk membuang kesedihan kita.
Sumber : Hidayatullah
by Danu Wijaya danuw | Jan 6, 2018 | Adab dan Akhlak, Artikel
SETIAP manusia pastilah menginginkan kehidupan di surga kelak. Untuk menuju hal tersebut kita harus memperbanyak bekal amal untuk menuju surga.
Terdapat 3 amal yang paling berat menurut Imam Syafi’i. Semakin berat suatu amalan, maka semakin berat pula pahala yang akan kita dapatkan. Oleh karena itu, simaklah ketiga amalan berat ini :
1. Murah hati ketika miskin
Sekdekah atau infaq merupakan amalan baik yang dapat mengantarkan kita menuju surga. Ketika seseorang dalam kelapangan atau memperoleh rezeki yang lebih maka ia akan dengan mudah bershodaqoh atau memberikan kelebihannya itu pada orang yang membutuhkan.
Namun berbeda halnya jika kita sedang berada di kondisi yang sempit. Artinya kita sedang mengalami kekurangan, baik itu kekurangan secara fisik atau secara ekonomi.
Pada umumnya orang yang mengalami kekurangan, ia akan mementingkan diri sendiri daripada orang lain. Oleh karena itu, Allah sangat menyukai orang-orang yang bermurah hati pada orang lain meskipun ia dalam keadaan susah. Sebagai seorang muslim, hal ini juga ditunjukkan oleh Rasulullah. Beliau selalu bermurah hati meskipun dalam keadaan sempit.
Ketika beliau mendapatkan harta yang berlebih maka beliau akan membagikan harta tersebut pada orang lain yang membutuhkan. Bahkan pada suatu hari, beliau pernah mempercepat shalatnya, karena ingin segera menyerahkan harta yang baru saja didapatkannya kepada fakir miskin.
Sebagai umat manusia, hendaknya kita meneladani Rasulullah dalam kondisi lapang maupun sempit, beliau selalu menyempatkan diri untuk berbagi dengan sesama.
2. Wara’ saat sendiri
Wara’ adalah menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Pada umumnya setiap orang akan memperlihatkan sisi positifnya pada orang lain. Hal ini akan berpengaruh pada keikhlasan kita untuk berbuat baik ataupun meninggalkan hal-hal yang diharamkan. Meninggalkan apa yang dilarang-Nya merupakan suatu hal yang sangat sulit untuk dilakukan.
Oleh karenanya, banyak orang yang melakukan larangan-larangan Allah seperti berzina, berjudi, minum minuman keras dan masih banyak lagi.
Bahkan mereka tidak lagi malu atau takut melakukannya secara terang-terangan di depan orang lain. Jika kita sedang sendiri, maka kecenderungan untuk kita melakukan larangan tersebut semakin besar. Karena kita merasa bahwa tidak ada orang lain yang mengawasi.
Jadi kita bisa sesuka hati melakukan apapun yang kita mau, termasuk dengan larangan Allah. Hal ini dikarenakan banyak orang yang melakukan perbuatan baik bukan karena keikhlasannya, tetapi hanya ingin dipandang baik oleh orang lain.
Oleh karena itu, orang yang meninggalkan larangan ketika sendiri merupakan orang yang memiliki keimanan kuat pada Allah.
3. Mengungkapkan kebenaran di hadapan orang yang ditakuti
Dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan bahwa kita tidak perlu takut pada apa pun kecuali pada Allah. Namun, sebagai manusia biasa, pastinya kita pernah merasakan takut pada orang yang memiliki kekuasaan lebih tinggi atau kekuatan lebih tinggi.
Hal ini akan berpengaruh pada mental kita untuk mengungkapkan kebenaran. Ketika suatu kebenaran tertutupi, maka sebagai umat muslim yang baik kita harus mengungkapkan kebaikan tersebut.
Namun, karena ketakutan yang kita memiliki menyebabkan hilangnya keberanian untuk mengungkapkan kebenaran di hadapan mereka yang kita takuti. Oleh karena itu, amalan ini termasuk tiga amalan yang berat karena memang sungguh sulit melakukannya.
Demikianlah tiga amal yang paling berat menurut Imam Syafii. Allah telah menyediakan balasan yang setimpal dengan apa yang kita lakukan. Jika amalan yang kita lakukan berat dan banyak, maka pahala akan terus mengalir pada kita
by Danu Wijaya danuw | Jul 9, 2017 | Artikel, Dakwah
Apabila dosa-dosa kita Allah perlihatkan, mungkin akan menandingi tinggi dan besarnya kumpulan gunung di seluruh dunia.
Akan tetapi Allah yang Maha Pemaaf memberikan kita kesempatan untuk menghapus dosa-dosa tersebut tiap harinya dengan amalan-amalan sederhana yang berdampak luar biasa, apa sajakah amalan yang dimaksud?
1. Berdzikir
“Sesungguhnya ucapkan kalimat, Subhanallahu walhamdulillahi walaa ilaaha illallaahu wallaahu akbar itu menggugurkan kesalahan-kesalahan seperti pepohonan menggugurkan dedaunan.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Ahmad)
2. Bersabar terhadap ujian dari Allah
Rasullullah s.a.w: “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla berfirman, ‘Sesungguhnya apabila Aku menguji seorang hamba-Ku yang mukmin, lalu ia memuji-Ku atas ujian yang Aku timpakan kepada-Nya, maka ia bangkit dari tempat tidurnya (dalam keadaan) bersih dari dosa seperti hari ibunya melahirkannya.” (Hadis Riwayat Ahmad)
3. Bersedekah
Rasullullah s.a.w: “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan pada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.
Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Surah al-Baqarah ayat 271)
Rasullullah s.a.w: “Sedekah menghapus dosa seperti air memadamkan api.” (Hadis Riwayat Ahmad, Tirmidzi dan selainnya)
4. Memperbanyak bersujud
Sabda Rasulullah yang bermaksud : “Hendaklah kamu memperbanyak sujud kepada Allah, karena tidaklah kamu sekali sujud kepada-Nya, melainkan Dia mengangkatmu satu derajat dan menghapus satu kesalahan (dosa) darimu.” (Hadis Riwayat Muslim)
5. Menyempurnakan wudhu
“Jika seseorang berwudhu’ lalu menyempurnakan wudhu’nya kemudian berangkat solat dengan niat hanya untuk solat, maka tidak melangkah satu langkah kecuali Allah angkat satu derajat dan hapus satu dosa.” (Riwayat At-Tirmidzi)
6. Shalat 5 waktu
Melakukan sholat, dengan dalil sabda Rasulullah, “Bagaimana pendapat kalian seandainya ada sungai di pintu yang digunakan untuk mandi setiap hari lima kali, apa yang kalian katakan apakah tersisa kotorannya?
Mereka menjawab, “Tidak ada sisa kotorannya sedikitpun.”” Beliau bersabda, “Sholat lima waktu menjadi sebab Allah menghapus dosa-dosa.” (Riwayat Al-Bukhari).
Sumber : Ummi
by Yayasan Telaga Insan Beriman (Al-Iman Center) | May 10, 2017 | Adab dan Akhlak, Artikel
NISFU artinya pertengahan, maka malam Nisfu Sya’ban artinya malam pertengahan bulan Sya’ban. Kalau dirujuk kepada kalender Hijriyah, maka malam itu jatuh pada tanggal 14 Sya’ban karena pergantian tanggal sesuai penanggalan Hilaliyah atau yang menggunakan patokan rembulan adalah saat matahari terbenam atau malam tiba. Benarkah ada tuntunan dari Rasulullah di malam ini?
Sesungguhnya Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Aku tidak pernah sekali pun melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali (pada) bulan Ramadan, dan aku tidak pernah melihat beliau (banyak berpuasa -ed) dalam suatu bulan kecuali bulan Sya’ban. Beliau berpuasa pada kebanyakan hari di bulan Sya’ban,” (HR. al-Bukhari: 1868 dan HR. Muslim: 782)
Dalam hadits yang lain, Usamah bin Zaid berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu berpuasa dalam beberapa bulan seperti puasamu di bulan Sya’ban. Beliau menjawab, ‘Itu adalah satu bulan yang manusia lalai darinya. (Bulan itu adalah) bulan antara Rajab dan Ramadan, dan pada bulan itu amalan-amalan manusia diangkat kepada Rabbul ‘alamin, maka aku ingin supaya amalanku diangkat pada saat aku berpuasa.’ ” (HR. an-Nasa’i: 1/322, dinilai shahih oleh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil: 4/103)
Membedah Hadist Pengkhususan Nisfu Sya’ban
Adapun pengkhususan hari-hari tertentu pada bulan Sya’ban untuk berpuasa atau qiyamul lail, seperti pada malam Nisfu Sya’ban, maka hadits-haditsnya lemah bahkan palsu. Di antaranya adalah hadits:
“Jika datang malam pertengahan bulan Sya’ban, maka lakukanlah qiyamul lail, dan berpuasalah di siang harinya, karena Allah turun ke langit dunia saat itu pada waktu matahari tenggelam,
Lalu Allah berkata, ‘Adakah orang yang minta ampun kepada-Ku, maka Aku akan ampuni dia. Adakah orang yang meminta rezeki kepada-Ku, maka Aku akan memberi rezeki kepadanya. Adakah orang yang diuji, maka Aku akan selamatkan dia. Adakah demikian dan demikian?’ (Allah mengatakan hal ini) sampai terbit fajar.” (HR. Ibnu Majah: 1/421; HR. al-Baihaqi dalam Su’abul Iman: 3/378)
Hadits ini dari jalan Ibnu Abi Sabrah, dari Ibrahim bin Muhammad, dari Mu’awiyah bin Abdillah bin Ja’far, dari ayahnya, dari Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hadits ini adalah hadits maudhu’/palsu, karena perawi bernama Ibnu Abi Sabrah tertuduh berdusta, sebagaimana dalam Taqrib milik al-Hafidz. Imam Ahmad dan gurunya (Ibnu Ma’in) berkata tentangnya, “Dia adalah perawi yang memalsukan hadits.”[ Lihat Silsilah Dha’ifah, no. 2132.]
Maka dari sini kita ketahui bahwa hadits tentang fadhilah (keutamaan –ed) menghidupkan malam Nisfu Syaban dan berpuasa di siang harinya tidaklah sah dan tidak bisa dijadikan hujjah (argumentasi). Para ulama menyatakan hal itu sebagai amalan bid’ah dalam agama. [Lihat Fatawa Lajnah Da’imah: 4/277, fatwa no. 884].
Menurut Al-Imam An-Nawawi
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah, seorang ahli fiqih kondang bermazhab Syafi’i yang punya banyak karya besar dan kitabnya dibaca oleh seluruh pesantren di dunia Islam (di antaranya kitab Riyadhusshalihin, arba’in an-nawawiyah, al-majmu’), punya pendapat menarik tentang ritual khusus di malam nisfu sya’ban.
Beliau berkata bahwa shalat satu bentuk ritual yang bid’ah di malam itu adalah shalat 100 rakaat, hukumnya adalah bid’ah. Sama dengan shalat raghaib 12 rakaat yang banyak dilakukan di bulan Rajab, juga shalat bid’ah. Keduanya tidak ada dalilnya dari Rasulullah SAW.
Beliau mengingatkan untuk tidak salah menafsirkan dalil-dalil dan anjuran yang ada di dalam kitab Ihya’ Ulumiddin karya Al-Ghazali, atau kitab Quut Al-Qulub karya Abu Talib Al-Makki.
Menurut Syaikh Dr. Yusuf al-Qaradawi
Ulama yang menjabat sebagai Ketua Persatuan Ulama Internasional yang sering dijadikan rujukan oleh para aktifis dakwah berpendapat, tentang ritual di malam nasfu sya’ban bahwa :
Tidak pernah diriwayatkan dari Nabi SAW dan para sahabat, bahwa mereka berkumpul di masjid untuk menghidupkan malam nisfu Sya’ban, membaca doa tertentu dan shalat tertentu seperti yang kita lihat pada sebahagian negeri orang Islam.
Juga tidak ada riwayat untuk membaca surah Yasin, shalat dua rakaat dengan niat panjang umur, dua rakaat yang lain pula dengan niat tidak bergantung kepada manusia, kemudian mereka membaca do`a yang tidak pernah dipetik dari golongan salaf (para sahabat, tabi`in dan tabi’ tabi`in)
Bijaksananya Kita
Namun kita bisa bersikap bijak, amal puasa di bulan Sya’ban bisa diniatkan puasa Daud, atau puasa Ayyaumul Bid (pertengahan bulan). Jangan sampai kita sendiri justru malah tidak memperbanyak ibadah di Bulan Sya’ban. Cukup diganti niatnya sebagai ibadah umumnya. Dan sampaikan dengan santun dan hati-hati terkait tradisi Nisfu Sya’ban yang sudah melekat dimasyarakat awam. Dan salinglah menghormati walau berbeda pendapat nantinya.
Sumber: Konsultasi Syari’ah/Rumah Fiqih Indonesia/Ustad Ahmad Sarwat,Lc.MA