0878 8077 4762 [email protected]

Motivasi Keimanan

Oleh: Ust. Iman Santoso, Lc
Keimanan adalah energi yang sangat kuat yang  terus mendorong dan memotivasi orang-orang beriman  untuk terus beribadah, beramal, berdakwah dan berjihad kemudian memberi manfaat sebesar-besarnya kepada umat manusia sesuai dengan tingkatan orang beriman dan sesuai dengan asupan ruhiyah imaniyah yang dicapainya.
Mereka ibarat pohon buah yang dilempari batu oleh sang pelempar, tetapi pohon itu melempari buahnya bagi manusia.
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang)  ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat”. (QS Ibrahim 24-25).
Dzatiyah Imaniyah (Jati Diri Keimanan)
Keimanan memiliki karakteristik dan jati diri yang khas. Disebutkan dalam hadits Rasul SAW: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang pagi ini puasa?” Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menjawab: ”Saya”, Rasul bertanya: ”Siapa yang pagi ini sudah mengantar jenazah ke kuburan?” Abu Bakar menjawab: “Saya”, Rasul SAW bertanya: “Siapa yang pagi hari ini telah memberi makan orang miskin?” Abu Bakar menjawab: “Saya”, Rasul saw bertanya: ”Siapa yang pagi hari ini menengok orang sakit?” Abu Bakar menjawab: “Saya”. Maka Rasulullah SAW bersabda: ”Tidaklah (semua perbuatan baik itu) terkumpul pada seseorang pasti dia akan masuk surga” (HR Muslim).
Berkata Imam Hasan al-Bashri: “Keimanan bukanlah angan-angan tetapi keyakinan yang kokoh dalam hati dan dibuktikan oleh amal”.
Demikianlah keimanan. Keimanan merupakan daya dorong atau motivasi internal yang senantiasa menggerakkan orang yang beriman untuk senantiasa beramal dan beramal. Sesungguhnya dusta jika ada orang yang mengaku beriman, tetapi tidak beramal atau beribadah.
Keimanan akan menggerakkan pelakunya untuk terus menerus berkarya, berproduksi dan memberikan kontribusi yang positif kepada umat dan bangsa. Seorang yang beriman adalah orang yang sibuk memperbaiki dirinya kemudian melakukan perbaikan terhadap kondisi umat dan bangsanya.
Keimanan adalah energi yang sangat kuat yang dimiliki manusia. Semakin kuat keimanan seseorang, maka semakin kuat pula energinya. Kita menyaksikan bahwa segala produktivitas kebaikan dilahirkan oleh orang-orang beriman, sesuai dengan kekuatan keimanan tersebut. Puncaknya terjadi pada diri Rasulullah SAW, sahabat, tabiin dan tabiit tabiin. Merekalah generasi terbaik dari umat ini. Rasul SAW bersabda “Sebaik-baiknya masa adalah masaku, kemudian masa berikutnya, kemudian masa berikutnya” (HR Bukhari dan Muslim).
Apa yang dicontohkan oleh sahabat mulia Abu Bakar adalah bukti nyata betapa produktifnya beliau dalam waktu yang masih relatif pagi telah memborong amal shalih, puasa sunnah, mengantar jenazah, memberi makan orang miskin dan menengok saudaranya seiman yang sakit. Dan itu dilakukan diluar Ramadhan. Bagaimana dengan kita? Betapa banyak waktu yang dilalui tetapi terbuang hanya sia-sia, atau digunakan untuk kegiatan yang tidak bermanfaat untuk dirinya keluarganya ataupun umat dan bangsa.
Banyak manusia yang mengaku dirinya muslim menghabiskan waktunya untuk yang sia-sia bahkan mengandung dosa, seperti main gaple, catur, nonton TV, mendengar musik dan lain sebagainya. Bahkan yang lebih parah dari itu menghabiskan waktunya untuk perbuatan yang haram dan tidak diridhai Allah, seperti, berjudi, minuman keras, narkoba, zina, dan lain sebagainya.
Orang-orang yang beriman adalah orang tahu diri dan tahu posisi. Tahu diri maksudnya mereka potensi dirinya, kelebihan dan kekurangannya. Sehingga mampu mengendalikan diri dan memberdayakan dirinya sesuai anugerah yang Allah berikan kepadanya. Tahu posisi yaitu orang-orang beriman memahami tugas dan risalah dirinya kemudian  melaksanakan tugas dan risalah atau misinya tersebut.
Mereka mengetahui bahwa hidup di dunia ini sementara dan kemudian seluruh perbuatannya akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Zalzalah ayat 6-8: “Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”.
Sumber:
Artikel Utama Buletin Al Iman. Edisi 351 – 27 November 2015. Tahun ke-8
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.
Hubungi 0897.904.6692
Email: [email protected]
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah.
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya

Ikhlas dalam Beramal

Oleh : Dr. Yusuf Al Qardhawy
Diterjemahkan dari Kitab Hawla Rukn al Ikhlash
Penerjemah : Ust. Farid Nu’man Hasan
 
Ikhlas adalah  keinginan untuk mendapatkan ridha Allah ‘Azza wa Jalla melalui amal shalih, dan membersihkannya dari setiap kepentingan duniawi. Tidak mencampurkan amalnya dengan keinginan dunia pada dirinya, baik berupa keuntungan dunia, pangkat, harta, ketenaran, kedudukan di hati makhluk, pujian manusia, lari dari celaan, mengikuti nafsu tersembunyi, atau keinginan lainnya berupa penyakit dan kotoran amal. Prinsipnya, menginginkan selain Allah  ‘Azza wa Jalla dari seluruh amalnya.
Ikhlas dengan pengertian ini adalah buah di antara buah-buah tauhid yang sempurna, yaitu mengesakan Allah  Ta’ala dalam peribadatan dan meminta pertolongan. Sebagaimana yang tergambar dalam firmanNya: “Hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami meminta pertolongan”. Oleh karena itu riya -lawan dari Ikhlas- termasuk dari syirik. Berkata Syadad bin Aus radhiallahu ‘anhu: “Adalah kami kembali kepada masa Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam: Sesungguhnya riya itu termasuk syirik kecil.”(HR. Hakim).
Sulitnya Ikhlas
Membersihkan amal dari kotoran dan keinginan dunia bukanlah urusan mudah sebagaimana yang disangka sebagian orang. Sesungguhnya ia adalah kemenangan atas egoisme dan kecintaan kepada materi, lenyapnya ketamakan jiwa dan tujuan-tujuan pendek dunia. Karena itu, harus ada mujahadah  (kesungguhan) yang keras, muraqabah (pengawasan) yang konsisten terhadap ruang-ruang masuknya syaitan, meluruskan dirinya dari niatan-niatan tersembunyi dan riya, cinta kemegahan dan ketenaran. Inilah faktor-faktor yang bisa mengalahkan para pemilik kekuatan dan berpengaruh pada jiwa manusia.
Karena itu, sebagian orang shalih bertanya: Apakah yang paling berat bagi jiwa? Jawabnya: Ikhlas, karena ia tidak mendapatkan bagiannya.
Yang lain berkata: Membersihkan niat adalah amal paling berat dari seluruh amal. Juga ada yang berkata: Yang paling agung di dunia adalah ikhlas. Berapa banyak manusia yang bersungguh-sungguh namun terjatuh dalam riya di hatinya, seakan ia tumbuh menjadi rupa yang lain.
Bahkan ada ungkapan indah: Beruntunglah bagi yang benar langkahnya walau sekali, dia tidak menghendaki dengan langkahnya itu kecuali Allah Ta’ala.
Diantara manusia ada yang melihatnya, mereka menyangka bahwa dia beramal untuk Islam dengan benar, bahkan barangkali ia mengira dirinya juga demikian. Maka, jika hatinya mencari dan menduga hakikat niatnya itu, ia akan temukan tuntutan dunia di balik pakaian agama. Sekarang memang belum ia inginkan semua ketamakan di balik amalnya, tetapi ia akan harapkan itu esok hari. Setelah itu, angin menggugurkan apa-apa yang ia angankan.
Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak menerima hati yang tidak murni, tidak pula amal yang tercampur. Dia hanya menerima amal yang ditujukan untuk wajahNya semata.
Keutamaan Ikhlas
Allah Azza wa Jalla telah memerintahkan Ikhlas di dalam kitab-Nya, dan sangat menekankannya dalam banyak surat Al Qur’an khususnya Makkiyah, karena ia berkaitan dengan pemurnian tauhid, pelurusan aqidah, dan melempengkan tujuan. Allah Ta’ala berfirman kepada Rasul-Nya: “Sesungguhnya  Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)…” (QS. Az Zumar: 2-3).
“Katakanlah: ‘Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agamaku’ ” (QS. Az Zumar: 14).
Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).’ “(QS. Al An’am: 162-163).
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5).
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus?  Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.”(QS. An Nisa: 125).
Barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan Allah dengan apapun dalam beribadah.” (QS. al Kahfi:110).
 
Sumber:
Artikel Utama Buletin Al Iman.
Edisi 354 – 18 Desember 2015. Tahun ke-8.
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.
Hubungi 0897.904.6692
Email: [email protected]
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah.
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya

Mendustakan Agama

Nikmat terbesar yang Allah berikan kepada umat ini adalah agama Islam. Allah hadirkan Islam untuk kita sebagai penerang jalan dan rambu menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan Islam kita mengenal hakikat hidup, dengan Islam kita mengetahui cara mengisi hidup, dan dengan Islam kita mengetahui tujuan hidup.
Pada hari ini Kusempurnakan untukmu agamamu, Kusempurnakan nikmat-Ku padamu, dan Aku rela Islam menjadi agama-Mu” (QS al-Maidah: 3).
Hanya saja tidak semua orang bisa menerima Islam. Banyak di antara mereka yang tidak siap dan tidak percaya kepada agama Islam. Kalau sikap ingkar dan mendustakan agama ini dilakukan oleh orang-orang kafir, tidak ada yang aneh. Namun, kalau sikap mendustakan tersebut dilakukan oleh mereka yang mengaku muslim, ini yang aneh.
Pertanyaannya, adakah muslim yang mendustakan agama Islam? Jawabannya ada, bahkan banyak. Sebagian mendustakan dengan lisan dan sebagian lagi mendustakan dengan amal. Sangat sering kita menjumpai muslim yang tidak mau taat dan patuh pada ajaran agama. Inilah yang disebut mendustakan agama. Mengaku muslim, tetapi ucapan, gerak-gerik, tingkah laku, dan amal perbuatannya jauh dari nilai-nilai Islam.
Sebagai contoh dalam surat al-Ma’un Allah memberikan satu gambaran sekaligus meluruskan persepsi tentang model orang yang mendustakan agama. Allah memulai dengan sebuah pertanyaan “Apakah engkau pernah melihat orang yang mendustakan agama?” Atau “Tahukah engkau siapa yang mendustakan agama?” Barangkali sebagian menduga bahwa yang mendustakan agama adalah mereka yang kafir. Atau yang tidak mau melakukan ibadah mahdah seperti shalat, puasa, zakat, dan seterusnya.
Ternyata bukan itu. Orang yang kafir dan tidak mau melakukan ibadah mahdah sudah jelas menyimpang dan sesat. Namun, ada bentuk mendustakan agama yang kadang tidak terlintas dalam benak manusia. “Yaitu orang yang menghardik anak yatim. Serta yang tidak menganjurkan memberi makan kepada fakir miskin.”
Jadi dikatakan mendustakan agama orang yang tidak punya perhatian kepada sesama; yang tidak mau membantu orang yang membutuhkan; yang tidak iba dan tidak tergerak perasaannya untuk menolong.
Pertama-tama anak yatim disebutkan secara khusus, bukan dhuafa secara umum, karena mereka adalah golongan yang paling membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Mereka ditinggal oleh ayahnya saat masih kecil. Sudah sepantasnya kalau kita memberikan perhatian dan kasih sayang kepada yatim. Sampai-sampai Rasul SAW bersabda, “Aku dan orang yang mengasuh yatim, akan seperti ini (sembari menyandingkan jari telunjuk dan tengahnya) di dalam surga.” (HR al-Bukhari).
Nah, orang yang mendustakan agama, jangankan memberikan perhatian, mereka malah menghardik, bersikap kasar, dan menelantarkan anak yatim.
Selanjutnya, orang yang mendustakan agama adalah orang tidak menganjurkan memberi makan kepada fakir miskin. Allah tidak mengatakan orang yang mendustakan agama adalah yang tidak memberi makan kepada fakir miskin. Namun “tidak menganjurkan”. Sebab, bisa jadi mereka memang tidak memiliki harta yang cukup atau makanan berlebih yang bisa diberikan kepada yang lain. Akan tetapi dalam kondisi demikian, mereka masih bisa menjadi perantara dan sarana kebaikan, dengan meminta orang lain yang mampu untuk membantunya. Ini seperti yang dilakukan oleh Rasul SAW saat tidak punya makanan. Beliau masih berusaha membantu dengan menanyakan sahabat, siapa di antara mereka yang dapat menjamu tamu beliau yang lapar. Begitulah akhlak muslim.
Setelah itu dalam surat al-Ma’un, Allah berbicara tentang orang yang shalat, yang diancam celaka. Yaitu yang shalatnya hanya dikerjakan secara formalitas dan riya, tanpa penghayatan dan tidak sesuai tuntunan. Apalah artinya shalat yang tidak mendatangkan kebaikan dan perbaikan akhlak?!
Kesimpulannya, agama ini adalah agama rahmah, agama kasih sayang; tidak hanya sekedar shalat dan ibadah. Cukup dikatakan mendustakan agama orang yang tidak memiliki kasih sayang. Nabi SAW bersabda, “Kasih sayang tidak dicabut kecuali dari orang yang celaka.” (HR Abu Daud).
Wallahua’lam
Sumber:
Artikel Utama Buletin Al Iman.
Edisi 353 – 11 Desember 2015. Tahun ke-8
Telah diterbitkan sebelumnya oleh:
Harian Umum Republika
Rubrik Hikmah – 30 November 2015.
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.
Hubungi 0897.904.6692
Email: [email protected]
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah.
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya