by Danu Wijaya danuw | Aug 2, 2018 | Artikel, Berita, Internasional
Denmark telah menjadi negara kelima di Eropa yang melarang niqab atau cadar dan burqa. Keputusan itu baru saja ditetapkan setelah Anggota parlemen memilih undang-undang pelarangan Cadar di negaranya.
Ini berarti Denmark sekarang bersama 4 negara sebelumnya yaitu Austria, Perancis, Belgia dan Bulgaria dalam pelarangan cadar ini
Gauri van Gulik, Direktur Eropa Amnesty HAM International, mengatakan:
Semua wanita harus bebas berpakaian sesukanya dan mengenakan pakaian yang mengekspresikan identitas atau keyakinan mereka.
Larangan ini akan memiliki dampak yang sangat negatif pada wanita Muslim yang memilih untuk memakai niqab atau burqa.
Larangan penggunaan cadar di Denmark mulai berlaku 1 agustus 2018. Bagi yang ketahuan mengenakannya bakal dikenakan denda sebesar 1.000 Krona Denmark (sekitar Rp2,2 juta).
Namun bagi yang telah berulangkali “melanggar” dikenakan denda sebesar 10 ribu Krona Denmark (sekitar Rp21,8 juta)
Mathias Vidas Olsen, seorang warga Kopenhagen berusia 29 tahun, menyatakan akan bergabung dalam unjuk rasa menolak larangan bercadar di tempat umum.
“Semua orang berhak mengenakan apa pun yang mereka inginkan, apakah mereka Muslim atau anggota punk,” kata Olsen.
Isabelle Praile, Wakil Presiden Eksekutif Muslim Belgia, mengatakan aturan ini bisa menciptakan Preseden berbahaya. Dia ingin agar muslimah bebas mengenakan cadar karena mereka merupakan warga negara Denmark.
Sumber : Tribunnews
by Danu Wijaya danuw | Mar 27, 2018 | Artikel, Berita, Nasional
Jakarta – Polemik pelarangan cadar di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta akhirnya selesai. Sebab, pihak Universitas secara resmi mencabut pelarangan cadar di lingkungan kampus.
Menurut Rektor UIN Kalijaga, Yudian Wahyudi pencabutan ini dilakukan usai diadakan Rapat Koordinasi Universitas. Ia menjelaskan, pertemuan ini dilakukan pada hari ini.
“Berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Universitas (RKU) pada Sabtu, 10 Maret 2018 diputuskan bahwa :
Surat Rektor No. B-1301/U.02/R/AK.00.3/02/2018 tentang Pembinaan Mahasiswi Bercadar dicabut demi menjaga iklim akademik yang kondusif,” tulis dalam rilis berita resmi kampus.
Sebagaimana diketahui, nama UIN Sunan kalijaga Yogyakarta sempat mencuat di kalangan masyarakat lantaran pelarangan cadar di kampus. Bahkan sempat akan diadakan pembinaan pancasila kepada muslimah bercadar seolah sebagai pihak tertuduh.
Berbagai kalangan pun memberikan kritikan, tak terkecuali Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Ma’ruf Amin.
“Tentu harus kita mendengar kenapa cadar itu dilarang. Cadar secara Islam boleh, jadi karena aspek apa sehingga UIN Kalijaga itu melarang,” kata Kiyai Ma’ruf di Gedung MUI
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah juga turut berkomentar dalam akun Twitternya @Fahrihamzah.
“ALHAMDULILLAH larangan bercadar sudah dicabut…terima kasih pak rektor UIN Sunan Kalijaga. #BercadarItuHAM,” cuit Fahri.
by Danu Wijaya danuw | Aug 22, 2017 | Artikel, Berita, Nasional
Negara Indonesia menjamin kebebasan memeluk dan menjalankan agama bagi penganutnya. Hal itu terbukti dari penggunaan cadar oleh santriwati Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) asal Pondok Pesantren Tarekat Al-Idrisiyah, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya. Ternyata bercadar tak menjadi halangan bagi mereka untuk mengibarkan bendera merah putih.
Tim paskibra Ponpes tersebut menjadi viral di media sosial lantaran santriwatinya tetap menggunakan cadar saat menggelar upacara HUT-RI pada 17 Agustus silam. Republika.co.id, berkesempatan mengungkap kisah paskibra bercadar usai wawancara pada Sabtu, (19/8).
Salah seorang santriwati anggota paskibra, Lulu Lutfia mengatakan, diikutsertaannya di ekstrakurikuler paskibra dimulai sejak sejak SMP, meski belum terlalu aktif. Ketertarikannya pada paskibra dimulai dari hobi saja. Tetapi, dia mulai menekuni paskibra secara serius saat bertekad menjadi tim paskibra saat momen upacara HUT RI 2014 silam.
Ketika itu, Ponpes Al-Idrisiyah mendapat giliran menyediakan paskibra untuk upacara HUT-RI tingkat Kecamatan di Cisayong. Sebab Ponpes Al-Idrisiyah tak setiap tahun menyediakan paskibra lantaran digilir ke lembaga pendidikan lain tiap tahun.
“Waktu 2014 itu cuma lihat saja, terus jadi kepengen jadi tim paskibra saat upacara kemerdekaan, akhirnya saya mulai tekun latihan seperti baris berbaris,” kata dara kelas 12 SMA itu yang pada tahun ini akhirnya mewujudkan mimpinya menjadi tim pengibar bendera kemerdekaan.
Senada dengan itu, anggota paskibra lainnya, Mira Siti Khomariyah merasa bangga menjadi pengibar bendera kemerdekaan. Dia merasa amat bersyukur bahwa cadar yang dikenakannya tak menjadi halangan. Malahan, pihak Ponpes mendukungnya habis-habisan supaya tampil sebagai paskibra bercadar.
“Bangga bisa jadi paskibra bercadar, apalagi mesti seleksi juga di ponpes supaya bisa jadi tim inti,” ujar satu dari delapan santriwati bercadar yang tampil pada upacara kemerdekaan lalu.
Mengenai alasan menggunakan cadar, Lulu dan Mira sepakat karena untuk menjaga diri dari kejahatan. Keduanya pun berharap bahwa langkah terobosan sebagai paskibra bercadar bisa diikuti oleh perempuan bercadar di tempat lain. Mereka menegaskan bahwa cadar tak menjadi halangan untuk mecintai Indonesia.
“Kami jadi paskibra ini sebagai bentuk cinta tanah air, bahwa menggunakan cadar bukan berarti kami tidak nasionalis, saya cinta Indonesia,” tutur Lulu yang disambut anggukan Mira.
Pelatih paskibra di Ponpes Al-Idrisiyah, Asep Rahmat mengatakan tak ada yang berbeda dengann bentuk latihan paskibra bercadar.
Baik santriwati bercadar dan santriwan memperoleh porsi latihan sama dua kali sepekan di hari Senin dan Jumat selama satu jam. Bentuk latihannya berupa pelatihan baris-berbaris dan mengibarkan bendera.
Khusus pada pengibaran kemerdekaan lalu, tim paskibra hanya berlatih intensif selama sepekan. Perbedaan baru terasa bahwa ternyata posisi santriwati dan santriwan dalam formasi paskibra dipisah.
“Pola pelatihannya sama, tapi hanya berbeda yang pria dan perempuan dipisah ada jaraknya, karena sejatinya mereka bukan muhrim, jadi tidak boleh dekat-dekat,” ucapnya.
Sehingga pada pengibaran 17 Agustus lalu, pemandangan berbeda dapat terlihat karena tim paskibra pria dan perempuan tak bercampur dalam satu barisan. Anggota paskibra yang menjadi pembawa baki dan pengerek pun merupakan perempuan, tanpa ada pria yang membantu. Perbedaan ini sempat mengundang pertentangan dari unsur Muspika setempat.
“Mulanya disuruh digabung saja yang pria dan perempuannya jadi satu barisan, tapi kami tolak, kami mending mundur batalin jadi tim paskibranya. Tapi, akhirnya disetujui juga karena waktu sudah mepet,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Divisi Public Relation Ponpes Al-Idrisiyah, Sandra Yusuf menyatakan, tak ada pemaksaan penggunaan cadar di lingkungan Ponpes Al-Idrisiyah. Semua santriwati murni mengenakan cadar atas kesadaran sendiri setelah memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang fungsi cadar.
Ia menyebut paskibra bercadar sebagai bukti bahwa cadar tak menghalangi aktivitas perempuan. “Santriwati tidak dipaksa pakai cadar tapi dari kesadaran sendiri, ketika sudah siap silahkan pakai. Cadar juga tidak menghambat aktivitas, termasuk di kegiatan ekskul,” tuturnya
Sumber : Republika