Lafal Salam Yang Benar

Assalamu’alaikum wr. wb. Bapak ustad yang terhormat, saya ingin bertanya : Dalam hal mengucapkan salam sekarang ini banyak sekali orang mengucapkan kata “Assalamu’alaikum Warahmatullahi ta’ala Wabarakatuh”
Pertanyaannya adalah apakah kalimat itu pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Siapa yang pertama kali menggunakan kalimat tersebut? Dan lebih afdol mana dengan ucapanAssalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”  Terima kasih sebelum dan sesudahnya. Wassalamu’alaikum wr. wb.
 
Jawaban :
Assalamu alaikum wr.wb. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbihi. Amma ba’du:
Dalam hadits riwayat at-Tirmidzi disebutkan bahwa Nabi saw bersabda, “Bila seseorang bertemu dengan saudaranya, hendaknya ia mengucap, ‘Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakaatuh.”
Dalam hadits riwayat Bukhari yang berasal dari Aisyah ra disebutkan bahwa ia berkata, “Rasulullah saw pada suatu hari bersabda, ‘Ya A’isy, ini Jibril mengucapkan salam untukmu.’ Akupun menjawab, ‘Wa alayhis salam wa rahmatullah wa barakaatuh. Rasulullah, engkau melihat apa yang tidak aku lihat.‘”
At-Tirmidzi dan Abu Daud juga meriwayatkan bahwa Imran ibn Hushayn berkata, “Seseorang datang kepada Nabi saw seraya berkata, ‘Assalamu alaikum!’ Beliau menjawab salamnya lalu duduk. ‘Sepuluh’ ujar beliau. Lalu orang lain datang seraya mengucap, ‘Assalamu alaikum wa rahmatullah.’ Beliau menjawab salamnya dan duduk. beliau pun berkata, ‘Dua puluh.’ Lalu datang lagi orang lain seraya mengucap, ‘Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakaatuh.’ Beliau menjawabnya dan duduk kemudian berkata, ‘Tiga puluh.‘”
Hadits-hadits di atas serta sejumlah hadits lain menjadi dalil bahwa Rasulullah dan juga para sahabat terbiasa mengucap salam dengan redaksi ‘Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakaatuh. Bisa juga mencukupkan dengan Assalamu alaikum! atau dengan Assalamu alaikum wa rahmatullah.
Hanya saja, semakin lengkap salam yang dibaca (seperti yang pertama) semakin banyak pahala yang didapat. Dengan demikian lafal lain entah itu dengan tambahan ta’ala seperti pada ungkapan ‘Assalamu alaikum wa rahmatullah ta’ala wa barakaatuh, atau dengan tambahan di belakang seperti ‘Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakaatuh wa maghfiratuh’ tidaklah kuat.
Lebih baik bagi kita merujuk pada apa yang beliau ajarkan dan apa yang menjadi kebiasaan sahabat sebagai generasi terbaik.
Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb.
Ustadz Fauzi Bahreisy
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini

Bahaya Dusta

Oleh : Fauzi Bahreisy
 
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Mendekati kiamat akan muncul para pendusta. Maka berhati-hatilah terhadap mereka.” (HR Muslim).
Hadits diatas menggambarkan kondisi akhir zaman. Satu kondisi yang tampaknya mulai terasa sekarang seiring dengan melemahnya nilai-nilai iman.
Saat ini orang sudah tidak merasa risih berdusta. Bahkan kedustaan, kebohongan, dan kepalsuan masuk ke dalam seluruh sendi kehidupan. Mulai dari lingkungan keluarga, pendidikan, bisnis, hiburan, politik, birokrasi hingga pemerintahan. Semuanya tidak lepas dari praktek dusta, kecurangan, dan kepalsuan.
Ada yang berdusta untuk kepentingan dunia; untuk mendapatkan harta, tahta, dan wanita.  Ada yang berdusta untuk mencelakakan saudaranya karena dendam dan kebencian. Ada juga yang berdusta karena canda, hobi, dan kebiasan. Akhirnya virus penyakit dusta ini menyebar ke mana-mana.
Cukuplah kita memahami bahaya besar dari dusta ketika Allah menyebutkannya dalam Al Qur’an sebanyak 280 kali seraya memberikan ancaman keras kepada orang yang biasa berdusta sekaligus menafikan keimanannya. Di antaranya Allah befirman, “Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang boros dan pendusta.” (QS Ghafir: 28). “Celaka bagi orang yang pembohong dan pendosa.” (QS al-Jatsiyah: 7). “Orang yang mengadakan kebohongan adalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah. Mereka adalah para pendusta.” (QS an-Nahl: 105).
Peringatan Allah tersebut tidak lain untuk kemaslahatan manusia. Pasalnya dusta bisa mendatangkan berbagai dampak buruk dan bahaya sebagai berikut:
Pertama, dusta membuat pelakunya tidak bisa tenang dan selalu merasa gelisah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Jujur mendatangkan ketenangan, sementara dusta mendatangkan keragu-raguan (kegelisahan).” Bagaimana bisa tenang, orang yang berdusta akan selalu dibayang-bayangi oleh rasa takut dan khawatir kalau kebohongannya diketahui orang.
Kedua, dusta menjadi penyebab jatuhnya citra, nama baik, dan kehormatan si pelaku. Orang menjadi kehilangan kepercayaan padanya.
Bayangkan kalau dalam satu komunitas satu dengan yang lain sudah tidak saling mempercayai?!
Ketiga, dusta menjadi bagian dari bentuk kemunafikan sehingga mengancam eksistensi iman. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, “Tanda orang munafik ada tiga, yaitu:
1.       Apabila berbicara ia berdusta
2.       Apabila berjanji ia ingkar, dan
3.       Apabila dipercaya ia khianat
Keempat, kalaupun si pendusta selamat dan aman di dunia dimana ia berhasil membungkus segala kepalsuan, kedustaaan, dan kebohongannya dengan berbagai macam intrik dan tipudaya sehingga orang tetap percaya, maka di sisi Allah ia tidak akan bisa selamat. Bahkan dalam hadits disebutkan. “Dusta  mengantar pada kejahatan, dan kejahatan mengantar kepada neraka. Manakala seseorang terus berdusta dan berusaha berdusta, ia akan ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR al-Bukhari)
Karena itu, tidak ada jalan lain kalau kita ingin hidup tenang, bahagia, tehormat, dipercaya dan sukses dunia akhirat  maka jalannya adalah menghias diri dengan kejujuran.
Kejujuran adalah modal dasar orang-orang istimewa. Allah Subhanahu Wa Ta’ala befirman, “Ceritakan (wahai Muhammad SAW) kisah Ibrahim dalam al-Kitab (Al Qur’an). Ia adalah orang yang jujur dan juga seorang Nabi.” (QS Maryam: 41). “Ceritakan (wahai Muhammad SAW) kisah Idris dalam al-Kitab (Al Qur’an). Ia adalah orang yang jujur dan juga seorang Nabi.” (QS Maryam: 56). Nabi Yusuf ‘Alaihissalam juga disebut dan dikenal sebagai orang jujur (lihat QS Yusuf: 46). Apalagi Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sejak muda beliau dikenal sebagai sosok yang jujur dan dapat dipercaya.
Wallahua’lam.
Sumber:
Artikel Utama Buletin Al Iman.
Edisi 355 – 8 Januari 2015. Tahun ke-8
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.
Hubungi 0897.904.6692
Email: redaksi.alimancenter@gmail.com
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!
 

X