0878 8077 4762 [email protected]

Hadits Rasulullah Tentang Halal, Haram dan Syubhat

Oleh: Ahmad Sahal Hasan, Lc
 
Rasulullah SAW bersabda
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بِشِيْر رضي الله عنهما قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: (إِنَّ الحَلالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَات لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس، ِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِه، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ. أَلا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمَىً. أَلا وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ، أَلا وإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَت فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلا وَهيَ القَلْبُ) رواه البخاري ومسلم
Sesungguhnya halal itu jelas dan sesungguhnya haram juga jelas. Di antara keduanya terdapat hal-hal yang tidak jelas (musytabihat) yang tidak diketahui kebanyakan manusia. Barangsiapa menjauhi hal-hal yang tidak jelas tersebut, ia telah mencari kebersihan (dari celaan syar’i dan tuduhan) untuk agama dan kehormatannya. Barangsiapa terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak jelas (musytabihat) tersebut, ia terjerumus ke dalam haram, seperti penggembala yang menggembala di sekitar hima (lahan khusus yang tidak boleh dimasuki siapa pun), ia dikhawatirkan menggembala masuk di dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai hima dan ketahuilah bahwa hima Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di tubuh terdapat segumpal darah, jika segumpal darah tersebut baik maka seluruh tubuh menjadi baik dan jika segumpal darah tersebut jelek maka seluruh tubuh menjadi jelek. Ketahuilah bahwa segumpal darah tersebut adalah hati“. (Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim).
Beberapa Istilah
Halal : semua yang memiliki dalil tegas tentang kebolehannya.
Haram : semua yang memiliki dalil tegas tentang ketidakbolehannya.
Musytabihat (Syubhat) : yang tidak jelas kehalalan atau keharamannya.
Kandungan dan Manfaat Hadist
Diizinkan untuk menikmati yang halal dengan tetap menghindari sikap berlebihan.
Tanda seseorang berlebihan dalam menikmati yang halal: jika menyebabkannya melalaikan kewajiban atau terjatuh kepada yang haram.
Dalam tingkat ketaqwaan yang lebih tinggi, tandanya adalah jika mengakibatkan ia lalai memelihara yang sunnah atau menyebabkannya meremehkan yang makruh.
Hadits ini adalah perintah untuk menjauhi yang haram dan musytabih (syubhat)
Banyak orang yang tidak mengenal kejelasan status halal atau haramnya sesuatu, sehingga dinamakan musytabih/syubhat.
Tetapi ada yang mengetahui jelas status hukumnya yaitu para ulama yang mengetahui dalil sekaligus duduk permasalahannya dengan cermat sehingga baginya sesuatu itu bukanlah syubhat.
Faktor penyebab munculnya musytabih:
1. Faktor ketidakjelasan dalil
a. Yaitu jika seorang ‘alim belum dapat memastikan apakah sebuah hadits yg ia gunakan sebagai dalil adalah hadits shahih atau bukan.
b. Jika dalilnya shahih, tapi masih ada keraguan tepatkah penggunaannya utk kasus itu?
2. Faktor ketidakjelasan masalah (data permasalahan tidak lengkap ..)
3. Faktor orangnya (tidak belajar, tidak paham atau salah paham, ..)
Menjauhi yang syubhat berarti menjaga agama (di sisi Allah) sekaligus menjaga kehormatan (di mata manusia).
Salah satu cara mendekatkan orang lain kepada pemahaman adalah dengan membuat perumpamaan, seperti yang dilakukan Rasulullah SAW dalam hadits ini.
(Baca juga: Memaafkan)
Orang yang berada dalam perkara syubhat mudah terjatuh kepada yang haram seperti penggembala yang menggembalakan ternaknya dekat daerah terlarang.
Hadits ini juga berisi arahan untuk memperhatikan hati dan selalu memperbaikinya karena kedudukannya yang amat penting bagi kebaikan seseorang secara keseluruhan.
Juga memberi isyarat bahwa sikap dan perilaku kita tentang halal, haram, dan syubhat akan mempengaruhi kondisi hati kita.
Sumber:
Telegram @sahal_hasan

Menggali Kandungan Hadits 'Amal Bergantung Pada Niat'

Oleh: Ahmad Sahal Hasan, Lc
 
عَنْ أَمِيرِ المُؤمِنينَ أَبي حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضيَ اللهُ تعالى عنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلى اللهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا، أَوِ امْرأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
(رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بَرْدِزْبَهْ البخاري، وأبو الحسين مسلم بن الحجَّاج بن مسلم القشيري النيسابوري، في صحيحيهما اللَذين هما أصح الكتب المصنفة)
Dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu yang berkata, “Aku dengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu dengan niat dan untuk setiap orang tergantung kepada apa yang ia niatkan. Barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya karena dunia yang didapatkannya atau wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya“. (Diriwayatkan oleh dua Imam ahli Hadits, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardzirbah  Al-Bukhari, dan Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburi dalam kitab Shahih keduanya yang merupakan kitab paling shahih yang pernah ditulis).
Sabab Wurud Hadits
(Sebab atau Latar Belakang Hadits)
Bahwa ada seorang laki-laki berhijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan menikah dengan seorang perempuan yang dikenal dengan Ummu Qais, bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah dari Allah, maka dikatakan kepadanya “Muhajir Ummi Qais” (Disebutkan oleh ibnu Daqiq Al-id dalam Syarah Arbai’in An-Nawawiyyah).
Diantara Manfaat Hadits
1. Sahnya amal karena niat
2. Balasan amal juga tergantung niat.
3. Fungsi niat adalah
a. Untuk membedakan antara ibadah dengan adat kebiasaan
b. Untuk membedakan ibadah yang satu dengan ibadah yang lain
4. Arahan untuk selalu ikhlas dalam beramal, karena Allah tidak menerima amal kecuali jika diniatkan ikhlas semata untuknya dan sesuai dengan tuntunan syariat.
(Baca juga: Memaafkan)
5. Barang siapa yang meniatkan meraih suatu kepentingan duniawi dengan amalnya ia tak akan memperoleh apa yang ada di sisi Allah.
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
6. Dalam masalah syariat (hukum dan posisi wahyu), Allah dan Rasul-Nya dapat disandingkan, oleh karenanya kata Allah dan kata Rasul-Nya dihubungkan dengan “dan”. Tetapi dalam masalah peristiwa alam dan rahasia ghaib, Allah tidak boleh disekutukan dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam apalagi yang lain.
Sumber:
Telegram @sahal_hasan