by Danu Wijaya danuw | Mar 7, 2018 | Artikel, Dakwah
Imam Nawawi dikenal banyak orang sebagai ulama masa dahulu yang mengarang Hadist Arba’in. Beliau dalam banyak hal diakui sebagai Al-Imam, Al-Hafidz, Al-Faqih dan Al-Muhaddits. Nama lengkapnya adalah Yahya bin Syarafuddin bin Murriy bin Hasan Al-Hizami Al-Haurani An-Nawai Asy-Safi’I.
Imam Nawawi diberi julukan oleh masyarakat adalah Muhyiddin (yang menghidupkan agama). Namun beliau sendiri tidak suka dijuluki dengan julukan tersebut karena ketawadhu’annya kepada Allah Ta’ala.
Kelahiran dan Pertumbuhan
Dilahirkan di negeri Nawa, negara Suriah. Inilah asal sebutan Nawawi. Beliau lahir pada 10 hari pertengahan bulan Muharram tahun 631 H dan tumbuh berkembang di sana.
Masa kecilnya dilalui dengan mendatangi para ulama untuk berkonsultasi kepada mereka dalam berbagai urusan.
Dia tidak suka bermain dan bercanda (sebagaimana layaknya anak-anak). Karenanya dia telah hafal Al-Qur-an menjelang usia baligh.
Pada usia 19 tahun, bapaknya membawanya ke Damaskus agar ia dapat menuntut ilmu.
Lalu dia tinggal di Madrasah (Pesantren) Ar-Rowahiyah, dekat Masjid Agung Umawi di Damaskus.
Kala itu tahun 649H. Kitab “At-Tanbih” dihafalnya dalam waktu empat bulan setengah saja.
Setahun sesudahnya dia mengaji kitab “Al-Muhazzab” karangan Asy-Syirazi, kepada syekhnya; Ishaq bin Ahmad bin Utsman Al-Maghribi Al-Maqdisi yang merupakan guru pertamanya dalam bidang fiqih.
Setiap hari dia menghadiri halaqah-halaqah sebanyak 12 kajian kepada gurunya masing-masing, lengkap dengan bacaan dan penjelasannya.
Akhlak dan Sifat
Imam Nawawi terkenal sebagai orang alim yang zuhud, rendah hati, berwibawa dan wara’.
Tidak sesaat pun dirinya berpaling dari ketaatan kepada Allah. Malam-malamnya sering dilalui dengan bergadang untuk ibadah atau mengarang.
Beliau suka ber-amar ma’ruf dan nahi munkar, berani menghadapi raja dan bawahannya.
Di antaranya ada kejadian yang ketika dia diundang sang raja untuk menandatangani sebuah fatwa yang di dalamnya sangat jelas kezalimannya. Maka dia datang menghadap, kala itu usianya telah tua dan dengan tubuh yang kurus dan baju tambal sulam.
Sang raja dengan nada meremehkan berkata kepadanya, “Ya Syekh, goreskan tulisanmu di atas fatwa ini.”
Imam Nawawi rahimahullah memandangi sang raja, lalu berkata, “Saya tidak bakal menuliskan dan menandatanganinya.”
Sang raja dengan marah berkata, “Mengapa?”
Beliau berkata, “Karena di dalamnya terdapat kezaliman yang nyata.”
Kemarahan raja semakin memuncak, lalu berkata, “Copot semua jabatannya.”
Para pegawainya berkata, “Dia tidak punya jabatan apa-apa.”
Kemudian sang raja berniat membunuhnya, namun dia mengurungkannya.
Ketika ada penasehat kerajaan yang bertanya kepadanya, “Aneh engkau ini! Mengapa engkau tidak jadi membunuhnya, padahal dia telah bersikap kurang ajar seperti itu di hadapanmu?”
Sang raja berkata, “Demi Allah, aku merasakan ketakutan dengan wibawanya.”
Karangan Imam Nawawi
Imam Nawawi meninggalkan banyak sekali karya terkenal. Jumlahnya sekitar 40 kitab, diantaranya:
- Dalam bidang hadits: Hadist Arba’in, Riyadhush Shalihin, Al-Minhaj (Syarah Shahih Muslim), At-Taqrib wat Taysir fi Ma’rifat Sunan Al-Basyirin Nadzir.
- Dalam bidang fiqih: Minhajuth Thalibin, Raudhatuth Thalibin, Al-Majmu’.
- Dalam bidang bahasa: Tahdzibul Asma’ wal Lughat.
- Dalam bidang akhlak: At-Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an, Bustanul Arifin, Al-Adzkar.
Kitab-kitab ini dikenal secara luas termasuk oleh orang awam dan memberikan manfaat yang besar sekali untuk umat.
Wafat
Beliau meninggal pada hari Rabu, 24 Rajab tahun 676 H di negerinya, Nawa, dan dikuburkan di sana.
Penduduk Damaskus sangat sedih mendengar berita kematiannya. Sejumlah ulama menyusun bait syair tentang kesedihan akan kepergian ulama ini.
Semoga Allah merahmatinya dan menempatkannya di surga-Nya, serta membalasnya dengan pahala berlimpah atas apa yang dia persembahkan untuk Islam.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan.
Sumber : Manhajuna
by Danu Wijaya danuw | Aug 11, 2017 | Artikel, Dakwah
Sering sekali pikiran lain muncul tiba-tiba dalam benak kita ketika mengerjakan shalat. Seperti soal pekerjaan, anak, harta, dan dagangan.
Bahkan dalam shalat pun, terkadang khayalan aneh datang menghantui pikiran. Sehingga, semua itu membuat kekhusyukan ibadah menjadi terganggu dan berkurang.
Lalu bagaimana hukumnya? Apakah masih sah shalat orang yang mengkhayal ketika shalat?
Terkait masalah ini, Imam An-Nawawi punya jawaban di dalam kitabnya Fatawa Al-Imam An-Nawawi:
إذا فكر في صلاته في المعاصي والمظالم ولم يحضر قلبه فيها ولا تدبر قراءتها هل تبطل صلاته أم لا؟ أجاب رضي الله عنه: تصح صلاته وتكره..
Artinya, “Bila seorang mengkhayal maksiat dan kezalimaan pada saat shalat sehingga hatinya tidak fokus dan dia tidak meresapi bacaannya, apakah shalatnya masih sah? ‘Shalatnya sah, namun makruh,’” jawab Imam An-Nawawi.”
Orang yang mengkhayal, pikirannya melayang ke mana-mana, bahkan memikirkan sesuatu yang buruk, shalatnya masih dihukumi sah.
Meskipun sah, shalatnya dianggap makruh, karena hatinya tidak hadir dan dia tidak meresapi bacaan yang dilafalkannya sendiri atau mendengar lafal Imam.
Lalu apakah diterima shalatnya? Wallahu a’lam. Kita tidak pernah tahu shalat yang kita kerjakan tersebut apakah diterima atau tidak.
Namun Allah SWT menerangkan dalam sebuah hadits Qudsi tentang Shalat yang Ia terima:
Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku hanya akan menerima shalat orang-orang yang merendahkan dirinya-karena kebesaran-Ku, menahan dirinya dari hawa nafsu karena Aku, yang mengisi sebagian waktu siangnya untuk berdzikir kepada-Ku, yang melazimkan hatinya untuk takut kepada-Ku, yang tidak sombong terhadap makhluk-Ku, yang memberi makan pada orang yang lapar, yang memberi pakaian pada orang yang telanjang, yang menyayangi orang yang terkena musibah, yang memberikan perlindungan kepada orang yang terasing. Kelak cahaya orang itu akan bersinar seperti cahaya matahari.
Aku akan berikan cahaya ketika dia kegelapan. Aku akan berikan ilmu ketika dia tidak tahu. Aku akan lindungi dia dengan kebesaran-Ku. Aku akan suruh Malaikat menjaganya.
Kalau dia berdoa kepada-Ku, Aku akan segera menjawabnya. Kalau dia meminta kepada-Ku, Aku akan segera memenuhi permintaannya. Perumpaannya dihadapan-Ku seperti perumpamaan surga Firdaus”.
Kekhusyukan memang tidak menjadi kewajiban di dalam shalat, namun bukan berarti kita mengabaikannya. Kita mesti mengupayakan dan mengusahkannya. Minimal kita berusaha merenungi dan meresapi setiap bacaan yang dilafalkan ketika shalat.
Setelah berniat dan melakukan takbir, seharusnya pikiran dan hati kita fokus untuk beribadah dan tertuju pada Allah SWT.
Wallahu A’lam.
by M. Rasyid Bakhabazy Lc mrasyidbakhabazy | Apr 15, 2016 | Artikel, Ringkasan Taklim
Ringkasan Kajian Kitab Riyadhus Shalihin Bab 69
Anjuran Menjauhkan Diri dari Masyarakat yang Rusak
Ahad, 17 Mei 2015
Pkl. 18.00-19.30
Di Majelis Taklim Al Iman, Jl. Kebagusan Raya No.66, Jakarta Selatan (Belakang Apotik Prima Farma)
Bersama:
Ustadz Rasyid Bakhabazy, Lc
Poin-poin utama pembahasan:
Hadits pertama
Allah mencintai hamba yang bertaqwa; yang menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya
Allah mencintai hamba yang kaya; kaya hati/jiwa
Allah mencintai hamba yang tersembunyi (al khofiyah); ‘uzlah
’Uzlah dilakukan jika dirinya merasa tidak mampu mempengaruhi masyarakat yang rusak atau khawatir dirinya ikut terbawa kerusakan tersebut.
Hadits Kedua
Dianjurkannya seseorang bertanya tentang hal-hal yang penting tentang urusan agama
Keutamaan berjuang di jalan Allah dengan jiwa dan hartanya
Keutamaan menjauhkan diri dari masyarakat yang rusak ketika timbul fitnah di masyarakat
Keutamaan ‘uzlah kalau tujuannya untuk beribadah
Hadits Ketiga
Info tentang kaum muslimin di masa yang akan datang; hidup sulit, hidup dikelilingi hal-hal yang haram dan pintu kemaksiatan terbuka selebar-lebarnya
Menjauhkan diri dari masyarakat yang rusak merupakan sebuah keutamaan
***
Majelis Taklim Al Iman
Tiap Ahad. Pukul 18.00-19.30
Kebagusan, Jakarta Selatan.
Jadwal Pengajian:
● Tadabbur Al Qur’an tiap pekan 2 dan 4 bersama Ust. Fauzi Bahreisy
● Kitab Riyadhus Shalihin tiap pekan 3 bersama Ust. Rasyid Bakhabzy, Lc
● Kontemporer tiap pekan 1 bersama ustadz dengan berbagai disiplin keilmuwan.
Kunjungi AlimanCenter.com untuk mendapatkan info, ringkasan materi dan download gratis audio/video kajian setiap pekannya.
Join Telegram: @AlimanCenterCom
•••
Salurkan donasi terbaik Anda untuk mendukung program dakwah Majelis Ta’lim Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!
by M. Rasyid Bakhabazy Lc mrasyidbakhabazy | Jan 20, 2016 | Artikel, Buletin Al Iman
Oleh: Rasyid Bakhabazy, Lc
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa orang-orang faqir dari kaum muhajirin, mendatangi Rasulullah SAW lalu mereka berkata: “Orang orang kaya itu pergi dengan mendapatkan derajat yang tinggi dan kenikmatan yang abadi!”
Rasul SAW bertanya : “Apa itu?” Mereka menjawab: “Mereka shalat sebagaimana kami juga bisa shalat, mereka puasa sebagaimana kami juga puasa namun mereka bisa bersedekah dan kami tidak bisa bersedekah, mereka bisa membebaskan budak tapi kami tidak bisa.”
Maka Rasulullah SAW berkata: “(Maukah kalian jika) aku ajarkan pada kalian sebuah amalan yang dengannya kalian bisa menyusul orang yang telah mendahului kalian dan melampaui orang yang sesudah kalian? Dan tidak ada seoarang pun yang lebih baik dari kalian kecuali orang yang melakukan sepertiapa yang kalian kerjakan”
Mereka menjawab: “Ya (kami mau) Ya Rasulullah!”. Rasulullah SAW bersabda : “Bertasbihlah dan bertakbirlah dan bertahmidlah setiap selesai shalat sebanyak 33 kali“
Maka orang-orang fakir dari muhajirin itu kembali kepada Rasulullah SAW lalu mereka berkata: “Ternyata saudara-saudara kami yang kaya itu mendengar apa yang kami lakukan. Lalu mereka pun melakukannya”. Maka Rasulullah SAW bersabda : “Itulah karunia Allah yang Dia berikan pada siapa yang Dia kehendaki” (HR.Muslim).
Dari hadits diatas terdapat sejumlah pesan yang terkandung di dalamnya, diantaranya ialah
Pertama, hadits diatas menunjukkan adanya kelompok ekonomi lemah pada generasi sahabat Nabi SAW. Padahal mereka adalah sebaik-baik generasi. Seperti yang sebutkan oleh Rasulullah SAW. “Sebaik baik generasi adalah generasiku, kemudian yang sesudahnya, lalu generasi yang sesudahnya“ (Syarhus Sunnah – Al Baghawy).
Hal ini menunjukkan bahwa ukuran baiknya sebuah generasi tidaklah dilihat dari sisi materi. Jika ukuran kebaikan itu dengan materi tentunya Allah SWT akan jadikan semua sahabat Nabi SAW adalah orang-orang yang kaya. Tapi kenyataannya tidak demikian. Karena ukuran kebaikan dan kemuliaan yang sebenarnya adalah ketaqwaan.
Kedua, betapa semangatnya para sahabat Nabi SAW untuk bisa beramal. Sehingga para sahabat yang ekonominya lemah merasa iri pada orang-orang kaya yang mampu bersedekah sementara mereka tidak bisa bersedekah. Allah SWT berfirman “Dan mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka infaqkan“ (QS. At Taubah : 92).
Bedanya sahabat nabi dengan orang zaman sekarang adalah para sahabat itu sedih karena tidak bisa bersedekah sementara orang zaman sekarang sedih karena tidak “kebagian” sedekah.
Ketiga, hadits di atas mengisyaratakan besarnya pahala sedekah. Dan inilah yang menggoda para sahabat untuk akhirnya mendatangi Nabi SAW supaya tidak kehilangan pahala besar dari sedekah.
Allah SWT berfirman : “Perumpamaan (sedekah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang mensedekahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 261).
Keempat, isyarat akan besarnya pahala dzikir (tasbih, tahmid & takbir). Dalam keterangan hadits disebutkan: (membaca) Alhamdulillah (pahalanya) bisa memenuhi mizan (timbangan amal), dan Subhanallah, Alhamdulillah & Allahu Akbar (pahalanya) bisa mengisi penuh ruang yang ada antara langit dan bumi (HR. Ahmad dari Abi Malik Al Asy’ari ra.).
Kelima, disyari’atkan berdzikir dengan membaca tasbih, tahmid & takbir masing-masing 33 kali setelah selesai shalat. Sementara tentang urutannya adalah bisa dengan tasbih, takbir lalu tahmid seperti yang tersebut dalam hadits diatas, atau tasbih, tahmid lalu takbir seperti yang umum dilakukan. Di dalam hadits disebutkan: “Sebaik-baik bacaan ada empat: Tidak jadi masalah dengan yang mana akan kamu memulainya: Subahanallah (tasbih) wal Hamdulillah (tahmid) wal Laa ilaaha illah (tahlil) wallaahu Akbar (takbir)”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, An Nasa’i dan Ibnu Hibban).
Wallahua’lam.
Sumber:
Artikel Utama Buletin Al Iman.
Edisi 321 – 30 Januari 2015. Tahun ke-8
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.
Hubungi 0897.904.6692
Email: [email protected]
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!