Ramadhan, Saatnya Berdoa Untuk Pemimpin

SEBAGAIMANA dengan hadits Rasulullah SAW, “Pemimpin terbaik bagi kalian adalah mereka yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian. Mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka. Pemimpin terburuk bagi kalian adalah mereka yang kalian benci dan mereka membenci kalian,” (HR. Muslim).
Dapat dilihat dari kutipan hadits di atas, bahwa hubungan di antara pemimpin dan rakyat harus ada sebuah ikatan kasih sayang, dan diperlukannya kerjasama yang solid agar terciptanya sistem pemerintahan yang dapat menyejahterakan semua rakyat di sebuah negara tertentu. Tidak terkecuali dengan Indonesia. Akan damai negeri ini jika didalamnya terdapat orang-orang yang saling membangun hubungan dengan dilandasi cinta, kasih sayang, keikhlasan, dan saling mendoakan. Nah, inilah yang selama ini sering kita lupakan, rakyat dan pemimpin seolah menafikan campur tangan Tuhan dalam menuju bangsa yang lebih baik lagi.
Padahal, bila saja pemimpin dan seantero rakyat ini saling mendoakan dan bersama-sama saling memohon ampun, maka tidak lama lagi akan terwujud perbaikan dari berbagai lini kehidupan. Allah berfirman, “Maka Aku katakan kepada mereka: Mohon ampunlah kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai,” (QS. Nuh [71]: 10-12).
Menilik dari ayat Allah tersebut, bahwa terdapat solusi dari berbagai masalah yang menimpa negeri ini, yakni dengan berdoa pada Allah dan senantiasa memohon ampun kepada-Nya. Dengan seperti itu, insyaAllah akan segera terbuka pintu-pintu rezeki. Baik rezeki berupa uang dan harta, rezeki perdamaian, rezeki kerukunan, rezeki kesejahteraan, rezeki keamanan, rezeki kebahagiaan, rezeki saling mempercayai satu dengan yang lainnya, dan rezeki pemimpin yang mampu memberikan jalan keluar atas krisis multidimensi yang telah lama mendera kita.
Di bulan yang suci ini, mari kita bersama-sama mendoakan untuk para pemimpin kita sebuah doa yang baik agar mereka semua dapat mengemban amanah dengan penuh rasa tanggung jawab.
Dan juga agar mereka tidak mengalami nasib seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW, “Apabila seorang manusia yang diberikan kekuasaan memimpin rakyat mati, sedangkan di hari matinya dia telah mengkhianati rakyat, maka Allah mengharamkan surga kepadanya,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada bulan yang dikabulkan segala doa ini mari kita saling mendoakan yang baik satu sama lain. Perlu disadari bahwa kita semua adalah bersaudara. Begitu pula dengan pemimpin kita, dia juga adalah saudara kita.
Apabila kita diam-diam mendoakan kebaikan bagi mereka, maka diam-diam pula malaikat mendoakan kebaikan pada kita. Akhirnya kita semua berada pada kebaikan, kebahagiaan, dan penuh kasih sayang.
Dalam QS. Al-Hasyr [59]: 10 Allah telah menuntun kita dalam berdoa,
“Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”
 
Sumber : Buku The Power of Ramadhan, penerbit Haqiena Media
Oleh : Ust. Muhammad Arifin Ilham dan Ustadz. Dr. H. S. Suryani Taher

Jangan Pilih Dua Keburukan Ketika Memilih Pemimpin

Kalau Anda tidak mampu meninggalkan kedua Keburukan itu, yaitu menerima suap dan memilih pemimpin kafir; jangan sampai melakukan keduanya.
1. Saudaraku kaum muslimin, Suaramu adalah amanah yang akan kalian pertanggung-jawabkan di hadapan Allah.
Sehingga berikanlah suara itu kepada paslon yg dihalalkan oleh Allah. Jangan sampai memberikannya kepada paslon yang diharamkan oleh Allah dan diselisihi ulama
“Wahai orang-orang yg beriman, janganlah kalian menjadikan kaum Yahudi dan Nasrani sebagai Aulia”. [Almaidah:51].
Kata “aulia” bisa bermakna PEMIMPIN, teman setia, pelindung, penolong, pembela, dan lain-lain. Itu semua tercakup dalam kata “aulia”.
Sungguh inilah kehebatan Alquran Kalamullah, dengan redaksi yang singkat, bisa mencakup makna yang sangat luas.
2. Menjual suara adalah tindakan mengkhianati amanah yang ada di pundak kita.
Seharusnya ini tidak dilakukan seorang yang mengaku muslim. Pilihlah paslon berdasarkan dalil dan bukti yang kuat akan mensejahterakan kita semua selama masa kepemimpinannya. Terutama kesejahteraan dari sisi Agama.
Jangan sampai memilih paslon karena uang yang diberikan saat akan pencalonan. Karena itu bukan uang halal, itu juga hanya sesaat dirasakan, setelah itu kita akan ‘diperas’ selama masa kepemimpinannya.
3. Bagaimana dengan pembagian uang atau sembako dari para paslon, bolehkah kita mengambilnya?
Itu adalah bentuk lain dari suap menyuap, dan ini merupakan dosa besar, sebagaimana sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam:
Allah MELAKNAT orang yg menyuap, dan orang yg menerima suap!“. [HR. Abu Dawud: 3580, shahih].
Pantaskah kita memilih calon yg jelas-jelas melakukan dosa besar di hadapan kita?
Bagaimana jika dua-duanya melakukan dosa besar itu?
Kita pilih yg PALING SEDIKIT dalam menyuapnya. Mana yang lebih ringan keburukannya, itu yang kita pilih.
4. Bagaimana kalau kita sudah mengambil uang suap.
Pertama: Kita harus bertaubat kepada Allah dari dosa besar tersebut.
Kedua: Kita harus mengembalikan uang itu bila dimungkinkan.
Bila tidak mungkin mengembalikan kepada penyuap, maka kita bisa memberikan kepada fakir miskin, atau lembaga yang menyalurkan harta haram tersebut untuk fasilitas umum -misalnya- dengan niat membebaskan diri dari harta haram.
5. Bagaimana jika sudah BERJANJI, bahkan sudah BERSUMPAH untuk memilih paslon tertentu, padahal Allah melarang kita memilihnya.
Jika hanya berjanji saja tanpa sumpah dengan nama Allah, maka tidak menjadi masalah untuk mengingkari janji tersebut, karena itu adalah janji bermaksiat. Bahkan “janji bermaksiat” SEHARUSNYA tidak kita tepati.
Jika pun kita sampai bersumpah dengan nama Allah, bahwa kita akan memilih calon yang diharamkan Allah, maka ini masuk dalam bab sumpah “ghomus”, yakni sumpah yg bisa menjerumuskan seseorang ke dalam neraka.
Sumpah seperti ini harus TIDAK ditepati. Dan tidak ada tebusan untuk sumpah jenis ini. Kecuali bertaubat dan meminta ampun kepada Allah, karena bersumpah untuk melakukan kemaksiatan adalah perbuatan dosa.
6. Jika kita tidak kuat menolak “godaan suap”. Baik berupa uang atau sembako atau yang lainnya, karena berbagai alasan. Maka jangan sampai kita mengumpulkan dua keburukan sekaligus.
Jangan sampai kita “mengambil suap” dan memilih paslon yg diharamkan oleh Allah. Sungguh keduanya merupakan keburukan yg sangat nyata. Kalau kita tidak mampu meninggalkan dua-duanya, maka paling tidak jangan melakukan dua-duanya.
7. Kaum Muslimin -semoga Allah memuliakan kalian-. Penulis yakin masih ada kebaikan dan semangat iman di dada-dada kalian. Di sisi lain, penulis juga yakin, bahwa kalian sadar betul, bahwa sangat jarang dari kaum nasrani dan etnis ‘tionghoa’ yang akan memilih paslon kaum muslimin.
Oleh karena itu, janganlah ragu untuk menguatkan barisan kaum muslimin dengan memilih pemimpin dari kaum muslimin.
Ingatlah, karena tugas dan kewajiban memilih pemimpin sudah ditaruh di pundak kita, maka wajib bagi kita menunaikan tugas kewajiban tersebut sebaik-baiknya.
Jangan sampai kita menyia-nyiakannya, atau bahkan mengkhianatinya, karena itu semua akan kita pertanggung-jawabkan di hadapan-Nya.
Silahkan dishare. Semoga bermanfaat.
 
Ust. Musyaffa Ad Darini

Hadist Nabi saw : Tidak Pilih Pemimpin Curang

Seorang pemimpin akan menjadi salah satu pemandu yang mengantarkan masyarakatnya menuju surga atau neraka.
Namun, ternyata banyak pemimpin yang tidak bisa mengemban amanahnya dengan baik di atas jalan kebenaran yang diperintahkan oleh Allah. Ia tidak memberikan ketenteraman dan keadilan bagi masyarakatnya
Pemimpin seperti inilah yang kelak akan membawa diri dan rakyatnya ke dalam api neraka
Sesungguhnya seburuk-buruk pemimpin adalah mereka yang mempersulit (menyusahkan) rakyatnya. Oleh karena itu, janganlah sampai kamu tergolong dari mereka,” (H.R. Bukhari dan Muslim dari Aidz bin Amar).
Rasulullah saw mengingatkan kepada para pemimpin untuk tidak berbuat zalim dan curang dengan menyusahkan kehidupan rakyatnya.
Tidaklah seorang hamba dianugerahi kepemimpinan oleh Allah atas suatu rakyat, lalu ia mati dalam keadaan curang (mengkhianati rakyatnya) melainkan Allah mengharamkan surga baginya,” (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Ya’la Ma’qil bin Yasar).
Hadis tentang pemimpin tersebut menyatakan bahwa Allah mengharamkan surga bagi orang-orang yang memimpin masyarakat dengan cara yang curang, yaitu dengan berkhianat.
Jika seorang pemimpin memiliki sifat khianat, dapat dipastikan sebagian rakyatnya pun akan mengikuti jejak yang sama. Apakah kita juga ingin menjadi manusia yang diharamkan untuk memasuki surga hanya karena mengikuti contoh pemimpin seperti itu?
Apabila para pemimpin curang (zalim), langit tidak akan menurunkan keberkahannya. Apabila zina merajalela, kefakiran dan kemiskinan pun akan merajalela” (H.R. Ibnu Majah dari Abdullah bin Umar).
Jika pemimpin-pemimpin kita saat ini justru dekat dengan maksiat dan juga mengarahkan rakyatnya untuk ikut bermaksiat, pemimpin seperti inilah yang harus ditolak dan tidak wajib ditaati karena hanya akan membawa kesengsaraan dan kemurkaan Allah.
Pemimpin tersebut berpotensi menjerumuskan kita ke neraka yang tidak ada satu pun manusia sanggup menahan panas percikan apinya.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui cara memilih pemimpin yang dicintai dan mencintai Allah.
Bacalah berbagai referensi, baik ayat Alquran atau hadis tentang pemimpin yang menjadi petunjuk cara memilih pemimpin yang benar.
Jangan memilih seorang pemimpin atas dasar ikut-ikutan karena Allah telah menjelaskan dalam Alquran dan hadis.

Takut Kehilangan Jabatan, Zakir Naik : Pemimpin Bedakan Politik dan Islam

Dr Zakir Naik, pendakwah asal India, mengatakan Islam sebagai agama merupakan ajaran hidup penganutnya. Islam itu agama, ‘way of life‘ (cara untuk hidup).
Menurutnya, dalam Islam kita diajarkan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak. Oleh karenanya, dalam berpolitik pun seharusnya demikian pula.
“Harus menganut pada apa yang sudah diajarkan oleh Islam,” jelasnya dalam konferensi pers di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, lansir Gontor News, Senin (3/4/2017).
Ia menyayangkan bahwa banyak politisi dan pemimpin Muslim yang membedakan faktor Islam dengan politik, dengan alasan takut kehilangan jabatan.
“Mereka lupa, jika mereka berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnah, mereka dapat memiliki kedudukan di akhirat. Tetapi mereka lebih takut pada kursi (kedudukan) di dunia daripada kursi (jabatan) di akhirat,” jelasnya.
“Permasalahannya, kita sekarang tidak memiliki pemimpin yang mengimplementasikan ajaran yang terkandung dalam Al-Quran dan Sunnah,” katanya.
Hingga saat ini, tidak ada pemimpin yang sempurna menyerupai kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.
“Hanya kepemimpinan Nabi Muhammad SAW yang menjalankan politik sesuai syariat Islam. Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW adalah contoh kepemimpinan yang terbaik. Politik saat ini sudah kotor dan tidak ada yang seperti kepemimpinan di zaman itu,” pungkasnya.

Sebuah Renungan Rakyat yang Merindukan Pemimpin yang Shalih

Asy-Syaikh Muhammad bin Shālih Al-Ùtsaimīn Allahuyarhamuh berkata:
“… Wajib bagi kita untuk mengetahui bahwasanya manusia itu bagaimana kondisi mereka maka begitu pula pemimpinnya.
Jika kondisi mereka buruk antara sesama mereka dan dengan Allah, maka Allah akan uji mereka dengan pemimpin mereka. Sebagaimana dalam firman-Nya:

وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضاً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُون

Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang zhalim berteman dengan sesamanya, sesuai dengan apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am: 129)
Apabila rakyat shalih dan baik, maka Allah akan anugerahkan untuk mereka pemimpin dari kalangan orang-orang yang shalih, dan bila sebaliknya maka yang terjadipun sebaliknya.
Dan, disebutkan bahwa seseorang dari kalangan pemberontak khawarij datang ke Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, ia berkata,
“Wahai Ali! Kenapa manusia menentangmu dan tidak menentang Abu Bakar dan ‘Umar?!”.
Maka Ali menjawabnya, “Sesungguhnya, rakyat di masa Abu Bakar dan ‘Umar itu saya dan semisal saya, adapun rakyat di masa saya itu kamu dan semisal kamu!”.
Beliau maksudkan dari orang-orang yang tidak memiliki kebaikan padanya. Sehingga, dialah yang menjadi sebab rakyat memberontak dan berpecah belah terhadap Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu yang akhirnya merekapun memerangi beliau radhiallahu ‘anhu.
Dan juga disebutkan, salah seorang penguasa dari Bani Umayyah yang mendengar kritikan dan protes rakyat terhadap dirinya,
Maka beliau seingat saya dia adalah Abdul Malik bin Marwan mengumpulkan para pemuka dan tokoh masyarakat dan berbicara dengan mereka.
“Wahai sekalian manusia! Maukah kalian agar aku menjadi seperti Abu Bakr dan ‘Umar?!”.
Mereka menjawab, “Ya!”.
Beliau berkata, “Jika kalian menginginkannya, maka jadilah kalian seperti kami masyarakatnya Abu Bakr dan ‘Umar!”,
Allah Subhanahu wa ta’ala itu Maha Bijaksana, Ia akan menetapkan pemimpin bagi rakyat sesuai dengan amal mereka.
Jika mereka buruk, maka buruk pula bagi mereka, dan jika mereka baik, maka baik pula untuk mereka.
Namun, bersamaan dengan itu…
Tidaklah diragukan bahwa kebaikan seorang pemimpin itulah asalnya, karena jika baik pemimpin maka terwujudlah kebaikan.
Sebab seorang pemimpin itu memiliki kekuasaan dan mampu untuk mewujudkan kebaikan dan menegakkan keadilan bagi yang menyimpang dan menghukum bagi yang melampui batas dan melanggar.
Semoga Allah Jalla Wa ‘Alā senantiasa memperbaiki seluruh rakyat Indonesia dan para pemimpinnya.
 
Sumber:
Syarh Riyadhush-Shālihīn, Bab Ash-Shabr (tentang Kesabaran) jilid 1 hal. 282-283, cet. Madārul Wathan, Riyadh.
Akhukum,
Hudzaifah bin Muhammad.
Ghafarallāhu lahu wa wālidaihi
 

X