0878 8077 4762 [email protected]

Kisah Masjid Dhirar, yang Dibangun Nasrani dan Munafik di Hancurkan Rasulullah

Ibnu Katsir meriwayatkan dari Sa’id bin Jubair, Urwah, Qatadah, dan lainnya bahwa di Madinah ada seorang pendeta yang bernama Abu Amir dari Khazraj. Dia adalah seorang pemeluk nasrani yang memilki posisi penting di kalangan kaum Khazraj.
Ketika Rasulullah SAW masuk ke Madinah, menghimpun kekuatan islam dan membangun peradaban kaum muslimin disana, pendeta Abu Amir merasa tidak suka dengan keberadaan Rasulullah SAW dan menunjukkan bibit permusuhan. Kemudian dia pergi ke Mekkah untuk mengumpulkan dukungan kaum Kafir Quraisy untuk melawan Rasulullah SAW.
Melihat Dakwah rasulullah yang sudah menyebar luas, semakin kuat dan maju, diapun pergi mencari dukungan kepada Raja Romawi, Heraclius. Heraclius menyambut baik kedatangan pendeta Abu Amir dan menjanjikan apa yang diinginkannya. Pendeta Abu Amir pun tinggal di Negeri Heraclius sembari mengendalikan kaum munafik di Madinah
Pendeta Abu Amir mengirim sebuah surat kepada kaum munafik Madinah. Ia mengabarkan bahwa Heraclius akan memberi apa yang mereka inginkan. Pendeta Abu Amir memerintahkan kaum munafik untuk membuat markas tempat mereka berkumpul untuk merencanakan aksi-aksi jahat mereka kepada kaum muslimin.
Kaum Munafik kemudian membangun sebuah masjid yang diberi nama Masjid Dhirar. Masjid tersebut dibangun di dekat masjid Quba’.
Ketika masjid Dhirar telah berdiri, kaum munafik menemui Rasulullah SAW dan meminta beliau untuk Shalat di masjid Dhirar sebagai tanda persetujuan Rasul atas berdirinya masjid tersebut. Mereka berdalih masjid ini didirikan untuk orang-orang yang tidak dapat keluar saat malam sangat dingin.
Pada waktu itu Rasul hendak berangkat ke Tabuk, dan beliau mengatakan kepada kaum munafik, “Kami sekarang mau berangkat, Insya Allah nanti setelah pulang”. Allah swt melindungi Rasul untuk tidak shalat di masjid tersebut.
Beberapa hari sebelum Rasulullah SAW tiba di Madinah, Jibril turun membawa berita tentang masjid Dhirar yang sengaja dibuat untuk memecah belah kaum muslimin.
Rasulullah SAW kemudian mengutus Sahabat untuk menghancurkan masjid tersebut sebelum Rasul tiba di Madinah.
Berkenaan dengan Masjid ini turunlah Firman Allah SWT : “Dan (diantara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), dan karena kekafirannya, dan untuk memecah belah orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang memerangi Allah dan RasulNya sejak dahulu.
Mereka sesungguhnya bersumpah, ‘kami tidak menghendaki selain kebaikan. ‘Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka adalah pendusta (dalam sumpahnya).
Janganlah kamu shalat dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (Masjid Quba’) sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (At-taubah : 107-108)
Dari kisah diatas bisa kita simpulkan bahwa Kaum Munafik telah melakukan perbuatan konspirasi kejahatan untuk memerangi dan memecah belah Rasulullah SAW dan kaum muslimin.
Karena itu Rasulullah SAW tidak membiarkan tindakan ini, dan langsung mengambil tindakan tegas dan keras.
Dalam menyikapi makar jahat dan konspirasi kaum munafik yang membahayakan kaum muslimin, kita sebagai umat Islam harus tegas tanpa kompromi dalam menghancurkan setiap perangkat jahat dan tipu daya yang mereka bangun.
Orang-orang munafik senantiasa bersujud di telapak kaki penjajah asing, orang-orang kafir, untuk membantu mereka memerangi umat muslim. Tetapi, ketika bertemu kaum muslimin, mereka bersikap seperti saudara, yang sama-sama mengagungkan agama islam. Namun bila ada kesempatan, mereka akan menusuk kaum muslimin dari belakang.
Selain itu, tindakan Rasulullah SAW terhadap masjid Dhirar menunjukkan perlunya menghancurkan tempat-tempat kemaksiatan, tempat yang tidak diridhai Allah SWT, tempat yang dapat membahayakan kehidupan dan kemashalahatan umat islam, sekalipun tempat tersebut disembunyikan dan disampuli dengan berbagai kebaikan sosial.
 
Sumber: Buku Sirah Nabawiyah, karya Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy

Ini yang Dilakukan Rasulullah Ketika Kesiangan Shalat

Sholat adalah kewajiban umat Islam. Dilaksanakan lima waktu dalam sehari semalam. Bagaimana jika terlewat, misal Subuh kesiangan atau Isya kemalaman?
Suatu ketika Rasulullah SAW pernah bersabda: “Aku khawatir kalian tidur nyenyak sehingga melewatkan shalat subuh.”
Kata Bilal: “Saya akan membangunkan kalian.”
Mereka semua akhirnya tidur, sementara Bilal menyandarkan punggungnya pada hewan tunggangannya, namun Bilal akhirnya tertidur juga.
Nabi SAW bangun ketika busur tepian matahari sudah muncul. Kata Nabi SAW: “Hai Bilal! Mana bukti ucapanmu?”
Bilal menjawab: “Saya tidak pernah tidur sepulas malam ini.”
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah mengambil nyawamu kapanpun Dia mau dan mengembalikannya kapanpun Dia mau. Hai Bilal! bangunlah dan suarakan azan.”
Rasulullah SAW berwudhu, setelah matahari agak meninggi sedikit dan bersinar putih, Rasulullah SAW berdiri untuk melaksanakan shalat. (Hadits Shahih Imam Bukhari, nomor 595)
Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a, bahwa Nabi s.a.w pernah bersabda: “Siapa yang lupa untuk melaksanakan shalat, maka laksanakanlah ketika ingat, tanpa kaffarah [denda] atas lupanya itu kecuali dengan mengerjakan shalat tersebut.” Kemudian Rasulullah s.a.w membaca ayat (yang artinya): “… dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (Al-Qur’an surat Thaahaa, ayat 14). (Hadits Shahih Bukhari, nomor 597)
Selain itu terdapat contoh lain dalam hadis yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a. Pada saat perang Khandaq, Umar bin Khattab datang setelah matahari terbenam. Umar mencaci-maki orang-orang kafir Quraisy.
Kata Umar: “Ya Rasulullah! Saya hampir saja tidak melaksanakan shalat Ashar sampai matahari hampir terbenam.”
Nabi SAW bersabda: “Demi Allah! Aku belum melaksanakan shalat Ashar.”
Kata Jabir: “Kami pergi ke Buthhan, kemudian Nabi SAW berwudhu untuk shalat dan kami pun berwudhu, lalu Nabi SAW melaksanakan shalat Asar setelah matahari terbenam, setelah itu beliau melaksanakan shalat Maghrib,” (Hadits Shahih Bukhari, nomor 596).
Itulah tadi yang dilakukan oleh Rasulullah saat beliau telat melaksanakan shalat, langsung mendirikan shalat yang terlewat. Maka kita sebagai hamba yang patuh terhadap rasulullah maka hendaklah kita meniru apa yang di lakukan Rasulullah.
Beliau telat saat melaksanakan shalat, karena Rasulullah juga termasuk manusia biasa yang tak luput dari lupa seperti manusia lainnya. Menurut ulama Rasulullah itu ma’shum (dijaga Allah dari kesalahan agar jadi pelajaran bagi manusia). Wallahu A’lam

Keutamaan dan Adab Rasulullah Ketika Menjenguk Orang Sakit

Keutamaan dan Adab Rasulullah Ketika Menjenguk Orang Sakit

Kunjungan kepada orang sakit termasuk salah satu hak seorang muslim dengan muslim lainnya. Hukumnya mustahab. Supaya setiap individu tidak hanya berpikir urusan pribadinya saja, tetapi juga memiliki kepedulian kepada orang lain.
⁠Mengunjungi orang sakit merupakan perbuatan mulia, dan terdapat keutamaan yang agung serta pahala yang sangat besar, dan merupakan salah satu hak setiap muslim terhadap muslim lainnya.
Untuk memotivasi umat supaya gemar melakukan kegiatan sosial ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَائِدُ الْمَرِيْضِ فِيْ مَخْرَفَةْ الْجَنَّةِ حَتَّى يَرْجْعَ
“Orang yang menjenguk orang sakit akan berada di kebun-kebun surga sampai ia pulang.” [HR Muslim, no. 2568]
Dalam hadist lain Rasulullah saw bersabda
“Apabila seseorang menjenguk saudaranya muslim (yang sedang sakit), maka (seakan-akan) dia berjalan sambil memetik buah-buahan Surga sehingga dia duduk, apabila sudah duduk maka diturunkan kepadanya rahmat dengan deras.
Apabila menjenguknya di pagi hari maka tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar mendapat rahmat hingga waktu sore tiba.
Apabila menjenguknya di sore hari, maka tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar diberi rahmat hingga waktu pagi tiba.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad dengan sanad shahih).
Kunjungan kepada orang sakit tidak terbatasi oleh sekat agama. Rasulullah Saw pernah menjenguk pamannya, Abu Thalib yang musyrik.
Saat berkunjung, Rasulullah Saw memotivasi dan menanamkan optimisme pada si sakit. Bahwa penyakit yang diderita bukan sebuah mimpi buruk. Ada rahasia Ilahi di baliknya.
Dengan demikian, si sakit akan merasa lebih tenang, tidak mengeluhkan takdir atau mencaci penyakit yang sedang dideritanya. Beliau Saw pernah menegur orang yang mencaci demam (alhumma) dengan sabdanya:
لَا تَسُبِّي الْحُمَّى
“Janganlah engkau cela demam itu….” [HR. Muslim, 2575]
Beliau Saw menyebut penyakit yang menimpa seorang muslim sebagai thahur (pembersih dosa) atau kaffarah (pelebur dosa).
Ucapan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengunjungi orang sakit:
لَا بَأْسَ طَهُورٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Tidak masalah, ia (penyakit ini) menjadi pembersih (dosa) insya Allah.” [HR al-Bukhari, 5656]
Beliau Saw membesarkan hati Ummu ‘Ala, bibi Hizam bin Hakim al-Anshari yang sedang sakit dengan berkata:
“Bergembiralah, wahai Ummu ‘Ala. Sesungguhnya Allah akan menggugurkan dosa-dosa orang yang sakit dengan penyakitnya, sebagaimana api menghilangkan kotoran-kotoran dari biji besi”. [Hadits hasan riwayat Abu Dawud, Shahih at-Targhib, 3438]
Dalam melakukan kunjungan kepada si sakit, Rasulullah Saw duduk berdekatan dengan arah kepala orang yang sakit. Atau meletakkan tangan di kening, wajah dan mengusap-usap dada dan perut si sakit. Beliau Saw menanyakan kondisinya.
Beliau Saw juga pernah menanyakan tentang apa yang diinginkan oleh orang sakit itu. Apabila menginginkan sesuatu yang tidak berbahaya, maka beliau Saw meminta seseorang untuk membawakannya. Dan sembari menempelkan tangan kanannya di tubuh orang yang sakit, beliau Saw melantunkan doa (di antaranya):
أَسْأَلُ اللَّهَ الْعَظِيمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ أَنْ يَشْفِيَكَ
“Aku memohon kepada Allah Yang Maha Agung, Penguasa Arsy yang agung untuk menyembuhkanmu.” Dibaca tujuh kali. [Lihat Shahih Adabil-Mufrad, 416].
Kapan saja, seseorang dapat membesuk orang sakit. Akan tetapi, seyogyanya, pembesuk memilih waktu-waktu yang cocok untuk berkunjung, supaya tidak menjadi beban dan memberatkan orang yang sedang dikunjungi. Selain itu, kunjungan itu hendaklah singkat saja, kecuali jika dikehendaki oleh si sakit, atau jika memberikan maslahat baginya.
Inilah pemandangan yang begitu indah, ketika kaum mukminin memberi kegembiraan kepada seorang muslim untuk membuatnya tersenyum. Sekaligus sebagai bentuk kepedulian.
 
Disadur dari : majalah As-Sunnah, diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta

Kisah Dibalik Dapur Sang Kholil (Kekasih Allah)

Kisah Dibalik Dapur Sang Kholil (Kekasih Allah)

Cuaca Madinah pagi itu begitu dingin. Sambil bersandar di sisi kiri mimbar, pandanganku tertuju ke arah makam Rasulullah.
Tiba-tiba imajinasiku memaksaku melompat jauh ke masa silam, tepatnya di tahun terakhir kenabian.
Tahun itu… Kabilah-kabilah arab berbondong-bondong menyatakan masuk islam. Itu artinya tugas kenabian sebentar lagi usai.
Menikmati masa-masa kemenangan adalah tabiat sebuah perjuangan. Tapi tidak bagi sosok yang mulia itu.
Karena misi perjuangannya bukan untuk meraup harta, bukan pula untuk mengejar jabatan.
Bila Allah ridho, kalimat-Nya ditinggikan, syariat-Nya ditegakkan, maka itulah puncak pencapaian tertinggi.
Raga suci itu letih, peluh di dahinya sesekali mengucur.
Di atas tikar kasar raga itu terkulai, berbulan-bulan tak ada api yang mengepul di rumahnya.
Kondisi itu tidak hanya terjadi sekali, bahkan berkali-kali semenjak beliau diutus menjadi Nabi.
Abu Hurairah menuturkan, “Adakalanya sampai berbulan-bulan berlalu, namun di rumah Rasulullah tidak ada satupun lampu yang menyala, dapurnya pun tidak mengepul. Jika ada minyak, maka dijadikannya sebagai makanan.
Sering beliau tidur malam sedang keluarganya bolik-balik di atas tempat pembaringan karena kelaparan, tidak ada makan malam. Makanan mereka biasanya hanya roti yang terbuat dari syair yang kasar.” (HR. Tarmidzi).
Sang istri Aisyah radhiallahu anha menuturkan, “Seringkali kami melewati masa hingga 40 hari, sedang di rumah kami tidak pernah ada lampu yang menyala dan dapur kami tidak mengepul. Maka orang yang mendengar bertanya, ‘Jadi apa yang kalian makan untuk bertahan hidup?’ Ummul Mukminin menjawab, “Kurma dan air saja, itu pun jika dapat.”(HR. Ahmad)

Ternyata-Seperti-Inilah-Isi-Bagian-Dalam-Rumah-Nabi-Muhammad-SAW-C

Dapur dan Bagian Dalam Rumah Rasulullah


Abu Hurairah berkata, “Aku pernah datang kepada Rasulullah ketika dia shalat sambil duduk, maka aku pun bertanya, ‘Ya Rasulullah, mengapa aku melihatmu shalat sambil duduk, apakah engkau sakit?’ Jawab beliau, ‘Aku lapar, wahai Abu Hurairah.’
Mendengar jawaban beliau, aku terus menangis sedih melihat keadaan beliau. Beliau merasa kasihan melihatku menangis, lalu beliau berkata, ‘Wahai Abu Hurairah, jangan menangis, karena beratnya penghisaban di hari kiamat nanti tidak akan menimpa orang yang hidupnya lapar di dunia, jika dia menjaga dirinya di kehidupan dunia ini.” (HR. Muslim).
Ibnu Bujair berkata, “Pada suatu hari Rasulullah pernah merasa sangat lapar. Lalu beliau mengambil batu dan diikatkannya pada perutnya. Kemudian beliau bersabda, ‘Betapa banyak orang yang memilih makanan yang lembut di dunia ini kelak dia akan menjadi lapar dan telanjang pada hari kiamat!
Dan betapa banyak orang yang memuliakan dirinya di sini, kelak dia akan dihinakan di akhirat. Dan betapa banyak orang yang menghinakan dirinya di sini, kelak dia akan dimuliakan di akhirat’.”
Dalam riwayat lain yang dikeluarkan oleh Baihaqi, Ummul mukminin menuturkan, “Rasulullah tidak pernah kenyang tiga hari berturut-turut. Sebenarnya jika kita mau, kita bisa kenyang, akan tetapi beliau selalu mengutamakan orang lain yang lapar daripada dirinya sendiri.”
Dialog-dialog dalam kisah diatas seolah kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri, tanpa terasa air mata ini mengalir.
Ya Allah….
Alangkah kufurnya diri ini terhadap nikmat-Mu.
Entah berapa kali diri ini merasakan kenyang, sementara syukur jarang terucap dan ibadah tak kunjung meningkat.
Aku teringat ucapan ummul mukminin Aisyah radhiallahu anha yang berbunyi, “Ujian yang pertama kali akan menimpa umat ini sesudah kepergian Rasulullah adalah kenyangnya perut!
Apabila perut suatu kaum kenyang, badannya gemuk, maka lemahlah hatinya dan syahwatnyapun merajalela!” (HR. Bukhari).
Wal iyaadzu billah..
Sahabat…
Sebelum mengeluhkan dapurmu yang kekurangan ini dan itu, maka ingatlah dapur Rasulullah shallallahu alaihi wasallam…
Ingatlah Rasulullah yang tak pernah kenyang sejak diutus menjadi Nabi hingga wafatnya.
Sesekali bawalah imajinasimu mundur jauh ke masa-masa beliau hidup, lalu tanyakan pada dirimu, “Masihkah pantas engkau mengeluhkan kondisi dapurmu yang serba kekurangan..?”
Catatan:
Kesederhanaan Rasulullah adalah pilihan hidup, bukan keterpaksaan. Sebab bila beliau mau, maka gunung uhud akan dirubah menjadi emas untuknya, namun beliau menolak.
Beliau menganggap kehidupan akhirat lebih baik daripada kehidupan dunia.
Riwayat-riwayat diatas tidak mengajarkan kepada kita untuk selalu lapar dan miskin. Namun mengajarkan kepada kita agar mempunyai pola hidup sederhana. Dimana kita tetap berusaha dan bekerja keras, namun tidak menggantungkan semuanya kepada dunia.
Prinsipnya, “Genggamlah dunia dengan tanganmu, jangan biarkan ia memasuki hatimu”
_____________
Madinah, Disisi Raudhoh As-Syarif
03 Rabi’ As-Tsany 1438 H
ACT El-Gharantaly
——————
WAG Sahabat Bilal bin Rabah (Akhwat)
WAG Sahabat Masjid at-Tauhid (Ikhwan)
Daftar : 0851 0172 2864
Join telegram channel @sahabatibnuzubair
http://www.attauhid.net

Dialog Heraklius dengan Abu Sofyan tentang Islam dan Rasulullah

Mengutip dan menyimpulkan kisah dari buku Sirah Nabawiyah karangan Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfury yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Kathur Suhardi. Percakapan antara Heraklius, kaisar Romawi dengan Abu Sofyan, paman Rasul sendiri yang pada saat itu belum masuk Islam dan sedang berdagang di Syam. Disaat yang sama korespondensi oleh Rasul melalui utusan beliau Dihyah bin Khalifah Al Kalby kepada Kaisar Roma yang sedang berkuasa, Heraklius, pada akhir tahun 6 H.
Heraklius yang saat itu berada di Baitul Maqdis mengundang Abu Sufyan untuk ikut pertemuan dimana dihadiri para pembesar Roma. Heraklius mengajukan beberapa pertanyaan ‘spekulatif’   kepada Abu Sufyan tentang Rasul dan ajaran (Islam) yang dibawa Muhammad. Berikut pertanyaan sekaligus jawaban dari Heraklius.
Pada pertemuan itu, Raja Heraklius hadir dengan pembesar kerajaannya. Heraklius memanggil seorang penerjemah untuk menerjemahlan dialognya dengan rombongan Abu sufyan.
Raja Heraklius kemudian berkata kepada penerjemahnya, “Tanyakan kepada mereka, siapa yang paling dekat dengan nasab (karis keturunan)nya dengan Muhammad yang mengklaim dirinya seagai seorang Nabi dari negeri Arab!”
Mendengar pertanyaan tersebut, Abu Sufyan menjawab, “Akulah yang paling dekat nasabnya dengan Muhammad.”
Heraklius kemudian berkata kepada penerjemaahnya“Beritahukan kepada Abu Sufyan bahwa aku akan mengajukan kepadanya beberapa pertanyaan. Katakan kepada kawan-kawannya jika Abu Sufyan telah menjawab pertanyaanku, hendaknya mereka memberitahuku diriku kenyataan yang sesungguhnya. Jika benar katakan benar. Jika salah katakan salah”
Pertanyaan pertama yang dilontarkan Heraklius kepada Abu Sufyan ialah, “Bagaimanakah nasab orang ini (Muhammad) di antara kalian?”
Abu Sufyan menjawab, “Dia adalah orang yang memiliki nasab yang mulia dalam kabilah bangsa Arab”
Heraklius bertanya, “Apakah ada orang sebelumnya yang telah menyatakan apa yang telah dia ucapkan itu?”
Abu Sufyan menjawab, “Tidak”
Heraklius bertanya, “Apakah dia berasal dari keturunan raja?”
Abu Sufyan menjawab, “Tidak”
Raja romawi itu bertanya lagi, “Apakah pengikutnya adalah orang-orang mulia dan para pembesar?”
Abu Sufyan menjawab, “Tidak, para pengikutnya adalah orang-orang miskin dan orang-orang yang lemah”
Heraklius bertanya lagi, “Apakah pengikutnya itu bertambah terus atau semakin berkurang?”
Abu Sufyan menjawab, “Pengikutnya semakin hari semakin bertambah dan tidak pernah berkurang”
Heraklius bertanya lagi, “Apakah di antara mereka ada yang meninggalkan agama mereka karena membenci agama itu?”
Abu Sufyan menjawab, “Tidak ada”
Raja romawi ini bertanya lagi, “Apakah kalian menuduh dia berdusta atas apa yang diucapkannya bahwa dia mengklaim dirinya sebagai Nabi? Sebelum dia menyatakan bahwa dia adalah seorang nabi, apakah dahulunya dia adalah seorang pendusta?”
Abu Sufyan menjawab, “Tidak”
Kemudian, Abu Sufyan ditanya lagi, “Apakah dia suka menghianati perjanjian?”
Abu Sufyan menjawab, “Tidak. Sepanjang kami hidup bersama dalam satu kabilah dengannya, kami tidak pernah melihat dia berdusta dalam bicara dan tidak pernah berkhianat dalam melakukan perjanjian. Pada saat ini, kami juga sedang melakukan perjanjian dengannya, tetapi kami tidak tahu apa yang akan dia lakukan.”
Raja Romawi itu melanjutkan pertanyaannya, “Apakah kalian memerangi mereka?”
Abu Sufyan menjawab, “Sejujurnya kami memang sedang memerangi mereka”
Heraklius bertanya lagi. “Lantas bagaimana hasil dari pertempuran kalian dengan mereka?”
Abu Sufyan menjawab, “Manakala kami berperang, kadang kami yang menang dan kadang mereka yang menang”
Heraklius berujar, “Dia telah mengaku sebagai seorang Nabi kepada kalian. Lalu apa yang diperintahkan Muhammad kepada kalian?”
Abu Sufyan menjawab, “Muhammad mengajak kami dan menyuru kami bersaksi, ‘Sembahlah Allah semata dan janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.’ Muhammad juga Menyeruh kami untuk meninggalkan apa yang diucapkan oleh nenek moyang kami (menyembah berhala). Dia juga menyeruh kami untuk menegakkan shalat, membayar zakat, berlaku jujur, bersikap sederhana dan hidup bersahaja, serta senantiasa menyambung silaturahim”
Maksud dan Tujuan Pertanyaan Raja Heraklius
Setelah semua pertanyaan diajukan dan dijawab Abu sufyan, Heraklius menjelaskan maksud dan tujuannya dari pertanyaan-pertanyaannya.
Heraklius menjelaskan, “Aku bertanya kepadamu tentang nasabnya (Muhammad) di antara kalian, seperti apa sejatinya nasabnya? Engkau menjawab bahwa dia memiliki nasab yang mulia, orang terpandang. Memang seperti itulah adanya para Nabi yang diutus di tengah-tengah kaumnya. Mereka berasal dari nasab-nasab yang luhur
Kemudian, aku menanyakan kepadamu apakah ada orang-orang sebelumnya yang telah mengklaim bahwa dirinya adalah seorang Nabi. Engkau menjawab, Tidak. Itulah realitas yang benar, sebab jika sebelumnya ada di antara keluarganya yang menyatakan perkataan tersebut, bisa saja dia hanya ikut-ikutan mengklaim dirinya sebagai seorang Nabi. Namun, faktanya tidak ada.
Aku tanyakan kepadamu tentang apakah ada bapak ataupun kakek (leluhurnya) yang menjadi raja. Engkau menjawab tidak ada. Itula realitas yang patut dipercaya, sebab jika sekiranya ada bapak atau kakeknya yang menjadi sorang Raja, mungkin saja dia mengucapkan perkataan tersebut hanya karena ingin mencari kekuasaan atau merebut kekuasaan yang pernah diraih leluhurnya
Heraklius, Raja Romawi Mengakui Muhammad saw sebagai Seorang Rasul
Aku telah menanyakan kepadamu tentang sikap dan respon kalian sebelum dia mengaku sebagai seorang nabi, adakah kalian menuduhnya pembohong dan manusia penuh dusta. Engkau menjawab tidak. Itulah realitas yang benar, sebab aku tahu persis bahwa seorang nabi tidak akan pernah berdusta kepada manusia, apalagi berdusta atas nama Tuhan
Aku juga bertanya kepadamu tentang para pengikutnya, apakah para pengikutnya itu pembesar dan dan pejabat. Engkau menjawab kalau para pengikutnya adalah orang-orang lemah dan orang-orang miskin. Itulah realitas yang benar, sebab memang demikianlah adanya. Pengikut para nabi pada masa lalu adalah dari kalangan orang-orang lemah dan miskin
Kemudian, Aku tanyakan kepadamu adakah para pengikutnya semakin bertambah atau berkurang. Engkau menjawab kalau para pengikutnya semakin bertambah dan tidak pernah berkurang. Itulah realitas yang benar, sebab pengikut nabi akan semakin bertambah dan bertambah terus sampai menjadi sempurna.
Aku telah bertanya kepadamu, apakah ada di antara mereka yang keluar dari agamanya kerena membenci agama itu. Engkau menjawab tidak ada satu pun. Itulah realita yang benar, sebab jikalau keimanan telah bersatu dengan hati, dia tidak akan bisa keluar lagi.
Aku juga menanyakanmu tentang keadaannya, apakah dia pernah berkhianat. Engkau menjawab tidak. Itulah realitas yang benar, sebab memang seperti itulah karakteristik dasar para Rasul Allah. Mereka tidak ada yang pernah berkhianat.
Kemudian, Aku menanyakan kepadamu tentang apa yang diperitahkan Muhammad kepada kalian. Engkau menjawab bahwa ia memerintahkan untuk beribadah kepada Allah semata dan melarang kalian untuk melakukan perbuatan syirik. Dia juga mengajak untuk melaksanakan ibadah shalat, zakat, puasa, bersikap jujur, sederhana, tidak gila dunia, serta menyambung silaturahim.”
Heraklius lalu berkata kepada Abu Sufyan dan kawan-kawannya yang disaksikan seluruh petinggi kerajaan, Wahai Abu Sufyan, jika semua yang telah kau terangkan itu betul semuanya, dia akan memerintah sampai ke tempatku berpijak di kedua telapak kakiku ini.
Sesungguhnya, aku telah tahu (ramalan) bahwa dia akan lahir. Namun, aku tidak mengira bahwa dia akan lahir dari klan anak bangsa di antara kalian.
Kemudian Heraklius Kaisar Romawi itu berkata, “Sekiranya aku dapat bertemu dengannya (nabi Muhammad saw). Walaupun dengan susah payah, aku akan berusaha untuk menemuinya. Jika aku berhasil berada di dekatnya, aku akan mencuci kedua telapak kakinya. Seandainya aku tahu jalan menuju ke tempatnya, aku akan berusaha untuk bisa menuju ke tempatnya dan jika aku menemuinya, aku akan membasuh kedua kakinya.” (HR Bukhari)