0878 8077 4762 [email protected]

Apa itu Sutrah?

Pernahkah Anda mendengar kata sutrah?
Sutrah merupakan batas shalat yang diletakkan di depan tempat sujud yang berfungsi sebagai penghalang, agar tidak dilewati oleh orang atau binatang.
Tujuan dari penggunaan sutrah ini adalah untuk menghormati orang yang sedang shalat.
Berikut adalah beberapa penjelasan sutrah dalam kutipan hadits.
1. “Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Janganlah mengerjakan shalat kecuali menghadap sutrah dan janganlah membiarkan seseorang lewat di depanmu, jika ia tidak menghiraukan, maka halangilah ia dengan sekuat tenaga, sebab ada teman bersamanya.” [HR. Muslim, No. 26]
2. “Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri r.a. ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Apabila salah seorang di antara kamu melakukan shalat, maka shalatlah dengan menghadap ke sutrah, dan mendekatlah kepadanya, dan janganlah membiarkan seseorang lewat di antara dia dan sutrah. Jika seseorang datang melewatinya, maka halangilah dengan sekuat tenaga, sebab dia adalah syaitan.” [HR. Abu Dawud, No. 697]
3. “Diriwayatkan dari Abu Sahl bin Abi Hatsmah r.a., dari Nabi saw: Apabila seseorang di antaramu shalat dengan menghadap kepada sutrah, maka mendekatlah kepadanya, agar syaitan tidak memotong (mengganggu) shalatmu. Dari riwayat lainnya sebagai berikut: Apabila seseorang di antaramu mengerjakan shalat, maka pasanglah sutrah dan mendekatlah kepadanya, sebab syaitan suka lewat di depannya.” [Ditakhrijkan oleh Ahmad: 4/2]
Pendapat para ulama:
As-Safarini berpendapat bahwa penggunaan sutrah dalam shalat adalah sunnah, sebagaimana disepakati para ulama.
Imam Malik berpendapat wajib berdasarkan hadis-hadis di atas.
Abu Ubaidah berpendapat bahwa makmum tidak wajib menggunakan sutrah, karena sutrah dalam shalat jama’ah sudah ditanggung oleh imam. Maka setiap makmum sutrahnya adalah orang yang ada di depannya, tetapi makmum yang berada di shaf paling depan harus mencegah orang lewat di depannya. Pendapat ini berdasarkan hadis dari Ibnu ‘Abbas:
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas: Saya datang bersama al-Fadl naik keledai, sedang Rasulullah saw berada di ‘Arafat. Kemudian kami melewati sebagian shaf, lalu kami turun, dan kami tinggalkan keledai itu bersenang-senang (makan rumput). Dan kami bersama Rasulullah saw masuk dalam shalat, beliau tidak mengucapkan kata-kata sedikitpun.” [HR. Muslim, No. 504]
Ibnu Abdil Bar berpendapat: hadis yang diriwayatkan Ibnu ‘Abbas tersebut mentakhshish hadis yang diriwayatkan Abu Sa’id yang berbunyi: “Apabila seseorang di antaramu shalat, maka janganlah membiarkan seseorang lewat di depannya”
Hadis ini ditakhsish dengan shalat Imam dan shalat munfarid (sendirian). Maka bagi makmum, tidak mengapa apabila ada orang lewat di depannya.
Dari penjelasan tersebut bisa disimpulkan bahwa sutrah disunnahkan bagi imam saja dan bagi orang yang shalat munfarid.
Namun pada masa kini, baik bagi imam maupun bagi makmum di masjid-masjid sudah dipasang kain sajadah yang dapat dijadikan sebagai sutrah.
Maka tidak perlu lagi memasang sutrah secara khusus.
Wallahu a’lam bish-shawab.

Fatwa Al Azhar : Bagaimana Hukum Pembatas Shalat (Sutrah) bagi Makmum?

Assalamualaikum. Ketika shalat Isya sedang dilaksanakan di masjid, ada seorang jamaah yang lewat di hadapan para makmum yang sedang shalat. Lalu salah seorang dari mereka memberi isyarat kepadanya untuk tidak meneruskan langkahnya, tapi orang itu tidak mempedulikan isyarat tersebut dan tetap melewati shaf para makmum. Selesai shalat, banyak para jamaah yang mencemooh orang yang lewat tersebut. Mohon penjelasan mengenai hukum masalah ini.
 
Jawaban :
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, dia berkata, “Pada suatu ketika, saya mendatangi Rasulullah saw sambil menaiki seekor keledai betina. Pada saat itu saya telah mendekati usia baligh. Ketika saya sampai, Rasulullah saw sedang melakukan shalat berjamaah di Mina dengan tidak menghadap ke dinding. Maka saya melewati salah satu shaf lalu melepaskan keledai saya itu dan membiarkannya merumput. Setelah itu saya masuk dalam barisan shaf tanpa ada seorang pun yang mencela apa yang saya lakukan tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Imam Nawawi, dalam Syarh Muslim, berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa shalat anak yang masih kecil adalah sah dan bahwa pembatas shalat imam adalah pembatas bagi makmum yang di belakangnya”.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fath al-Bari , “Ibnu Abdil Barr berkata, “Hadits Ibnu Abbas ini mengkhususkan hadits Abu Said ra yang isinya,”Jika salah seorang dari kalian melakukan shalat, maka janganlah dia membiarkan seseorang berjalan di hadapannya“.
Hadits Abu Said ini khusus bagi imam dan orang yang melakukan shalat sendiri. Sedangkan makmum, maka tidak apa-apa jika ada orang yang berjalan di hadapannya, sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas ini. Dan tidak ada perselisihan para ulama dalam masalah ini”.
Dengan demikian, pembatas shalat (as-sutrah) adalah khusus bagi imam dan orang yang shalat sendirian. Sedangkan berjalan melewati shaf para makmum adalah perbuatan yang dibolehkan. Hal ini karena pembatas shalat imam adalah pembatas shalat bagi para makmum juga.
Namun demikian, kebolehan berjalan di depan makmum itu bukan berarti dibolehkan begitu saja, tanpa alasan atau tata cara tertentu. Berjalan di depan makmum dibolehkan jika terdapat keperluan, seperti jika seseorang tidak dapat mencapai tempat wudhu atau tidak dapat mengambil barangnya kecuali dengan melewati para makmum tersebut. Begitu juga jika dia hendak mengisi kekosongan di suatu shaf, dan lain sebagainya. Semua itu perlu diperhatikan agar para makmum tidak disibukkan dengan perkara yang tidak penting.
Wallahu subhanahu wa ta’ala a’lam.
Sumber : Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah (Dewan Fatwa Mesir)
Nomor : 1787
Tanggal : 04/05/2008
Penerjemah : Fahmi Bahreisy, Lc