by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | May 23, 2016 | Artikel, Ringkasan Taklim
Ringkasan Kajian Tadabbur Al-Qur’an Surat Ash-Shaff Ayat 7-9
Cahaya Allah SWT
Ahad, 1 Mei 2016
Pkl. 18.00-19.30
Di Majelis Taklim Al-Iman, Jl. Kebagusan Raya No.66, Jakarta Selatan (Belakang Apotik Prima Farma)
Bersama:
Ustadz Fauzi Bahreisy
Surat Ash Shaff Ayat ke-7
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَى إِلَى الإسْلامِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Artinya: Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah padahal dia diajak kepada (agama) Islam? Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim
Tadabbur Ayat ke-7
- Redaksi ayat yang ke-7 ini berbentuk pertanyaan akan tetapi maknanya bukan pertanyaan, maknanya justru penegasan bahwa tidak ada yang lebih zalim daripada orang-orang yang menciptakan kebohongan kepada Allah, karena pada ayat sebelumnya dikatakan bahwa petunjuk Allah sudah sangat jelas, akan tetapi mereka tidak mau mengikuti petunjuk tersebut justru mengadakan kebohongan dengan mengatakan bahwa Allah tidak mengutus Muhammad dan ini adalah sebuah kezaliman yang sangat besar dan tidak ada yang kezaliman yang lebih besar dari ini.
- Ini juga menjadi sebuah penegasan bahwa agama Islam adalah agama yang sangat tidak menerima adanya kedustaan apalagi kedustaan tersebut atas nama Allah, jangankan kedustaan kepada Allah melakukan kedustaan dalam tingkat atau level yang di bawah itu saja sudah tidak dibenarkan dalam Islam.
- Diantara salah-satu sifat yang dimiliki oleh seorang mukmin adalah jujur dan itu tidak bisa dipisahkan, kalaupun ada orang Islam yang berdusta berarti ada masalah dalam keimanan dan keislamannya. Karena orang yang suka berdusta disebutkan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits sebagai salah satu tanda orang munafik.
- Orang yang selalu berdusta adalah bertentangan dengan iman, bahkan di dalam hal yang dianggap sepele sekalipun, termasuk dalam hal bercanda sekalipun tidak boleh.
Allah berfirman : “…Padahal mereka diajak kepada Islam..”
(Baca juga: Ringkasan Taklim: Marah Saat Aturan Allah Dilanggar)
Sebagian mufassir mengatakan bahwa yud’a ilal Islam maknanya adalah diajak kepada tauhid, diajak kepada Islam, tetapi mereka tidak mau menerima Islam bahkan mereka menciptakan keyakinan-keyakinan dan agama-agama yang dimanipulasi sedemikian rupa, dan ini cukup untuk disebut sebagai zalim, karena itu Allah mengatakan “Allah tidak memberikan hidayah kepada orang-orang yang zalim”
Ada beberapa bentuk kezaliman, paling tidak ada tiga hal :
- Zalim kepada diri sendiri, yaitu ketika dia melakukan maksiat dan dosa, sehingga menyebabkan dia mendapat azab dari Allah
- Zalim kepada orang lain, yaitu berbuat aniaya kepada orang lain, seperti merampas hak orang lain, merusak kehormatannya, menceritakan aibnya, dan lain-lain.
- Zalim kepada Allah, ini termasuk zalim yang paling tinggi, yaitu menyekutukan Allah dan mengada-adakan kebohongan kepada Allah.
Dan ini jenis-jenis kezaliman yang dapat menghalangi dari hidayah Allah.
Surat Ash Shaff Ayat ke-8
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
Artinya: Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya.
Tadabbur Ayat ke-8
- Di dalam kalimat Liyuthfiuu: Huruf Lam di sini adalah ‘Lam Taukid‘, namun ada sebagian mufassir mengatakan ‘Lam Ta’lil‘ untuk memberikan suatu penjelasan bahwa mereka melakukan berbagai usaha dan tindakan tidak lain targetnya adalah untuk memadamkan cahaya Allah, dengan melakukan berbagai makar.
- Nuurallah (Cahaya Allah): Para ulama mengatakan bisa maknanya Al-Qur’an, ada yang mengatakan bermakna Nabi Muhammad dan ada pula yang mengatakan maknanya Al-Islam.
- Yuriiduuna (mereka menginginkan): Memakai ‘fi’il mudhari’ menandakan mereka melakukan usaha tersebut secara terus menerus, sejak zaman Nabi Muhammad sampai hari akhir, tidak akan pernah berhenti.
- Biafwaahihim (dengan mulut mereka) : Karena yang paling efektif memadamkan cahaya Allah menurut mereka adalah dengan Ghazwul Fikri (perang pemikiran) dengan cara memberikan opini-opini yang tidak benar tentang Islam, lewat buku-buku, media masa, dan lain-lain, yang mereka kuasai semuanya untuk menyesatkan umat Islam.
- Wallahu Mutimmu Nuurihi walau karihal kaafiruun (tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya): Akan tetapi tenang, karena tidak ada yang dapat memadamkan cahaya Allah dan tidak mungkin cahaya Allah bisa dipadamkan. Buktinya kalau kita lihat di dalam konteks sekarang ini di Amerika dan Perancis sekarang agama Islam menjadi agama yang kedua, semakin banyak serangan dan tekanan yang mereka lakukan terhadap Islam maka Islam semakin berkembang. Oleh karena itu, jangan khawatir karena Allah yang akan menyempurnakan cahaya-Nya melalui kaum mukminin, akan tetapi yang menjadi pertanyaan adalah kita berada di pihak yang mana? Apakah berada di kelompok yang ikut memadamkan cahaya Allah tanpa kita sadari atau kita berada di kelompok yang ingin bekerja memberikan kontribusi agar cahaya Allah lebih sempurna lagi?
(Baca juga: Ringkasan Taklim: Nama dan Sifat-sifat Allah)
Surat Ash Shaff Ayat Ke-9
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
Artinya: Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, untuk memenangkannya di atas segala agama meskipun orang-orang musyrik membencinya
Tadabbur Ayat ke-9
Dialah : yakni Allah yang mengutus Rasul-Nya yaitu Nabi kita Muhammad dengan membawa petunjuk dan agama yang benar yakni agama Islam. Apa tujuannya? Tujuannya adalah untuk memenangkan Agama-Nya atas semua agama walaupun orang-orang musyrik tidak senang.
Ini menunjukkan bahwa agama Allah pasti menang. Caranya menurut pendapat ulama adalah :
- Bilquwwah atau dengan kekuatan seperti dengan perang, dengan jihad dan dengan senjata
- Bilhujjah, Bayan dan Dalil, yaitu Allah tampakkan hujjah tersebut melalui lisan-lisan para ulama, dan inilah langkah yang paling tepat untuk dilakukan sekarang ini.
Walaupun orang-orang musyrik tidak senang dengan penyebaran agama ini.
***
Majelis Taklim Al Iman
Tiap Ahad. Pkl. 18.00-19.30
Kebagusan, Jakarta Selatan.
Jadwal Pengajian
● Tadabbur Al Qur’an tiap pekan 2 dan 4 bersama Ust. Fauzi Bahreisy
● Kitab Riyadhus Shalihin tiap pekan 3 bersama Ust. Rasyid Bakhabzy, Lc
● Kontemporer tiap pekan 1 bersama ustadz dengan berbagai disiplin keilmuwan.
Kunjungi AlimanCenter.com untuk mendapatkan info, ringkasan materi dan download gratis audio/video kajian setiap pekannya.
•••
Salurkan donasi terbaik Anda untuk mendukung program dakwah Majelis Ta’lim Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!
by Ahmad Sahal Hasan Lc ahmadsahalhasan | May 19, 2016 | Artikel, Qur'anic Corner
Oleh: Ahmad Sahal Hasan, Lc
Selain membaca Al-Quran secara rutin dengan frekuensi khatam yang memadai, seorang muslim dan muslimah juga wajib mengusahakan keakraban dengan Al-Quran melalui tadabbur.
Makna Tadabbur
التَّدَبُّرُ فِي اللُّغَةِ : عِبَارَةٌ عَنِ النَّظَرِ فِي عَوَاقِبِ الْأُمُوْرِ
Arti tadabbur menurut bahasa: ungkapan tentang memandang kepada pengaruh atau akibat dari sesuatu. (At-Ta’rifat, Al-Jurjani, hlm 54).
وَفِي الاِصْطِلاَحِ : تَأَمُّلُ الْقُرْآنِ بِقَصْدِ الاِتِّعَاظِ وَالاِعْتِبَارِ
Menurut istilah ulama: merenungkan Al-Quran dengan maksud mendapat nasihat dan pelajaran.(Tahrir Ma’na At-Tadabbur ‘Inda Al-Mufassirin, Makalah Dr. Fahd Mubarak Abdullah)
Dari maknanya, baik secara bahasa maupun istilah dapat disimpulkan bahwa:
1. Tadabbur ayat Al-Quran dapat dilakukan setelah kita memahami arti ayat secara umum dengan benar, meskipun hanya potongan ayatnya, atau beberapa kata di dalamnya.
Karena seseorang tidak dikatakan memandang apa yang ada dibalik sesuatu jika ia tidak mengetahui yang tampak jelas dari sesuatu itu. Atau ia tidak dianggap sedang merenungkan tujuan, pengaruh atau akibat suatu kata atau kalimat atau ucapan jika ia tidak memahami arti harfiahnya dengan benar.
2. Tujuan dari tadabbur Al-Quran adalah memperoleh nasihat dan pelajaran dari ayat-ayatnya agar bertambah iman.
(Baca juga: Tadabbur Surat Al-Insan ayat 4-6)
Maksud dari kata “itti’azh” dalam definisi adalah terpengaruh dengan mauizhah/nasihat, atau menerima mauizhah dengan hati, bukan sekadar informasi yang diterima akal, seperti yang diungkapkan oleh salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Al-Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, tatkala menerima mauizhah dari beliau:
وَعَظَنَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلّم مَوْعِظَةً وَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ، وَذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ …
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan kami mauizhah (nasihat) yang membuat hati-hati ini bergetar dan mata menangis..”
(Potongan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud & Tirmidzi, lihat hadits ke-28 dari Hadits Arba’in Imam Nawawi)
Tadabbur Adalah Salah Satu Tujuan Al Qur’an Diturunkan
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka mentadabburi ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai akal pikiran“. (QS. Shad: 29).
Asy-Syaukani berkata:
وَفِي الْآيَةِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ إِنَّمَا أَنْزَلَ الْقُرْآنَ لِلتَّدَبُّرِ وَالتَّفَكُّرِ فِي مَعَانِيهِ، لَا لِمُجَرَّدِ التِّلَاوَةِ بِدُونِ تَدَبُّرٍ
Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa Allah subhanahu wa ta’ala hanyalah menurunkan Al-Quran untuk dilakukan tadabbur dan berpikir pada makna ayat-ayatnya, bukan sekadar membaca tanpa tadabbur. (Fath Al-Qadir, Asy-Syaukani, hlm 4/494).
(Baca juga: Ringkasan Taklim : Menghayati Keagungan Al-Qur’an)
Penulis kitab Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir berkata:
وَكُلُّ آيَاتِ الْقُرْآنِ مُبَارَكٌ فِيهَا لِأَنَّهَا: إِمَّا مُرْشِدَةٌ إِلَى خَيْرٍ، وَإِمَّا صَارِفَةٌ عَنْ شَرٍّ وَفَسَادٍ، وَذَلِكَ سَبَبُ الْخَيْرِ فِي الْعَاجِلِ وَالْآجِلِ وَلَا بَرَكَةَ أَعْظَمُ مِنْ ذَلِك. وَالتَّدَبُّرُ: التَّفَكُّرُ وَالتَّأَمُّلُ الَّذِي يَبْلُغُ بِهِ صَاحِبُهُ مَعْرِفَةَ الْمُرَادِ مِنَ الْمَعَانِي، وَإِنَّمَا يَكُونُ
ذَلِكَ فِي كَلَامٍ قَلِيلِ اللَّفْظِ كَثِيرِ الْمَعَانِي الَّتِي أُودِعَتْ فِيهِ بِحَيْثُ كُلَّمَا ازْدَادَ المُتَدَبِّرُ تَدَبُّرًا انْكَشَفَتْ لَهُ مَعَانٍ لَمْ تَكُنْ بَادِيَةً لَهُ بَادِئَ النَّظَرِ.
“Dan semua ayat-ayat Al-Quran adalah diberkahi, karena ia merupakan pemberi arahan kepada kebaikan atau penghalang dari kejahatan dan kerusakan, dan hal itu adalah sebab bagi kebaikan di dunia maupun akhirat, dan tak ada keberkahan yang lebih agung daripada hal itu.
Dan makna tadabbur adalah berpikir dan merenung yang menyampaikan pelakunya kepada tujuan dari makna (ayat-ayat)nya. Hal itu hanya terjadi pada ucapan yang jumlah lafazhnya sedikit tapi sarat nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dimana setiap kali pelaku tadabbur menambah tadabburnya tersingkaplah kandungan nilai-nilai yang belum tampak di awal perenungan”. (At-Tahrir wa At-Tanwir, Muhammad At-Thahir ‘Asyur, 23/251-252). *bersambung
Sumber:
Telegram @sahal_hasan
by Dr. Atabik Luthfi atabikluthfi | May 18, 2016 | Artikel, Qur'anic Corner
Oleh: Dr. Atabik Luthfi
Allah SWT berfirman:
“Akan tetapi jadilah kalian orang-orang rabbani yang senantiasa mengajarkan Al-Kitab dan mempelajarinya.” (QS. Ali Imran [3] : 79).
Al Qur’an sarat dengan konsepsi yang layak dijadikan pedoman dalam rangka menggapai kehidupan yang baik (hayatan thayyibah). Salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar adalah pendidikan, baik untuk kehidupan individu maupun masyarakat atau sebuah bangsa.
Motto ‘life is education dan education is life’ merupakan gambaran sekaligus tantangan konkret bahwa seluruh hidup dan kehidupan adalah sebuah proses pendidikan yang panjang, sekaligus bahwa pendidikan adalah persoalan hidup dan kehidupan.
(Baca juga: Al Quran Berbicara Tentang Pendidikan)
Secara prinsip Al-Qur’an hadir memberi spirit seputar pendidikan dalam beragam karakternya, mulai dari isyarat wahyu pertama ‘Iqra’ (Surah al-‘Alaq ayat 1), untuk membaca dari dan dengan berbagai perspektifnya, isyarat ‘al-Qalam’ (Surah al-Qalam ayat 1) yang berarti pena yang merupakan lambang ilmu pengetahuan, dan penghargaan kepada aktifis pendidikan dalam bentuk pengangkatan beberapa derajat kelebihan dan keutamaan (Surah al-Mujadilah ayat 11).
Sumber:
Telegram @atabikluthfi
by Dr. Atabik Luthfi atabikluthfi | Apr 24, 2016 | Artikel, Qur'anic Corner
Oleh: Dr. Atabik Luthfi
Firman Allah SWT:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia; menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, serta beriman kepada Allah“. (QS. Ali Imran: 110).
Ayat di atas jelas merupakan jaminan bersyarat Allah bagi umat ini bahwa mereka adalah umat yang terbaik sepanjang zaman selama senantiasa mampu mempertahankan eksistensi dakwah dalam kehidupan mereka tanpa terkecuali. Kebaikan umat dakwah ini diperkuat oleh Rasulullah saw dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Tirmidzi bahwa Rasulullah saw bersabda tentang ayat 110 dari surat Ali Imran: “Kamu melengkapi tujuh puluh umat, kamulah yang paling baik dan paling mulia di sisi Allah“.
Tentu, kesadaran memahami ayat di atas secara seksama akan menumbuhkan semangat dan motivasi dakwah di kalangan umat terbaik ini.
Yang menarik dari susunan kalimat ayat di atas bahwa penyebutan amar ma’ruf dan nahi munkar (menyuruh kepada yang baik dan mencegah dari yang munkar) yang merupakan esensi dakwah didahulukan daripada penyebutan iman kepada Allah, padahal iman kepada Allah merupakan derajat tertinggi dan lebih dahulu keberadaannya.
(Baca juga: Memaafkan)
Bahkan amar ma’ruf dan nahi munkar sendiri merupakan konsekuensi iman kepada Allah. Ini menunjukkan betapa pentingnya aktivitas amar ma’ruf dan nahi munkar, sekaligus merupakan perintah agar umat ini siap mencurahkan segala potensi dan kemampuannya untuk mewujudkan kebaikan dan mencegah timbulnya kejahatan bagi umat manusia.
Mengingat urgennya amar ma’ruf nahi munkar, Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk melakukannya di ayat yang lain dengan balasan mereka akan menjadi umat yang senantiasa meraih keberuntungan dan kemenangan (Al-Falah.
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung“. (QS. Ali Imran: 104).
Sebagai perintah Allah, sudah barang tentu jika dilaksanakan akan menyebabkan lahirnya berbagai macam kebaikan baik di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya jika perintah ditinggalkan dan diabaikan akan menyebabkan timbulnya keburukan baik di dunia maupun di akhirat seperti yang menjadi kaidah sahabat Abdullah bin Mas’ud dalam memahami ayat-ayat Allah SWT. *disadur dari buku Tafsir Da’awi
Sumber:
Telegram @atabikluthfi
by Syahrul syahrul | Apr 10, 2016 | Artikel, Ringkasan Taklim
Ringkasan Kajian Tadabbur Al Quran Surat Ash-Shaff Ayat 5 (bagian 1)
Penghalang Turunnya Hidayah (bagian 1)
Ahad, 27 Maret 2016
Pukul 18.00-19.30
Di Majelis Taklim Al Iman, Jl. Kebagusan Raya No.66, Jakarta Selatan (belakang Apotik Prima Farma)
Bersama:
Ustadz Fauzi Bahreisy
Surat Ash Shaff ayat 5
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ لِمَ تُؤْذُونَنِي وَقَدْ تَعْلَمُونَ أَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku! Mengapa kamu menyakitiku, padahal kamu sungguh mengetahui bahwa sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu?” Maka ketika mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.
Tadabbur Ayat 5
Ayat 5 berbicara tentang kisah Nabi Musa ketika diutus kepada kaumnya dan bagaimana respon dari mereka kepadanya, dan itu menjadi pelajaran bagi Nabi kita Muhammad ﷺ dan kepada kita semua selaku umatnya.
Umat yang sukses adalah umat yang bisa mengambil pelajaran dari pengalaman sebelumnya
Ketika Nabi Musa berbicara kepada kaumnya dengan kata-kata : “Wahai Kaumku! Mengapa kamu menyakitiku”, memberikan gambaran kepada kita bahwa Nabi Musa mendapatkan perlakuan buruk dari kaumnya.
Ayat ini menjadi pelipur lara bagi Rasulullah, karena pada fase Makkah Rasulullah. Juga mendapatkan perlakuan buruk dari kaumnya. Maka di sini Allah ﷻ memberikan pelajaran bahwa jika Nabi Muhammad disakiti oleh kaumnya maka demikian juga Rasul-Rasul terdahulu juga telah disakiti oleh kaumnya, maka bersabarlah.
Sudah menjadi sunnatullah bahwa siapa saja yang menempuh jalan dakwah maka akan banyak mendapatkan hambatan dan ujian. Jangankan kita selaku manusia biasa, Nabi dan Rasul saja yang memilki kedudukan yang tinggi disisi Allah ﷻ juga mendapat berbagai macam ujian dan cobaan, oleh karena itu tetaplah istbat, istiqamah dan tetaplah memiliki harapan dan tekad besar bahwa dibalik ujian dan cobaan yang kita alami di jalan dakwah, kita akan mendapatkan kemenangan dan kebahagian dari Allah ﷻ.
Sebuah ungkapan Ulama mengatakan: “Ibadah dengan berbagai kesulitan, sebentar kesulitannya akan hilang maka yang tersisa hanyalah pahala, sedangkan perbuatan dosa dengan berbagai kenikmatan, sebentar kenikmatannya akan hilang maka yang tersisa hanyalah dosa”
Nabi Musa adalah Nabi yang paling banyak kisahnya disebutkan di dalam Al-Qur’an karena banyak ibrah (pelajaran) yang dapat diambil dari kisah tersebut.
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya“. Mengingatkan Nabi kita Muhammad ﷺ
ketika ada salah satu sahabat mengeluh kepada beliau ﷺ di dalam sebuah persoalan, maka beliau berkata: “Sungguh Allah telah merahmati Musa, ketika dia disakiti lebih besar dari ini, dia tetap bersabar.”
Nabi Musa memanggil kaumnya dengan kata-kata “wahai kaumku” padahal kaumnya sudah melampaui batas, namun yang namanya dakwah tidak boleh dengan cara-cara kasar dan kata-kata yang tidak baik.
Demikian juga ketika Allah memerintahkan Nabi Musa untuk mendakwahkan fir’aun : “Pergilah kamu berdua kepada Fir‘aun, karena dia benar-benar telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.” (QS. Thaha : 43-44)
Dakwah tidak bisa masuk dengan cara yang kasar, akan tetapi haruslah dengan cara yang lembut yang dapat menembus hati. Allah berfirman yang artinya : ”Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia.” (QS. Fussilat : 34).
Tampilkan bahwa kita adalah seorang da’i dan orang yang memiliki ilmu pengetahuan, Allah berfirman yang artinya :
Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, “Salam,“ (QS. Al-Furqan : 63)
Kata-kata ”Wahai kaumku! Mengapa kamu menyakitiku”. menunjukkan bahwa Nabi Musa sangat banyak mendapatkan perlakuan buruk dari kaumnya, mereka menyakiti Nabi Musa dengan berbagai macam tuduhan-tuduhan buruk, yang tidak pantas disampaikan kepada seorang Nabi dan Rasul. Sebab mereka mengatakan bahwa Nabi Musa punya cacat/penyakit supak, namun Allah membersihkan Nabi Musa dengan tuduhan-tudahan yang mereka lontarkan dengan menampakkan bahwa Nabi Musa tidak seperti yang mereka tuduh. Allah ﷻ berfirman yang artinya :
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu seperti orang-orang yang menyakiti Musa, maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka lontarkan. Dan dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah“. (QS. Al-Ahzab : 69).
Kata-kata ”padahal kamu sungguh mengetahui bahwa sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu”, menggunakan kata-kata ”qod” sebagai tahqiq (pembenaran) bahwa sesungguhnya mereka benar-benar tahu bahwa Nabi Musa adalah utusan Allah untuk mereka, namun mereka mengingkarinya.
Inilah yang disampaikan oleh Allah di dalam Al-Qur’an surat Al-Fatihah ayat 7 yang sering kita ulang-ulang di dalam Shalat, agar tidak termasuk ke dalam dua golongan :
- Ghairil Maghdhuubi ’alaihim (golongan orang yang di murkai Allah), dikarenakan mereka tahu tetapi mereka mengingkari, inilah golongan orang-orang yahudi.
- Waladh-dhaalliin (golongan orang yang sesat), dikarenakan mereka tidak tahu tetapi tidak mau mencari tahu dan belajar, inilah golongan orang-orang Nashrani.
Diantara bentuk pengingkaran mereka kepada Nabi Musa adalah seperti yang telah disampaikan oleh Allah di dalam Al-Qur’an yang artinya :
“Mereka berkata, “Wahai Musa! Sampai kapan pun kami tidak akan memasukinya selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu pergilah engkau bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua. Biarlah kami tetap (menanti) di sini saja.” (QS. Al-Maidah : 24)
“Dan (ingatlah) ketika kamu berkata, “Wahai Musa! Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan jelas,” maka halilintar menyambarmu, sedang kamu menyaksikan. (QS. Al-Baqarah : 55).
Allah menyampaikan kisah Nabi Musa ini agar kita umat Islam tidak mencontoh mereka yang menyakiti Nabi mereka.
Ketika turun ayat ini kita melihat bagaimana respon para Sahabat dan kesetian mereka kepada Rasulullah ﷺ Mereka mencintainya, mengikutinya, ta’at kepadanya, sampai kepada hal-hal yang terkecil yang kita anggap remeh sekalipun. Jauh bedanya antara keta’atan umat Nabi Muhammad ﷺ dengan umat-umat yang lain, kaum Nabi Muhammad selalu siap berjuang bersama beliau.
”Maka ketika mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka”.
Allah memberikan balasan yang sama sesuai perbuatan mereka. Maka jangan salahkan Allah jika Allah memalingkan hati mereka dari kebenaran, karena kesalahannya ada pada diri mereka sendiri yang suka melakukan perbuatan dosa dan penyimpangan. Allah ﷻ berfirman yang artinya :
“Dalam hati mereka ada penyakit lalu Allah menambah penyakitnya itu; dan mereka mendapat azab yang pedih, karena mereka berdusta“. (QS. Al-Baqarah : 10).
”Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik”.
Makna hidayah di sini adalah Hidayah At-Taufiq. Karena hidayah terbagi dua :
- Hidayah Al-Irsyad : bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk.
- Hidayat At-Taufiq : kemampuan untuk melaksanakan apa yang diketahui.
Sedangkan kaum Nabi Musa tidak mendapatkan hidayah at-taufiq.
***
Majelis Taklim Al Iman
Tiap Ahad. Pukul 18.00-19.30
Kebagusan, Jakarta Selatan.
Jadwal Pengajian:
● Tadabbur Al Qur’an tiap pekan 2 dan 4 bersama Ust. Fauzi Bahreisy
● Kitab Riyadhus Shalihin tiap pekan 3 bersama Ust. Rasyid Bakhabzy, Lc
● Kontemporer tiap pekan 1 bersama ustadz dengan berbagai disiplin keilmuwan.
Kunjungi AlimanCenter.com untuk mendapatkan info, ringkasan materi dan download gratis audio/video kajian setiap pekannya.
Join Telegram: @AlimanCenterCom
•••
Salurkan donasi terbaik Anda untuk mendukung program dakwah Majelis Ta’lim Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!