0878 8077 4762 [email protected]

Hukum Menuduh Orang Berzina Dalam Islam

Sering kita mendengar diantara sesama muslim saling hina menghina, caci-mencaci bahkan saling tuduh-menuduh. Terlebih mereka yang menuduh sesama Muslim berbuat zina tanpa ada saksi dan bukti nyata.
Menuduh hanya untuk menjatuhkan dan menebar fitnah. Tahukah bahwa menuduh orang berbuat zina itu termasuk dosa besar dan mewajibkan hukuman dera.
Orang merdeka didera 80 kali dan hamba (budak) 40 kali dera, dengan beberapa syarat yang akan dibahas berikut ini.
Allah SWT. berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 4 : “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.”
Yang dimaksud wanita-wanita baik ialah wanita yang suci, yang taat kepada Allah, dan wanita-wanita shalihah.
Adapun dalil hukuman terhadap hamba (budak) 40 kali dera terdapat dalam qur’an surat An-Nisa ayat 25.
Syarat tuduhan yang mewajibkan dera 40 kali yaitu:

  1. Orang yang menuduh itu sudah baligh, berakal dan bukan orang tua atau nenek dan seterusnya dari yang dituduh.
  2. Orang yang dituduh adalah orang Islam, sudah baligh, berakal, merdeka, dan terpelihara (orang-orang baik).

Gugurnya Hukum Dera
Hukum tuduhan dari yang menuduh akan gugur melalui tiga jalan berikut ini:

  1. Terdapat empat orang saksi, yang dapat menerangkan bahwa yang tertuduh itu benar-benar berzina.
  2. Dimaafkan oleh yang tertuduh.
  3. Orang yang menuduh istrinya berzina dapat terlepas dari hukuman dengan jalan Li’an.

Dalil tentang mengemukakan empat orang saksi, dia terlepas dari hukuman terdapat dalam surat yang telah disebutkan diatas.
Adapun dalil yang kedua, karena hukuman itu adalah hak yang tertuduh, maka dia berhak mengambilnya dan menghilangkannya dengan memberi maaf.
Sedangkan jika suami yang menuduh istrinya berzina, boleh gugur hukum deranya dengan jalan li’an.
Dalam Q.S. An Nur ayat 6 : “Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar.
Kemudian dalam Q.S. An Nur ayat 7 : “Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta.
Jadi, hati-hati jangan asal menuduh orang baik-baik berzina. Apalagi yang dituduh seorang wanita yang terjaga kesuciannya. Karena hal itu merupakan perbuatan yang termasuk kedalam dosa besar. Naudzubillahi min dzalik. Semoga kita terhindar dari sikap buruk tersebut.
 
Sumber : CatatanMuslimah

Apakah Isteri yang Berzina Harus Berterus Terang

Assalamu’alaikum. Ustad, saya ada pertanyaan. Saya memiliki saudara. Hari ini dia bercerita kepada saya tentang kesalahan yang pernah diperbuat. Dia seorang istri sudah menikah. 2 tahun yang lalu rumah tangganya mulai penuh dengan ujian, keadaan ekonomi yang sangat sulit, bahkan suami sempat tidak bekerja. Selama 3 tahun hanya mengandalkan penghasilan istri. Penghasilan pun tidak seberapa. Di mulai dari sana suasana rumah tangga mulai tidak harmonis. Bahkan terakhir diketahui suami selingkuh dengan beberapa wanita. Pada saat itu pula ada seorang laki-laki yang selalu memberikan perhatian pada saudara perempuan saya. Perhatian baik dalam segala hal, ekonomi, kasih sayang, sehingga munculah rasa cinta di antara keduanya. Sampai hal yg paling disesali terjadilah perzinahan. Ketika itu rumah tangga semakin jauh dari kata harmonis, karena di antara suami istri sama-sama saling selingkuh, sampai akhir cerita suaminya mengetahui perselingkuhan tersebut. Terjadilah pertengkaran yang luar biasa, yang akhirnya saling menyalahkan, tetapi dapat diredam ketika saudara perempuan saya bilang bahwa perselingkuhannya hanya sebatas perkenalan saja tidak lebih, merekapun saling memaafkan. Tapi saat ini yang menjadi ganjalan dalam hati saudara saya yaitu dia tidak mengaku perbuatan zina yang pernah dilakukan. Saat ini itu bagaikan beban & dosa besar yang sangat menghantui hari-hari saudara saya. Dia bertanya apakah harus saat ini jujur kepada suaminya, sedngkan saat ini rumah tangganya sudah mulai harmonis bahkan suaminya pun sangat berubah dan sangat perhatian? Saudara saya takut mengakui itu karena watak suaminya yang keras. Saya hanya memberi saran saudara saya untuk benar-benar bertaubat & memohon ampunan Allah. Tetapi tetap dosa itu terus menghantui hari-harinya, dikarenakan suaminya saat ini sangat perhatian & sayang kepadanya, mohon bimbinganya, apa yang harus dilakukan? Apakah harus jujur pada suami? atau biarkan saja itu menjadi rahasia. Terimakasih, Walaikum’salam
 
Jawaban
Assalamu alaikum wr.wb. Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbih ajmain. Amma ba’du:
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa zina merupakan dosa besar yang bisa mendatangkan murka Allah Swt. Selain itu, ia juga mendatangkan dampak yang sangat buruk baik bagi individu, keluarga, maupun masyarakat.
Allah berfirman, “Janganlah kalian mendekati zina karena ia merupakan dosa dan jalan yang menyimpang.” (QS al-Isra: 32).
Karena itu, bagi mereka yang telah melakukan zina, baik suami maupun isteri, hendaknya bertobat kepada Allah dengan tobat nasuha. Mereka harus menyesali perbuatannya itu, menjauhinya, serta bertekad untuk tidak mengulangi. Lalu menguatkan iman, dan memperbanyak amal salih sebagai ganti dari dosa yang telah dilakukan (QS al-Furqan: 68-70).
Apakah masing-masing harus memberitahukan zina yang telah dilakukan kepada pasangannya?
Tidak harus. Bahkan hendaknya ia menutupi. Sebab apa yang sudah ditutupi oleh Allah hendaknya tidak diungkap dan diumbar. Apalagi hal itu terkait dengan aib yang bila diketahui oleh pasangan atau oleh suami akan menimbulkan bahaya besar.
Nabi saw bersabda, “Jauhilah kotoran (maksiat zina) yang Allah larang ini. Siapa yang melakukan hendaknya dia menutupinya dengan tutup Allah dan bertaubatlah kepada Allah.” (HR al-Hakim).
Jadi yang harus dilakukan adalah mensyukuri karunia Allah yang telah menutupi aib di mana ia merupakan kesempatan dari Allah untuk bertobat, membersihkan diri, dan tidak mengulangi; bukan justru dimanfaatkan untuk melakukan hal sama di masa mendatang.
Setelah itu, hendaknya suami dan isteri sama-sama mendekatkan diri kepada Allah dengan menunjukkan ketakwaan. Siapa yang berusaha untuk bertakwa kepada Allah, pasti Allah beri jalan keluar dan rezeki yang tak disangka-sangka (QS ath-Thalaq:2) serta akan diberi kelapangan dalam hidup (QS ath-Thalaq: 4).
Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb. 
Ustadz Fauzi Bahreisy
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini

Menikahi Wanita yang Sudah Tidak Suci

Assalamualaikum ustadz.. Saya punya pacar lebih tua 3 tahun dari saya. Saya mencintainya dengan tulus ikhlas meskipun dia tak suci lagi. Dia telah bertobat kepada Allah atas dosa” yang telah dia lakukan. Saya ingin kami ke jenjang yang lebih serius tapi orang tua saya tidak merestui hubungan kami karena sebuah alasan dia tak suci lagi. Sedangkan saya tidak mempermasalahkan semua itu. Jadi apa yg harus kami lakukan? Apakah kami akhiri ataukah kami lanjutkan ke jenjang lebih serius (pernikahan)? Mohon sekiranya untuk bisa memberi jalan keluar ustadz. Terima kasih.. Wassalamualaikum wr. wb.
 
Jawaban
Assalamu alaikum wr.wb. Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbih ajmain. Amma ba’du:
Sebelum menjawab pertanyaan Anda perlu dipertegas terlebih dahulu bahwa zina termasuk dosa besar yang sangat dimurkai oleh Allah. Orang yang berzina telah merusak kehormatan dan kesucian yang Allah berikan padanya. Namun demikian bukan berarti pintu tobat tertutup baginya. Allah tetap membuka pintu tobat bagi siapapun yang ingin memperbaiki masa lalunya yang kelam.
Syaratnya, ia harus menjauhi dosa tersebut, menyesalinya, serta bertekad untuk tidak mengulangi. Itu semua harus dilakukan dengan jujur dan tulus disertai usaha dan doa kepada Allah Swt.
Jika seseorang telah melakukan tobat nasuha, maka kondisinya kembali seperti orang yang tidak pernah melakukan dosa sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi saw.
Lalu terkait dengan hukum menikahi wanita yang “tidak suci” namun telah bertobat, para ulama berbeda pendapat:
Kalangan Maliki dan Hambali berpendapat bahwa wanita tersebut tidak boleh dinikahi sebelum melahirkan.
Sementara kalangan Syafii dan Hanafi berpendapat bahwa boleh hukumnya dinikahi, lantaran tidak berakibat pada kerancuan nasab si anak (nasabnya kepada sang ibu).
Hanya saja, menurut kalangan Hanafi, kalau wanita tersebut hamil oleh orang lain; bukan oleh calon suaminya, maka tidak boleh digauli sampai melahirkan.
Adapun kalangan Syafii membolehkan untuk digauli meski belum melahirkan.
Dengan demikian, kalau Anda ingin menikahinya, lihatlah terlebih dahulu apakah wanita benar-benar telah bertobat. Hal itu bisa dilihat dari sikap dan perilakunya.
Jika ia benar-benar telah bertobat, maka boleh menikahinya dengan cara seperti yang disebutkan oleh para ulama di atas. Bahkan dalam kondisi tertentu bisa mendatangkan pahala besar jika diniatkan untuk menolong dan membantunya dalam memperbaiki diri.
Akan tetapi, tentu saja restu dan ijin dari orang tua harus diperhatikan dan tidak boleh diabaikan. Kalau Anda berhasil meyakinkan mereka sehingga mereka memberikan restu dan doa, insya Allah hal itu akan menjadi pengantar kebahagiaan Anda dalam berumah tangga.
Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum.
Ustadz Fauzi Bahreisy
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini

Membicarakan Hubungan Intim

Assalamuallaikum, wr.wb. Saya ingin bertanya tentang hukum-hukum perzinahan. Apakah obrolan yang menyinggung hubungan intim juga termasuk perzinahan? Mohon dijawab, terima kasih. Wassalamuallaikum. Wr.wb.
 
Jawaban
Assalamu alaikum wr.wb.
Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbihi. Amma ba’du:
Kalau obrolan tersebut antara suami dan isteri serta tidak didengar oleh orang lain, maka tidak apa-apa.
Namun jika obrolan tersebut dilakukan bukan antar suami isteri, dan dilakukan bukan dalam kondisi darurat (misalnya untuk pengobatan atau konsultasi kesehatan), maka hukumnya menjadi dosa dan termasuk zina.
Rasul saw bersabda, “Zina mata adalah dengan melihat. Zina telinga adalah dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan ucapan. Zina tangan adalah dengan memegang. Zina kaki dengan melangkah. Sementara kalbu menginginkan dan mengharapkan. Lalu hal itu dibenarkan atau didustakan oleh kemaluan.” (HR Muslim)
Jadi sekedar membicarakan hal yang menjurus kepada hubungan intim dan sejenisnya sudah termasuk zina. Hanya saja, zina tersebut bukan zina hakiki (jima) yang menyebabkan pelakunya dalam syariat mendapat hukuman cambuk atau rajam. Ia adalah hal-hal yang mengantar pada zina hakiki dan karenanya dilarang.
Orang yang melakukan zina tersebut harus segera bertobat dengan tobat nasuha seraya memohon taufik dan petunjuk dari Allah Swt agar terhindar dari perbuatan haram di atas.
Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb. 
Ustadz Fauzi Bahreisy
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini

Bercampur Setelah Sepuluh Tahun Berpisah

Assalamu’alaikum. Mohon petunjuk, saya pernah bercerai dengan istri. Dan saya pun sudah menikah lagi. Tapi selama 10 tahun cerai istri pertama saya tidak menikah. Tiga tahun akhir ini saya sering silaturahmi ke rumah mantan dan terjadi hubungan bercampur lagi. Apakah boleh lagi bercampur?
 
Jawaban
Assalamu alaikum wr.wb. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbihi. Amma ba’du:
Untuk menjawab pertanyaan di atas terdapat sejumlah hal yang harus diketahui:
Jika Anda telah bercerai dengan isteri Anda dengan talak tiga, maka cerai tersebut membuat Anda tidak bisa lagi menikahi isteri Anda, sebelum dia menikah dengan orang lain dan kemudian bercerai (tapi bukan hasil rekayasa).
Namun jika baru talak satu atau talak dua, peluang untuk kembali rujuk dengan isteri Anda terbuka tanpa mengharuskannya menikah lagi.
Tetapi untuk itu ada ketentuan. Yaitu jika rujuk yang ingin Anda lakukan tidak lebih dari tiga kali masa suci isteri (sekitar 3 bulan) dari waktu cerai, maka rujuk Anda tidak perlu dengan nikah ulang.
Apabila jika sudah lebih dari tiga kali masa suci, apalagi sampai sepuluh tahun, maka rujuknya harus dengan nikah ulang.
Dengan demikian Anda tidak bisa langsung bercampur dengan mantan isteri Anda sebelum nikah ulang. Itu kalau yang Anda jatuhkan masih talak satu atau dua.
Sementara jika talak tiga, Anda tidak boleh rujuk dan kembali sebelum ia menikah dengan pria lain.
Sehingga bercampurnya Anda dengan mantan isteri sebelum ada rujuk dan nikah ulang termasuk dalam kategori zina.
Karena itu Anda berdua harus bertobat dengan tobat nasuha. Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita semua. Amin
Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb.
Ustadz Fauzi Bahreisy
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini