Oleh: Fauzi Bahreisy
Allah berfirman, “Katakan (wahai Muhammad), jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian…” (QS al-Baqarah: 31).
Itulah diantara tanda iman adalah cinta kepada Allah. Bahkan kecintaan orang beriman kepada Allah mengalahkan cintanya kepada yang lain. Cintanya kepada Allah mengalahkan cintanya kepada anak, orang tua, kerabat, harta dan segalanya.
Allah berfirman, “Orang-orang beriman, sangat besar cintanya kepada Allah.” (QS al-Baqarah: 165).
Hal ini karena orang beriman sadar bahwa Allah-lah yang menciptakannya, yang memberikan semua kebutuhannya, yang memberikan indera dan perasaan cinta padanya, yang menghadirkan orang-orang yang ia cinta, yang menuntun jalannya, hingga mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Lalu bagaimana perasaan cinta itu terwujud secara benar? Bagaimana cara mengaplikasikan rasa cinta sebagai wujud dari keimanan? Dengan kata lain, apa tanda iman dan cinta yang hakiki?
Menurut para ulama, ayat di atas merupakan standar untuk membedakan antara orang yang benar-benar cinta kepada Allah dan orang yang hanya sekedar mengaku cinta.
Orang yang benar-benar mencintai Allah adalah yang mau mengikuti ajaran dan keteladanan yang dihadirkan oleh Nabi SAW. Sementara, yang tidak mengikuti atau tidak mau mengikuti beliau, maka pengakuan iman dan cintanya tidak bisa diterima.
Dengan demikian, jika ada orang yang mengaku beriman tetapi tidak mau melaksanakan ibadah shalat, tidak mau berpuasa, tidak mau membayar zakat, dan tidak mau melaksanakan berbagai ajaran Nabi SAW, dengan alasan yang penting memiliki akhlak baik, maka ini bertentangan dengan bunyi ayat di atas. Sebab, Rasul SAW adalah orang yang paling hebat ibadahnya.
Jika ada orang yang mengaku beriman akan tetapi tidak menunjukkan akhlak mulia, pembicaraannya kasar, ungkapannya penuh dengan fitnah dan caci maki, sering menipu dan berbohong, maka ini bertentangan dengan bunyi ayat di atas, sebab Rasul SAW adalah orang yang berakhlak mulia.
Jika ada orang yang mengaku beriman, akan tetapi malas beribadah dan akhlaknya kurang baik, dengan alasan yang penting hatinya bersih dan mulia, ini juga bertentangan dengan ayat diatas. Pasalnya Rasul SAW adalah orang yang berhati bersih sekaligus banyak beribadah dan berperangai terpuji.
Jadi ayas diatas merupakan standar untuk mengukur sejauh mana kualitas keimanan dan cinta kita kepada Allah SWT. Mukmin sejati adalah yang memerhatikan ibadah, akhlak, dan kebersihan hati. Inilah yang terpancar dari pribadi Nabi SAW.
Selanjutnya manakala seseorang berusaha dengan sungguh-sungguh menyelaraskan hidupnya dengan apa yang telah dicontohkan dan diajarkan oleh Nabi SAW, seperti bunyi ayat di atas, ia akan mendapatkan cinta Allah SWT; sebuah kedudukan mulia yang hanya diberikan kepada orang-orang istimewa. Disamping itu, secara otomatis ia juga akan mendapatkan jaminan untuk masuk ke dalam surga-Nya.
Rasul SAW bersabda, “Seluruh umatku akan masuk surga kecuali yang tidak mau?” “Ya Rasulullah, ada yang tidak mau?” tanya sahabat. Beliau menjawab, “Yang mengikuti akan masuk surga. Sementara yang tidak mengikutiku, berarti ia tidak mau (masuk surga).”
Wallahu a’lam.
Artikel Utama Buletin Al Iman.
Edisi 360 – 12 Februari 2016. Tahun ke-8
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.
Hubungi 0897.904.6692
Email: redaksi.alimancenter@gmail.com
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman: BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!