Assalamu’alaikum.
Saya Dewi 20 tahun. Saya mau tanya, saya mau menikah. Tapi calon suami saya bisa di bilang orang tidak mampu. Begitupun juga saya. Dia sudah niat menikahi saya. Dia usaha sampai berhutang buat menikahi saya. Yang ingin saya tanyakan bagaimana hal itu dalam pandangan islam? Yang saya takutkan awal kami mau menikah sudah berhutang. Takutnya penikahannya nanti jadi nya buruk. Katanya sebaik-baik pernikahan itu pernikahan yg paling mudah. Mohon di jawab ya, saya perlu sekali jawaban nya, terima kasih banyak.
Wasalamualaikum wr.wb
Jawaban
Assalamu alaikum wr.wb.
Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbihi. Amma ba’du:
Terkait dengan orang yang ingin menikah namun kondisinya secara materi tidak mampu, maka para ulama berbeda pendapat.
Pendapat pertama menyebutkan bahwa orang yang tergolong fakir boleh menikah dan hendaknya dibantu untuk dinikahkan. Alasannya Rasul saw pernah menikahkan sahabat dengan mahar hafalan Alquran karena ia tidak memiliki harta. Alasan lainnya karena Allah befirman, “Jika mereka fakir, Allah akan memberikan kecukupan kepada mereka.” (QS an-Nur: 32).
Menurut Ibn Abbas ra, ayat ini merupakan perintah Allah untuk menikah serta memerintahkan para wali untuk menikahkan orang merdeka dan budak mereka dengan menjanjikan kecukupan di dalamnya.” Bahkan berdasarkan ayat tersebut Ibn Mas’ud ra berkata, “Carilah kecukupan (kekayaan) dengan lewat cara menikah!.”
Di samping itu Nabi saw bersabda, “Ada tiga orang yang Allah jamin akan dibantu. Di antaranya orang menikah yang ingin menjaga kehormatan.” (HR an-Nasai).
Pendapat kedua bahwa orang fakir yang tidak mampu menikah, hendaknya tidak memaksakan diri untuk menikah. Pasalnya Nabi saw bersabda, “Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang mampu atas ba’ah, hendaknya ia menikah…”
Menurut pendapat yang kuat maksud dari ba’ah di sini adalah mahar dan nafkah keluarga. Sebab, sesudahnya Nabi saw menegaskan bahwa yang tidak mampu hendaknya berpuasa. Jadi yang ingin menikah namun tidak mampu hendaknya berpuasa sebab puasa lebih bisa mengendalikan dan menjaga kehormatan.
Selain itu, Rasul saw pernah tidak memberikan rekomendasi kepada Fatimah untuk menikah dengan orang yang ingin meminangnya dengan alasan, “Orang itu miskin tidak punya harta.” Jadi ternyata kemampuan memberi nafkah juga menjadi pertimbangan.
Dengan melihat pada kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa idealnya seseorang yang hendak menikah memiliki kemampuan untuk memberikan nafkah keluarga yang memang menjadi kewajibannya. Namun jika tidak mampu hendaknya bersabar dengan terus berusaha seraya berpuasa dan berdoa.
Akan tetapi, jika ia sangat mengkhawatirkan kondisi dirinya yang tidak mampu mengendalikan gejolak nafsu dan khawatir jatuh kepada yang haram, maka dalam kondisi demikian ia boleh menikah dengan meminta bantuan dari orang atau lembaga tertentu, atau bisa pula dengan berhutang.
Dengan harapan bahwa pernikahannya yang didasari oleh niat baik itu akan membuka pintu-pintu rezeki dari Allah Swt. Sebab Allah befirman, “Siapa yang bertakwa kepada Allah, Allah akan beri jalan keluar padanya dan Allah beri rezeki dari tempat yang tak terduga.” Juga “Siapa yang bertakwa kepada Allah, Allah mudahkan urusannya.” (QS ath-Thalaq 3 dan 4).
Hanya saja itu dengan catatan bahwa isteri mengetahui dan ridha dengan kondisi suaminya serta siap bersabar menghadapi berbagai kondisi yang ada pasca pernikahan mereka.
Wallahu a’lam.
Wassalamu alaikum wr.wb.
Ustadz Fauzi Bahreisy
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini