by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | May 18, 2016 | Artikel, Tausiyah Iman
Tausiyah Iman – 9 Mei 2016
“Seandainya ada seekor baghal terjatuh di Irak, sungguh aku akan ditanya (di hari Kiamat) tentangnya, ‘Kenapa engkau tidak perbaiki jalan untuknya wahai ‘Umar?” Ujar Umar bin Khattab ra.
Itulah sosok pemimpin sejati yang merasa bertanggung jawab atas kondisi negeri yang dipimpinnya.
Ustadz Fauzi Bahreisy
(Baca juga: Tanda Buruknya Sifat)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
by Fahmi Bahreisy Lc fahmibahreisy | May 17, 2016 | Artikel, Tausiyah Iman
Tausiyah Iman – 8 Mei 2016
Diantara tanda buruknya sifat seseorang ialah mudahnya ia mengoreksi orang lain namun, tak pandai mengoreksi diri sendiri.
Semakin ia sibuk dengan kekurangan orang lain, semakin ia buta terhadap cela yang ada pada dirinya sendiri. Dan semakin ia buta dan lalai terhadap aib dirinya sendiri, semakin ia terjerumus ke dalam kebinasaan.
Al Jahidz berkata, “Jika engkau perhatikan kondisi manusia, maka engkau akan mendapati bahwa orang yang paling banyak aibnya, ialah orang yang paling sering menyebutkan kesalahan (aib) orang lain.”
Ustadz Fahmi Bahreisy, Lc
(Baca juga: Hakikat Iman)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
by Farid Numan Hasan faridnuman | May 17, 2016 | Adab dan Akhlak, Artikel
Oleh: Farid Nu’man Hasan
5. Memakai Minyak Rambut Bagi Laki-Laki
Dari Salman Al Farisi Radhiallahu ‘Anhu, katanya: Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الجُمُعَةِ، وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ، وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ، أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ، ثُمَّ يَخْرُجُ فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ، ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ، ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الإِمَامُ، إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الجُمُعَةِ الأُخْرَى
“Tidaklah seorang laki-laki mandi pada hari Jumat, dia bersuci sebersih bersihnya, dia memakai minyak rambut, atau memakai minyak wangi yang ada di rumahnya, lalu dia keluar menuju masjid tanpa membelah barisan di antara dua orang, kemudian dia shalat sebagaimana dia diperintahkan, lalu dia diam ketika imam berkhutbah, melainkan akan diampuni sejauh hari itu dan Jumat yang lainnya“. [1]
Banyak riwayat yang menceritakan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meminyaki rambutnya, bahkan janggutnya. Rabi’ah bin Abdurrahman Radhiallahu ‘Anhu bercerita:
فَرَأَيْتُ شَعَرًا مِنْ شَعَرِهِ، فَإِذَا هُوَ أَحْمَرُ فَسَأَلْتُ فَقِيلَ احْمَرَّ مِنَ الطِّيبِ
“Aku melihat rambut di antara rambut-rambut Nabi, jika warnanya menjadi merah aku bertanya maka dijawab: merah karena minyak wangi”. [2]
Jabir bin Samurah Radhiallahu ‘Anhu bercerita:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ شَمِطَ مُقَدَّمُ رَأْسِهِ وَلِحْيَتِهِ، وَكَانَ إِذَا ادَّهَنَ لَمْ يَتَبَيَّنْ، وَإِذَا شَعِثَ رَأْسُهُ تَبَيَّنَ، وَكَانَ كَثِيرَ شَعْرِ اللِّحْيَةِ
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mulai memutih rambut bagian depan kepalanya dan jenggotnya, jika dia melumasi dengan minyak ubannya tidak terlihat jelas, jika sudah mengering rambutnya ubannya terlihat, dan Beliau memiliki jenggot yang lebat”. [3]
[Baca juga: Adab Terhadap Rambut (bagian 4)]
Simak bercerita, bahwa Jabir bin Samurah ditanya tentang uban Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam :
كَانَ إِذَا ادَّهَنَ رَأْسَهُ لَمْ يُرَ مِنْهُ، وَإِذَا لَمْ يُدَّهَنْ رُئِيَ مِنْهُ
“Dahulu jika Beliau melumasi dengan minyak, ubannya tidak terlihat, dan jika tidak memakai minyak ubannya terlihat”. [4]
Bahkan saking banyaknya minyak rambut nabi sampai membasahi pakaiannya (penutup kepalanya), namun riwayat tersebut dhaif.
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ دَهْنَ رَأْسِهِ، وَتَسْرِيحَ لِحْيَتَهُ، وَيُكْثِرُ الْقِنَاعَ كَأَنَّ ثَوْبَهُ ثَوْبُ زَيَّاتٍ
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam banyak meminyaki rambutnya, menyisir jenggotnya, dan memanjangkan kain penutup kepalanya. Penutup kepalanya begitu berminyak seakan penutup kepalanya tukang minyak”. [5]
Maka, anjuran memakai minyak rambut merupakan sunah, baik secara fi’iliyah dan qauliyah dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Wallahu A’lam.
*bersambung
[1] HR. Bukhari No. 883
[2] HR. Bukhari No. 3547
[3] HR. Muslim No. 2344
[4] HR. Muslim No. 2344, An Nasa’i No. 5114
[5] HR. At Tirmidzi, Asy Syamail No. 26, Al Baghawi, Syarhus Sunnah No. 3164. Al Mizzi dalam Tuhfatul Asyraf, No. 1679. Didhaifkan oleh Syaikh Al Albani dalam Mukhtashar Asy Syamail No. 26
by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | May 16, 2016 | Artikel, Tausiyah Iman
Iman bukan hanya klaim dan pengakuan.
Iman adalah keyakinan yang disertai dengan amal perbuatan (Hasan al-Bashri).
Karena itu, iman harus tampak pada cinta, loyalitas, ibadah, sikap, akhlak, muamalah, pembelaan, perjuangan dan seluruh sisi kehidupan.
Jika tidak, iman hanya ada pada selembar KTP atau pada gerakan shalat yang tanpa makna…
Ustadz Fauzi Bahreisy
(Baca juga: Pembelaan Terhadap Islam)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
by Lia Nurbaiti Lia Nurbaiti | May 15, 2016 | Artikel, Sirah Shahabiyah
Oleh: Lia Nurbaiti
Keberhasilan Islam membangun fondasi sebuah negara di tengah padang pasir yang dikelilingi oleh kekafiran dan kejahiliyahan merupakan pencapaian yang sangat monumental sejak geliat dakwah Islam dimulai.
Seluruh kaum muslimin dari setiap pelosok saling memanggil “Ayo, kita pergi ke Yastrib!”. Tetapi, hijrah bukan hanya sekedar menyelamatkan diri dari kekacauan dan penghinaan, melainkan juga kerja sama antara semua kaum muslimin untuk membangun sebuah masyarakat baru di tempat yang aman.
Hijrah di masa itu berarti pemaksaan terhadap orang yang aman di tengah keluarganya dan memiliki latar belakang keluarga yang kuat di tempat kelahirannya agar secara sukarela mengorbankan segala kepentingan dan harta kekayaannya, dengan hanya diperbolehkan membawa badannya saja. Di saat ia dipaksa meninggalkan segala yang dimilikinya, ia juga akan merasa terancam karena tidak ada yang menjamin diri dan hartanya akan selamat. Ia bisa saja mati diawal atau akhir perjalanannya.
Dia berjalan menuju masa depan yang tidak jelas dan tidak tahu sebesar apakah kepedihan dan kegetiran yang akan ditanggungnya.
Seandainya perjalanan itu dianggap sebuah petualangan, maka dia akan dikatakan, “petualang ceroboh”. Bagaimana dia memutuskan untuk melintasi jarak yang begitu jauh dengan membawa istri dan anak-anaknya? Bagaimana dia merasakan perjalanan itu dengan senang hati dan gembira?!
Jawaban dari semua itu adalah iman yang lebih daripada gunung! Tetapi iman kepada siapa? Tentunya adalah iman kepada Allah yang memiliki segala sesuatu di langit dan bumi. Dialah yang pantas dipuji di dunia dan di akhirat.
[Baca juga: Fatimah binti Asad: Wanita yang Mendidik Nabi Setelah Wafatnya Sang Kakek (bagian 3-Akhir)]
Kegetiran dan kepedihan hijrah hanya dapat ditanggung oleh orang-orang yang beriman saja. Sedangkan orang yang penakut, pengecut dan suka mengeluh tidak akan melakukannya sama sekali, karena termasuk orang-orang yang dinyatakan sifatnya oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an:
“Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka, ‘Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu’, niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka.” (QS. An-Nisa’ : 66).
Mengenal Lebih Jauh Perempuan yang Penuh Berkah Ini
Diantara orang-orang yang namanya terkait erat dengan peristiwa besar ini (hijrah) adalah seseorang yang penuh berkah, yaitu, Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyyah ra.
Tidak banyak orang yang mengenalnya di masa jahiliyah, karena memang dia bukanlah seorang tokoh yang terkenal. Ia hanyalah seorang wanita yang tinggal di pedalaman padang pasir yang serba sederhana. Ia hanya dikenal oleh lingkungan kemah dan sanak keluarganya yang ada di sekitarnya saja. Akan tetapi pada masa Islam, ia menjadi wanita yang sangat terkenal karena Nabi saw pernah menjadi tamunya ketika sedang dalam perjalanan hijrah yang penuh berkah ke kota Madinah.
Nama asli Ummu Ma’bad adalah ‘Atikah binti Khalid bin Munqidz. Ia adalah saudara wanita dari Khunais bin Khalid Al-Khuza’i Al-Ka’bi, seorang sahabat Rasulullah saw yang cukup terkemuka.
[Baca juga: Ummu Aiman: Sang Ibu Asuh Rasulullah (1)]
Khunais adalah seorang ksatria gagah berani yang terlibat dalam proses pembebasan kota Makkah. Saat itu, ia tergabung dengan rombongan pasukan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid ra. Dan terbunuh pada hari itu juga sebagai syahid. Semoga Allah meridhainya.
Kisahnya dalam Rentetan Perjalanan Hijrah Nabi Saw
Setelah tokoh-tokoh Quraisy membuat keputusan zalim untuk membunuh Nabi saw, Jibril as turun kepada Nabi saw untuk menyampaikan wahyu Allah SWT yang membongkar konspirasi jahat Quraisy sekaligus memberi izin kepada Rasulullah saw untuk meninggalkan Makkah dan menjelaskan waktu keberangkatannya. Jibril as berkata “Janganlah kamu tidur malam ini diatas kasurmu yang biasa engkau gunakan untuk tidur”.
Tepat di siang hari Rasulullah saw menemui Abu Bakar ra. Beliau berkata “Suruhlah orang-orang yang ada di dalam rumah agar keluar.” Abu Bakar ra. menjawab “Wahai Rasulullah, mereka adalah keluargamu juga. Rasulullah saw melanjutkan “Allah telah mengizinkanku untuk keluar (hijrah)”. *bersambung