0878 8077 4762 [email protected]

Riya

Sungguh menggiriskan, hadist tentang riya kepada orang pertama yang dipanggil dihadapan Allah kelak: Seorang Qari, Muhsin, dan Syahid.
Pada Qari’ ditunjukkan nikmat Allah padanya hingga ia memahami Al Qur’an dan Fikih dengan dahsyat lalu menjadi alim dan masyhur. ” Betul ya Rabbi, lalu aku berdakwah semata karena-Mu” ujarnya.
Allah berfirman, “Dusta kamu! Kamu hanya ingin digelari Alim!”
Pada si Kaya nan dermawan, Allah tampakkan betapa banyak karunia-Nya.  “Betul ya Rabbi, lalu aku tunaikan hartaku dijalan-Mu” ujarnya.
Allah berfirman, “Dusta kamu! Kamu hanya ingin digelari Dermawan!”
Pada mujahid yang syahid ditampakkan nikmat-Nya. “Betul ya Rabbi, aku berjihad meninggikan kalimat-Mu!
Kata Allah, “Dusta!  Dusta! Kamu hanya ingin digelari Pahlawan!”
“Semua puja puji manusia yang kalian harap dalam hati telah dilunaskan di dunia. Kau alim , kau dermawan, dan kau pahlawan. Tak ada bagian dari  balasan akhirat-Ku untuk kalian, ambillah tempat kalian di neraka.”
(Disarikan dari hadis riwayat Bukhari)
Riya mengarahkan niat amal shalih sekedar pada pandangan kagum, cerita masyhur, dan pujian manusia di dunia.
 
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah

Bangkrut di Akhirat

“Akan datang pada hari kiamat satu kaum membawa kebaikan sebesar gunung uhud, maka Allah jadikan ia bulu-bulu beterbangan.”
Para sahabat bertanya, “Apakah mereka itu muslim ya rasulullah?”
Jawab nabi, “Mereka muslim. Mereka shalat sebagaimana kalian shalat, mereka puasa sebagaimana kalian puasa, dan bahkan mereka menegakkan shalat malam. Akan tetapi jika bersunyi, mereka melanggar larangan Allah.”
(H.R. Ath Thabrani dan di Sahihkan Al Bani)
 
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah

Antara Harta dan Ilmu

Ilmu lebih agung dibandingkan harta. Pemilik ilmu lebih terhormat dan dibutuhkan semua insan, dari jelata hingga para raja. Harta hanya berguna dihadapan hajat fakir, miskin dan dhuafa.
Bagi pemilik harta alangkah banyak musuh yang jahat dan kawan tak tulus. Sementara pemilik ilmu akan banyak saudara dan sedikit lawannya.
Musuh musa yang berharta : Fir’aun, jatuh karena sombong mengaku tuhan. Kawan musa yang berilmu adalah khindzir, rendah hati dan menghayati penghambaan. Adam diciptakan lalu dibekali ilmu, bukan harta yang membuatnya unggul dihadapan para malaikat seperti dalam surah Al Baqarah ayat 31-34.
Rabb kita menurunkan wahyu pertama terkait ilmu wahyu pertama terkait ilmu dalam surah Al Alaq ayat 1-5. Allah memerintahkan Dia ditauhidkan dengan ilmu (surah Muhammad ayat 19), bukan dengan harta.
Dalam hadist riwayat Ath-Thabrani, “Terbagi hamba-hamba Allah itu menjadi empat golongan.”

  1. Golongan pertama, dikaruniai Allah ilmu dan harta. Maka dia bertakwa kepada Allah dan menafkahkan hartanya dijalan Allah.
  2. Golongan kedua, diberi Allah ilmu namun tak dilimpahi harta. Maka dia bertakwa kepada-Nya dan selalu berkata pada dirinya, ‘Andai dikarunia seperti hamba pertama, aku akan berbuat sebagaimana dia lakukan.’ Sesungguhnya pahala kedua orang ini sama.
  3. Hamba ketiga, diberi harta tanpa beroleh ilmu. Maka dia tak bertakwa kepada-Nya, berbuat sia-sia dan dosa.
  4. Hamba keempat, tidak berharta dan tidak berilmu. Maka dia bertakwa dan selalu berkata pada dirinya, ‘Andai aku diberi harta seperti hamba ketiga, aku juga akan melakukan hal sia dan kemaksiatan seperti dia.’ Dosa kedua orang ini sama.

Demikian sekelumit hari ini. Sungguh tak hendak membenci harta, tapi mari sedikit banyak mengalih bentuknya menjadi ilmu.

Antara Makanan dan Doa

Apa hubungan antara perbaikan makanan dengan mustajabnya doa? Tertolaknya doa boleh jadi sebab adanya hal haram yang tumbuh di tubuh.
Malam itu sang Nabi memandang Saad bin Abi Waqqash lalu bersabda, “Mintalah sesuatu padaku hai Saad, aku akan memintakannya kepada Allah untukmu.” Maka saad dengan santun menjawab, “Mintakanlah pada Allah ya Rasulullah, agar doaku mustajab!” Nabi tersenyum mendengar pintanya, lalu beliau bersabda, “Bantulah aku hai saad dengan memperbaiki makananmu.”
Suatu hari dihadapan para sahabat, Rasulullah saw membaca dua ayat, surah Al Mukminun ayat 51 dan surah Al Baqarah ayat 168 yang memerintahkan para Rasul hingga semua insan memakan rezeki Allah yang halal lagi baik.
Beliau saw kemudian bercerita tentang seorang musafir di padang pasir yang berpuasa, yang bekalnya dicuri kawan, dan yang tersesat dalam perjalanan; lalu dia mengangkat tangannya ke langit untuk berdoa, “Ya Rabb! Ya, Rabb!”
Tetapi bagaimana mungkin akan dikabulkan ujar Nabi mengomentari, “sementara yang dimakannya haram, yang dikenakannya pun haram.”
Padahal orang yang disebut dalam kisah memiliki 4 keutamaan yang menjamin doanya terkabul: musafir, puasa, dizalimi, mengangkat tangan. Tetapi perkara haram yang nelekati tubuh, telah menghalangi sampainya doa ke sisi Allah swt. Sungguh Allah thayyib, Dia tidak menerima kecuali yang thayyib (halal, suci, dan baik)
 
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah

Adab Bicara

Banyak membicarakan hal tak berguna adalah isyarat kelak kita kan direpotkan hal-hal tak bermakna. Keterkejutan kelak bagi hamba yang ceroboh bicara. Sebab kata yang dia anggap biasa, bisa saja menelungkupkan dirinya sendiri ke neraka. Panjangnya bicara hanya meletihkan penyimaknya.
Payah yang sangat mencabik jiwa adalah ketika banyak bicara tentang-Nya, tapi sedikit bicara dengan-Nya. Lelah yang amat terasa adalah ketika terlalu banyak membicarakan kebaikan, tapi sedikit diri kita memperbuatnya.
Yang kasar kata, harus mewaspadai keringnya hati. Yang lembut bicara, harus hati-hati atas melembeknya iman sejati. Benar pepatah : “Lihatlah apa yang dikatakan! Bukan lihat siapa yang bicara.” Tetapi kita harus mengupayakan kelayakan diri untuk didengar. Dia yang bicara membanggakan dirinya itu mungkin admirable. Dia yang bicara memuliakan sesama itu pasti lovable.
 
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah