by M. Lili Nur Aulia mlilinuraulia | Jul 20, 2016 | Artikel, Dakwah
Dalam bekerja, belajar atau dijalan, ada hal yang tak mungkin dihindari dan berdampak buruk bagi hati adalah berinteraksi dengan manusia lain. Rasulullah SAW bersabda :
“Orang yang berinteraksi dengan manusia dan bersabar atas perilaku buruk mereka, lebih baik daripada seseorang yang tidak berinteraksi dengan manusia dan tidak pula bersabar dengan perilaku buruk mereka”
“Barangsiapa yang mengajak kepada pe-tunjuk, maka ia mendapat pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tidak dikurangi dari pahalanya sedikitpun” (HR. Muslim)
Bila ada orang yang berkata kepada kita, “Lihat sinetron tidak kemarin?” Jawablah, “Sudah membaca Al-Qur’an kemarin”?
Ada dua kemungkinan bila kita menyampaikan hal ini kepada orang itu.
Pertama, ia akan tersadar dan mencoba untuk mengikuti kita, atau ia akan membenci kita karena tidak suka dengan jawaban yang diberikan. Ini seperti kata pepatah:
“Dari pada menghabiskan waktu untuk mengumpulkan kertas yang beterbangan tertiup angin, tutup saja jendelanya”.
Saudaraku, dalam perjalanan menuju Allah, kita akan menemui golongan yang lemah cita-citanya dan disisi lain ada golongan yang tinggi cita-citanya. Hendaknya kita bisa banyak bergaul dan bersama golongan yang memiliki cita-cita tinggi, bersih niatnya, baik akhlaknya.
Tinggalkanlah sikap berdiam diri namun dan jadilah bersama golongan terdepan dalam menggapai keridhaan Allah. Bila kita telah mendapati orang-orang itu, tetaplah bersama mereka.
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua mata mu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia.”
Jika kita melakukan aktifitas yang menyibukkan dengan kebaikan, maka setiap detik dalam hidup kita akan berbuah ketaatan.
Wirid Al Qur’an yang tidak terbatas itu bisa kita baca satu atau dua juz, bahkan hingga tiga atau empat juz. Sedangkan wirid tasbih kita bisa membacanya ribuan kali.
Sumber :
M. Lili Nur Aulia
by M. Lili Nur Aulia mlilinuraulia | Jul 20, 2016 | Artikel, Dakwah
Jangan biarkan waktu berlalu sia-sia tanpa ada kesibukan yang bernilai ketaatan, seperti berzikir, tilawah Al Qur’an, atau mendengarkan ayat Al Qur’an menyuruh yang makruf dan mencegah yang munkar atau berusaha memenuhi hajat kaum muslimin. Inilah cara terbaik kita mendekatkan diri kepada Allah.
Kita harus bisa mengontrol waktu dengan melakukan variasi aktifitas yang bermanfaat. Termasuk bila kita ingin menyaksikan beragam program audio maupun vcd, atau dengan membantu anggota keluarga yang lain.
Di sini kita bisa bercermin pada Abi Hatim Ar-Razi. Beliau tidak melalaikan waktu sedikitpun. Hal ini disebutkan oleh anaknya yang bernama Abdurrahman, saat ia mengatakan, “Aku membacakan Al-Qur’an dan menuliskan ilmu dari ayahku sambil berjalan. Bahkanaku membacakan Al Qur’an dan menuliskan ilmu meski ayahku berada di kamar mandi, sedang aku berada di luar kamar mandi.
Ayahku mendengar dan tidak berbicara. Ketika keluar dari kamar mandi, beliau berkata kepadaku, “Engkau salah pada ini dan ini. Seharusnya begini dan begini.”
Ingatlah bahwa balasan dan pahala yang kita dapatkan, sesuai dengan jenis amal yang kita lakukan. Sebagian dari buah Imam Ar Razi mengefektifkan waktu adalah beliau menulis kitab tafsir berjilid-jilid.
Beliau juga menulis Kitab Al Jarh Wa Ta’dil sebanyak sembilan jilid, dan musnad dalam jumlah yang sangat banyak.
Sumber :
Ramadhan Sepenuh Hati, M. Lili Nur Aulia
by M. Lili Nur Aulia mlilinuraulia | Jul 18, 2016 | Artikel, Dakwah
Pergunakanlah waktu Anda dengan sebaik-baiknya baik ketika bekerja, terlebih dalam kondisi waktu lapang atau tidak banyak pekerjaan.
Waktu luang adalah nikmat yang kebanyakan manusia tidak mengetahui nilainya.
Rasulullah SAW bersabda: “Dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu karenanya; yaitu sehat dan waktu luang” (H.R. shahih Sunan Ibnu Majah )
Sumber :
Ramadhan Sepenuh Hati, M. Lili Nur Aulia
by M. Lili Nur Aulia mlilinuraulia | Jul 18, 2016 | Artikel, Dakwah
Aktifitas duniawi adalah pekerjaan yang terkait dengan kebutuhan hidup kita di dunia. Aktifitas ini, ada yang bersifat penting dan mendesak. Tapi ada juga aktifitas yang tidak mendesak dan bahkan tidak terlalu penting.
Di saat waktu, dan detik demi detik begitu berharga, hendaklah kita berfikir mempertimbangkan mana aktifitas yang terpenting dari aktifitas yang penting.
Hendaknya kita bertanya sebelum melakukan perbuatan, apakah perbuatan yang akan kita lakukan itu memang penting atau ada perbuatan lain yang lebih penting.
Ibnul Qayyim rahimahullah selalu menyibukkan diri dengan aktifitas yanglebih penting dibanding urusan yang lain, seolah beliau tidak memiliki waktu luang.
Beliau mengatakan, “Suatu hari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata kepadaku tentang perkara mubah. Ia mengatakan, “Perkara ini dapat menghilangkan derajat yang lebih tinggi.” Maksudnya, perkara mubah itu tidak dilakukan oleh kelompok orang yang menginginkan kedudukan tinggi di akhirat.
Dan meninggalkan perkara mubah, dengan mengutamakan perkara sunnah dan fardhu adalah salah satu syarat seseorang mendapat kesuksesan hidup di dunia dan akhirat.
Sumber :
Ramadhan Sepenuh Hati, M. Lili Nur Aulia
by M. Lili Nur Aulia mlilinuraulia | Jul 17, 2016 | Artikel, Dakwah
Dari Roja’ bin Abu Maslamah, dia berkata: saya bertanya kepada Mujahid, “Wahai Abul Hujaj (Mujahid), apakah ghibah membatalkan wudhu?” Dia menjawab, “Ya.”
Al Hasan bin Wahab berkata kepada saudaranya “Wahai Muhnits” (pendosa) – maka dia menyesal atas apa yang dia ucapkan dan pergi kepada Atha’ bin Robah dan bertanya atas kesalahan yang dia lakukan.
Atha’ berkata kepadanya, “Jika kamu telah shalat dengan wudhu yang kamu lakukan saat kamu mencelanya, maka ulangilah wudhu kamu dan shalat kamu, karena ghibah membatalkan wudhu.”
Belajarlah bagaimana mengendalikan diri dan emosi anda.
Sumber :
Ramadhan Sepenuh Hati, M. Lili Nur Aulia