0878 8077 4762 [email protected]

Yang Terbaik Menurut Quran dan Sunnah

Oleh: Ust. Farid Nu’man Hasan
 
Berikut ini adalah manusia-manusia terbaik menurut standar Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Semoga kita termasuk di dalamnya. Aamiin.
1. Orang beriman dan beramal shalih
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk”. (QS. Al Bayyinah: 7).
Imam Ibnu Katsir berkata: Abu Hurairah dan segolongan ulama telah berdalil dengan ayat ini bahwa kaum beriman di kalangan manusia lebih utama dibanding malaikat. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/458).
2. Orang kaya tapi taat kepada Allah Ta’ala
Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhanya)”. (QS. Shad: 30).
3. Orang yang ditimpa ujian (penyakit, miskin, musibah) tapi bersabar dan taat
Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-nya)”. (QS. Shad: 44)
4. Para sahabat nabi dan orang yang mengikuti jejak mereka
Kalian adalah umat yang terbaik dikeluarkan untuk manusia, memerintahkan yang ma’ruf, mencegah yang munkar, dan beriman kepada Allah”. (QS. Ali ‘Imran: 110)
Siapakah umat terbaik dalam ayat ini? Abdullah bin Abbas Radhiallahu ‘Anhuma mengatakan: “Mereka adalah para sahabat nabi yang berhijrah bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari Mekkah ke Madinah.” (Musnad Ahmad No. 2463. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 6164, katanya: shahih. Disepakati Adz Dzahabi)
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan: Yang benar adalah ayat ini berlaku secara umum bagi semua umat ini (Islam), setiap masing-masing zaman, dan sebaik-baik zaman mereka adalah manusia yang ketika itu pada mereka diutus Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kemudian yang mengikuti mereka, kemudian yang mengikuti mereka. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 2/94)
Demikianlah generasi sahabat, dan kita pun bisa menjadi khairu ummah sebagaimana mereka jika sudah memenuhi syarat-syarat seperti mereka. Imam Ibnu Jarir, meriwayatkan dari Qatadah, bahwa Umar Radhiallahu ‘Anhu berkhutbah ketika haji:
Barang siapa yang suka dirinya menjadi seperti umat tersebut maka penuhilah syarat yang Allah tentukan dalam ayat itu. (Tafsir Ath Thabari, 7/102).
Ayat ini diperkuat oleh hadits berikut: “Sebaik-baiknya manusia adalah zamanku, kemudian setelahnya, kemudian setelahnya”. (HR. Bukhari No. 2652).
Tentunya maksud manusia pada zaman nabi adalah manusia yang beriman kepadanya di zamannya, yaitu para sahabatnya. Bukan kaum munafiq dan kaum kafir yang hidup di zamannya.
5. Paling konsisten terhadap kewajiban
Sesungguhnya yang terbaik di antara kamu adalah yang paling bagus qadha-nya”. (HR. Bukhari No. 2305, Muslim No. 1601, dari Abu Hurairah).
Maksud “qadha” adalah yang paling konsisten menepati kebenaran dan kewajiban yang ada padanya. (Ta’liq Mushthafa Al Bugha, 2/809).
6. Terbaik pada masa jahiliyah dan Islam
Sebaik-baiknya kalian pada masa jahiliyah adalah yang terbaik di antara kalian pada masa Islam, jika mereka paham agama”. (HR. Bukhari No. 3384, dari Abu Hurairah)
7. Paling bagus akhlaknya
Sesungguhnya  yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik akhlaknya”. (HR. Bukhari No. 3559, dari Ibnu Umar, Muslim No. 2321, dari Ibnu Amr. Ini lafaz Bukhari).
8. Mempelajari Al Quran dan mengajarkannya
Sebaik-baiknya kalian adalah yang mempelajari Al Quran dan mengajarkannya”. (HR. Bukhari No. 5027, dari Utsman).
9. Manusia yang panjang umur dan amalnya semakin baik
Maukah aku tunjukkan manusia terbaik di antara kalian? Mereka menjawab: “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Manusia terbaik di antara kamu adalah yang paling panjang usianya dan semakin baik amalnya.” (HR. Ahmad No. 7212, dari Abu Hurairah. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih lighairih. Al Hakim, Al Mustadrak No. 1255, katanya: shahih sesuai syarat Syaikhan (Bukhari-Muslim).

Keimanan Vs Materialisme (2)

Oleh: Ust Iman Santoso, Lc
 
Rasulullah SAW bersabda, “Didatangkan orang yang paling senang di dunia sedang dia adalah ahli neraka di hari kiamat, dicelupkan ke dalam api neraka satu kali celupan. Kemudian ditanya: ”Wahai anak Adam, apakah engkau pernah merasakan kebaikan?  Apakah engkau merasakan kenikmatan (di dunia)? Maka dia menjawab: ”Tidak demi Allah wahai Rabbku”. Kemudian didatangkan orang yang paling menderita di dunia dan dia ahli surga, dicelupkan satu kali celupan di surga. Kemudian di tanya: ”Wahai Anak Adam, apakah engkau pernah menderita kesulitan? Apakah lewat padamu suatu kesusahan (di dunia). Maka ia menjawab: ”Tidak,demi Allah wahai Rabbku, tidak pernah aku mengalami kesusahan dan kesulitan sedikitpun” (HR Muslim).
Dalam hadits lain: “Demi Allah, perbandingan dunia dengan akhirat seperti seorang menyelupkan tangannya ke dalam lautan, lihatlah apa yang tersisa” (HR Muslim).
Inilah yang disebut dengan sifat rabbaniyyah. Sifat yang muncul karena  senantiasa berorientasi pada Allah dan hari akhir dan bukan berorientasi pada materi dunia dan kenikmatannya. Sifat ini lahir dari proses tarbiyah yang matang terutama tarbiyah imaniyah. Dari tarbiyah inilah kualitas orang-orang beriman  teruji.
Di masa Rasulullah SAW para sahabat yang teguh dalam seluruh dinamika dakwah adalah para sahabat senior yang tertempa oleh tarbiyah Rasulullah SAW dalam waktu cukup lama. Mereka dibina oleh Rasulullah SAW  di Makkah selama 13 tahun, dan selanjutnya mereka mengikuti dakwah Rasul SAW dengan setia sampai beliau wafat. Mereka disebut Assabiqunal Awwalun (Generasi Awwal) dari Muhajirin dan Anshar.
Materi itu memang dibutuhkan dalam kehidupan, tetapi materi itu bukan segala-galanya. Oleh karenannya materi  jangan dijadikan orientasi dan tujuan dalam hidup.  Rasulullah SAW bersabda, ”Demi Allah! Bukanlah kefakiran yang aku takutkan pada kalian. Tapi aku takut, dibukakannya dunia untuk kalian, sebagaimana telah dibukakan pada umat terdahulu. Maka kalian berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba, dan menghancurkan kalian sebagaimana telah menghancurkan orang sebelum kalian” (Muttafaqun ‘alaihi).
Rasulullah SAW senantiasa mengajarkan kepada kita agar keimanan mendominasi kehidupan kita dan mewarnai seluruh jalan hidup kita, karena keimanan itulah prinsip dan benteng kehidupan yang akan menjaga  orang-orang beriman. Siapa yang telah diberi nikmat keimanan, maka telah mendapat nikmat yang paling besar. Kenikmatan yang melebihi  seluruh kekayaan dunia dan seisinya. Bahkan penduduk  di dunia seluruhnya berada dalam kerugian dan kesengsaraan, kecuali orang-orang yang beriman. Padahal penduduk dunia yang jumlahnya sekitar 6 milyar, mayoritasnya tidak beriman. Hanya sekitar 1,5 milyar yang secara formal sebagai penganut muslim. Sedangkan yang sudah sampai pada tingkat keimanan sejati lebih kecil dari seluruh total penganut muslim tersebut.
Jadi orang-orang beriman, memang benar-benar mendapatkan kenikmatan yang khusus untuk orang yang khusus. ”Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: “Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar” (QS Al-Hujurat 17).
Di dunia, mereka akan mendapatkan kehidupan yang baik (16: 97), keberkahan (7:96), jalan keluar dan kemudahan rizki (65: 2,3) bahkan lebih dari itu, mereka akan mendapatkan kekuasaan dibumi, keteguhan agama dan bebas dari rasa takut (25:55). Sedangkan di akhirat, orang-orang beriman mendapatkan puncak kenikmatan yang diinginkan manusia, surga yang luasanya seluas langit dan bumi dan melihat sang Pencipta Allah Azza wa Jalla.
Sebaliknya, orang-orang yang tidak beriman adalah orang-orang yang paling sengsara dan merugi. Mereka rugi di dunia dan di akhirat. Mereka rugi di dunia, walaupun kelihatan dari tampilannya menakjubkan memiliki segala fasilitas dunia larut pada kubangan syahwat sesaat, baik syahwat harta, wanita maupun tahta atau kedudukan dan jabatan politik.
Mereka yang terperdaya dengan mobil mewah, rumah megah dan penampilan yang trendi padahal hatinya kosong dengan keimanan adalah orang-orang yang kerdil dan sempit. Mereka yang senantiasa bicara politik dan kekuasaan, sedangkan dirinya jauh dari keimanan, mereka adalah orang-orang yang terlena dan lalai. Keimanan itulah yang merupakan prinsip dan keimanan itulah kunci kemuliaan. ”Padahal kemuliaan itu hanyalah milik Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui” (QS Al-Munaafiquun 8).*akhir
Wallahu ’alam bisshawab.

Keimanan Vs Materialisme (1)

Oleh: Ust Iman Santoso, Lc
 
Allah SWT berfirman: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”  (QS. Ali Imran 14).
Ayat diatas menjelaskan fitrah dasar manusia. Fitrah mencintai  wanita, harta dan anak-anak adalah  bagian dari upaya manusia untuk melangsungkan eksistensinya di muka bumi. Dengan fitrah itu terjadilah pernikahan dan upaya melahirkan generasi penerus dan kerja untuk mempertahankan hidup dirinya, anak-anak dan keluarganya. Fitrah ini baik selagi tidak keluar dari jalan Islam yang fitrah.
Tetapi yang menjadi masalah adalah ketika kecintaan terhadap dunia itu sudah menjadi tujuan dan orientasi hidupnya. Maka disinilah bahayanya, yaitu penyakit cinta dunia. Inilah yang disebut materialisme. Ketika upaya untuk mendapatkan dunia dilakukan dengan menghalalkan segala cara maka inilah yang disebut dengan hedonisme. Materialisme dan hedonisme nampaknya ibarat saudara kembar yang tidak dapat dipisahkan. Dan keduanya ibarat virus ganas yang membahayakan setiap manusia, khususnya umat Islam.
Ironisnya penyakit inilah dominan yang menimpa umat Islam akhir zaman, umat yang mestinya menjadi kelompok terbaik dari umat manusia lainnya. Realitas ini telah disinyalir oleh Rasulullah saw semenjak lebih dari 14 abad yang lalu dalam sebuah hadits yang terkenal disebut dengan hadits wahn, ”Hampir saja bangsa-bangsa mengepung kalian, sebagaimana orang lapar mengepung tempat makanan. Berkata seorang sahabat, “ Apakah karena kita sedikit pada saat itu? Rasul saw bersabda,”Bahkan kalian pada saat itu banyak, tetapi kalian seperti buih, seperti buih lautan. Allah akan mencabut dari hati musuh kalian rasa takut pada kalian. Dan Allah memasukkan ke dalam hati kalian Wahn. Berkata seorang sahabat, “Apakah Wahn itu wahai Rasulullah saw? Rasul saw, bersabda, “Cinta dunia dan takut mati” (HR Abu Dawud).
Demikianlah kondisi umat di akhir zaman, telah dirasuki penyakit hubud dunya yang sangat mendalam sehingga berdampak pada kotornya  hati, rusaknya tatanan pikiran dan moral mereka. Umat Islam yang sudah terfitnah oleh dunia akan mudah diperbudak oleh dunia. Padahal yang menguasai perbendaharaan dunia sekarang ini adalah bangsa-bangsa kafir. Sehingga jadilah mereka menjadi pengikut negara-negara dan bangsa-bangsa kapitalis, materialis dan sosialis, seperti AS, Eropa, China dan Israel. Maka jadilah apa yang seperti digambarkan oleh Rasulullah saw dalam haditsnya.
Lebih ironis dan memprihatinkan lagi jika para da’i, kyai, ustadz dan tokoh-tokoh muslim yang dianggap menjadi panutan umat terkena juga fitnah dan penyakit cinta dunia. Maka tidak ada yang selamat kecuali orang-orang yang diselamatkan Allah. Dan kelompok yang benar yang diselamatkan Allah akan tetap ada dan eksis sampai akhir zaman. Merekalah orang-orang beriman yang tetap teguh mempertahankan keimanannya ditengah gelombang dahsyat fitnah dunia. Merekalah para da’i yang tetap berdakwah dengan tidak melacurkan dirinya pada kubangan syahwat. Merekalah para kyai dan ustadz yang tetap istiqomah dalam keislamannya.
Rasulullah saw bersabda, “ Akan senantiasa ada satu golongan dari umatku yang senantiasa eksis dengan kebenaran. Tidak membahayakan mereka orang yang menghinakannya sampai datang keputusan Allah dan mereka tetap komitmen” (HR Muslim).
Agar kita tetap istiqomah di jalan Islam, maka harus terus menerus menguatkan keimanan kita, khususnya keimanan kepada Allah dan hari akhir. Keimanan yang mengantarkan pada sifat yakin kepada Allah dan hari akhir. Bahwa dunia hanyalah sementara sedangkan akhirat itulah yang paling baik dan kekal bagi orang beriman.
*bersambung

Kita dan Dunia

Berkata Muawiyah ra, “Abu Bakar adalah orang yang berpaling dari dunia. Dan dunia pun berpaling dari dirinya. Adapun Umar dialah orang yang tak sudi pada dunia, tapi dunia datang bersimpuh mengiba dibawah kakinya. Adapun kita adalah para pemburu dunia, yang kadang memperolehnya dan kadang ia pun luput dari kita.”
Hakikat Takdir
Kata sayyidina Umar, “kita bisa lari dari takdir Allah yang satu menuju takdir Allah yang lain, dengan takdir Allah pula”
Sebab takdir tak kita ketahui sebelum terjadi. Maka teruslah berprasangka baik, berencana, berdoa, berupaya, dan bertawakal.
 
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah, Penerbit Pro-U Media

Menulis itu Bercara

Menulis juga bagian dari tugas iman. Sebab makhluk pertama ialah pena, ilmu pertama adalah bahasa, dan ayat pertama berbunyi “Iqra (Baca)”.
Tersebut dalam hadis riwayat Ahmad dan ditegaskan Ibnu Taimiyah dalam Fatawa, ” Makhluk pertama yang dicipta-Nya ialah pena, lalu Dia berfirman, “Tulislah!” Tanya pena, “Apa yang harus kutulis, Rabbi?” Kata Allah, “Tulis segala ketentuan yang Ku takdirkan bagi semua makhluk Ku”
Dahulu bangsa Arab hanya mengukur kecerdasan dari kuatnya hafalan hingga memandang rendah tulis baca. Sebab menulis menurut mereka ialah alat bantu bagi yang hafalannya dibawah rata-rata.
Namun nabi Muhammad hadir dengan wahyu ‘bacaan’. Maka Islam menjelma menjadi peradaban ilmiah dengan pena sebagai pilarnya. Wawasan bertebaran mengantar kemashlahatan ke seantero bumi.
Penulis merentangkan ilmunya melampaui batas-batas waktu dan ruang. Ia tak pupus usia dan tak terhalang jarak. Andaikan benar bahwa karya II Principe yang dipersembahkan Niccolo Machiavelli pada Cesare de Borgia itu jadi kawan tidur para tiran, dibaca dan menjadi ilham Napoleon, Hitler, dan Stalin. Akankah dia bertanggung jawab atas berbagai kezaliman yang terilham dari bukunya?
Sebab bukan hanya pahala yang bersifat jariyah, melainkan ada juga dosa yang terus mengalir. Menjadi penulis adalah pertaruhan. Mungkin tak separah II Principe, tapi tiap kata yang mengalir dari jemari ini juga berpeluang menjadi keburukan berantai-rantai.
 
Semoga Allah berkahi tiap kata yang mengalir dari ujung jemari kita. Sungguh, buku dapat menggugah jiwa manusia dan mengubah dunia.
 
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah, Penerbit Pro-U Media