by Danu Wijaya danuw | Aug 9, 2016 | Artikel, Dakwah
Masjid Jogokariyan di yogyakarta memiliki sistem dakwah masjid yang unik. Jogokariyan menginisiasi sensus pendataan dengan memperlihatkan perkembangan dakwah penduduknya.
Dari 1.030 KK (4.000-an penduduk) yang belum shalat tahun 2010 ada 17 orang. Lalu dibandingkan data tahun 2000 warga jogokariyan yang belum shalat ada 127 orang. Terlihat perkembangan dakwah 10 tahun ini.
Untuk gerakan shalat subuh berjamaah dibuat undangan cetak layaknya pernikahan by name. Undangan : “Mengharap kehadiran bapak/ibu/saudara ….. dalam acara shalat Subuh berjamaah besok pukul 04.15 wib di masjid Jogokariyan.” Undangan itu dilengkapi hadis-hadis keutamaan shalat subuh. Hasilnya? Silakan mampir di masjid Jogokariyan untuk merasakan subuh seperti sepertiga jumatan.
Ditiap rumah warga diberi atribut ikonik : Ka’bah (sudah berhaji), Unta (sudah berqurban), Koin (sudah berzakat), Peci, dan sebagainya. Konfigurasi rumah sekampung tersebut untuk mengarahkan para dai.
Masjid Jogokariyan juga berkomitmen tidak membuat Unit Usaha agar tak menyakiti jamaah yang mempunyai bisnis serupa. Justru memberdayakan. Misalnya tiap pekan masjid Jogokariyan terima ratusan tamu. Konsumsi untuk mereka diorder gilir pada jamaah yang punya rumah makan.
Sistem keuangan masjid Jogokariyan juga berbeda dari yang lain. Jika ada masjid yang mengumumkan dengan bangga bahwa saldo infaknya jutaan. Jogokariyan selalu berupaya agar tiap pengumuman, saldo infak harus ‘Nol’. Infak itu ditunggu pahalanya untuk jadi amal shalih, bukan untuk disimpan di rekening bank.
Pengumuman infak jutaan akan sangat menyakitkan jika tetangga masjid ada yang tak bisa ke RS sebab tak punya biaya, atau tak bisa sekolah. Dengan pengumuman saldo infak sama dengan ‘Nol’, jamaah lebih semangat mengamanahkan hartanya. Kalau saldo jutaan, ya maaf.
Jamaah Mandiri Bukan Jamaah Subsidi
Masjid Jogokariyan juga menginisiasi Gerakan Jamaah Mandiri. Jumlah biaya setahun dihitung, dibagi 52 ketemu biaya pekanan. Dibagi lagi dengan kapasitas masjid, ketemu biaya per-tempat shalat. Lalu jamaah diberitahu bahwa jika dalam sepekan mereka berinfak sekian, maka dia Jamaah Mandiri. Jika lebih, maka dia Jamaah Pensubsidi. Jika kurang, maka dia jamaah Disubsidi. Sosialisasi ditutup kalimat : “Doakan kami tetap mampu melayani ibadah Anda sebaik-baiknya.”
Akhirnya gerakan Jamaah Mandiri sukses menaikkan infak pekanan masjid Jogokariyan hingga 400%. Orang malu jika ibadah saja disubsidi. Demikianlah, dan pertanggungjawaban keuangannya transparan. Jika ada infak Rp 100 pun di umumkan.
Tiap kali renovasi, masjid Jogokariyan tidak membebani jamaah dengan proposal. Takmir hanya pasang spanduk, “Mohon maaf ibadah anda terganggu, masjid Jogokariyan sedang renovasi.” Nomor rekening tertera dibawah.
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Filah, Pro-U Media.
by Danu Wijaya danuw | Aug 8, 2016 | Artikel, Kisah Sahabat
Imam Ahmad ditangkap Al Makmun tahun 832 M yang kemudian menjatuhinya hukuman mati, lalu dipenjara lagi. Dalam perjalanan terantai dari Baghdad ke penjara Ar-Riqqah, Imam Ahmad berdoa agar tak bertemu lagi dengan Al Makmun. Betul, tahun 833 M Al Makmun meninggal (semoga Allah mengampuninya). Lalu bertahtalah adiknya, Al Mu’tashim billah.
Al Mu’tashim menghadirkan Imam Ahmad dalam penghakiman umum yang dihadiri ribuan manusia layaknya hari raya. Dia diminta berhujah.
Imam Ahmad membaca surah At-Taubah ayat 6 yang menyatakan Al Qur’an Kalamullah, bukan makhluk sebagaimana aliran liberal Mu’tazilah. Dan dilanjutkan membaca surah Ar-Rahman ayat 12 yang menyatakan Ar-Rahman mengajarkan bukan menciptakan Al Qur’an. Maka pada hari itu beliau dimasukkan kembali ke penjara untuk menjalani hukumannya sehari-hari; 40 kali deraan setiap pagi dan sore hari.
Hari berikutnya beliau dihadapkan lagi, lalu mengajukan dalil-dalil dari hadis Rasulullah saw. Maka beliaupun dipenjarakan lagi. Beberapa hari berselang, beliau dihadapkan ulang untuk berdebat dengan hakim agung Ibnu Abi Dawud, yang beliau menangkan secara telak.
Suatu hari Al Mu’tashim, Ibnu Abi Dawud, dan para pembesar Mu’tazilah menjenguk ke penjara. Bertanyalah Al Mu’tashim, “Bagaimana keadaanmu hai Ahmad?” Beliau menjawab, “Duh, semalam aku bermimpi Al Qur’an mati terkapar!”
“Celaka kau hai Ahmad! Bagaimana mungkin ia mati!” sahut Al Mu’tashim.
Jawab beliau, “Kenapa heran? Bukankah kalian mengatakan bahwa ia makhluk? Dan bukankah setiap makhluk ada ajalnya?”
Al Mu’tashim terbahak, “Kau cerdas hai Ahmad! Sungguh kau cerdas!”
Kesal dengan cerdik dan teguhnya Imam Ahmad, sang perdana Menteri Ibnu Abu Dawud mengusulkan agar beliau dibunuh. Sang pemimpin liberal awal itu melancarkan fitnah dahsyat!
Tapi Al Mu’tashim menyatakan, “Aku telah bersumpah tak membunuhnya dengan pedang.”
Sahut Bisyr yang liberal Mu’tazilah, “Kalau begitu bunuh dengan cambuk! Deralah terus sampai mati!” Maka siksaan dengan cambuk kian menjadi-jadi hingga wafatlah Al Mu’tashim (moga Allah ampuni) dan bertahtalah putranya, Al Watsiq.
Teriwayat juga tentang seorang sipir yang kasian melihat Imam Ahmad disiksa, maka dia berkata, “Kasihinilah dirimu hai Syaikh, sungguh umurmu telah tua dan tubuhmu uzur, maka ambillah rukhsah; katakan apa yang mereka suka asal hatimu tenteram dengan iman.”
Maka sambil tersenyum Imam Ahmad menjawab, “Penduduk Baghdad duduk didepan pintu rumahnya memegang kertas dan pena, siap menulis apapun yang terucap dari lisan ulama. Maka pantaskah Ahmad selamat, tetapi manusia menjadi sesat?” Dan beliaupun terus istiqamah.
Dimasa Al Watsiq billah, siksaan mulai berkurang dan beliau dihukum hanya pemenjaraan dan pengasingan ke beberapa penjara berbeda. Hingga Al Watsiq yang menurut riwayat di akhir hayatnya bertaubat dari paham khalqul qur’aan; hanya mengenakan pada beliau tahanan rumah. Lalu ba’da wafat Al Watsiq (semoga Allah ampuni), berkuasalah Al Mutawakkil alallah yang membalikkan keadaan. Dia anti Mu’tazilah.
Dia bebaskan Imam Ahmad dan melarang masyarakat memperdebatkan paham-paham nyeleneh. Para ulama Ahlu Sunnah mendapat tempat terhormat.
Tetapi ujian belum usai bagi Imam Ahmad, Al Watsiq berusaha menghadiahkan aneka rupa perhiasan dunia untuk beliau. Dan beliau menolak. Maka dikatakan tentang Imam Ahmad, beliau berhasil melalui ujian 4 khalifah; yang memenjara, menyiksa, mengasingkan, dan merayu
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah, Pro-U media
by Danu Wijaya danuw | Aug 5, 2016 | Artikel, Dakwah
Fitnah menganggap Al Qur’an sebagai makhluk atau disebut khalqul qur’aan muncul dahsyat didunia Islam ketika Al Makmun bertahta (813-833 M).
Mu’tazilah terbentuk dari keluarnya Washil ibn Atha’ pada tahun 105 H dari majelis Hasan Al Bashri karena tak puas akan bahasan takdir.
Bergerak secara rapih sejak masa Abdul Malik ibn Marwan (685-705), madrasah Mu’tazilah akhirnya tumbuh raksasa di zaman Abbasiyah. Setelah berhasil mengalahkan Al Amin kakaknya (yang didukung etnis Arab), maka Al Makmun, (yang didukung etnis Persia) menjadikan Mu’tazilah mazhab negara.
Perang antara dua putra Harun Ar Rasyid (Al Amin dan Al Makmun) menghasilkan berkuasanya kaum Persia dan falsafah mereka yang memuja akal. Mu’tazilah dengan teologi falsafi dan madrasah akal mereka yang kokoh menjadi mazhab yang dipilih Al Makmun untuk mengimbangi.
Ba’da wafatnya beberapa Ulama Sunah yang dihormati sekelas Yazid ibn Harun Al Wasithi dan Imam Syafi’i, maka Al Makmun mulai memaksakan mazhab ini.
Diantara paham yang paling dikampanyekan adalah dikotomi-determinasi. Termasuk kategorisasi dalam semesta wujud hanya dua : Khalik dan makhluk. Jadi menurut Mu’tazilah, kalau itu bukan Khalik ya berarti makhluk. Nah, Al Qur’an?
Menurut Mu’tazilah karena pastinya bukan Khalik (Pencipta) maka Al Qur’an termasuk makhluk (yang di cipta). Gagasan ini berbahaya. Karena kalau termasuk makhluk, maka ia tak lebih tinggi dari akal manusia. Mereka bisa saling menilai, mengoreksi, dan menghakimi.
Diantara orang kuat Mu’tazilah berjabat tinggi adalah Ishaq bin Ibrahim (panglima besar), Ibnu Abi Dawud (hakim agung kekhalifahan). Sejak mereka mengendalikan Khalifah, para ulama penolak logika dikotomi-determinasi, teologi Mu’tazilah dan Terkhusus paham Khalqul Qur’aan mulai ditangkapi dan dibunuhi.
Sebagian yang tak tahan atas siksaan dan penjara mengambil rukhsah (keringanan) untuk terpaksa mengatakan “Ya” pada kesesatan yang diterorkan ini. Bahkan ulama setingkat Yahya ibn Ma’in, Ali ibn Al Madini dan yang lainnya pun menyerah dalam cambukan dan tetakan pedang dileher. Hanya sedikit yang bertahan. Diantara mereka yang paling agung adalah Imam Ahmad ibn Hambal.
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah
by Danu Wijaya danuw | Aug 5, 2016 | Artikel, Dakwah
Kata Ali, “Bermewahnya wirausahawan masih mungkin menginspirasi, tetapi bermewahnya pejabat pasti melukai.”
Sebaik-baik istana adalah yang mendekatkan pemimpin kepada rakyatnya. Saad bin Abi Waqqash, Sang penakluk Persia, lelaki sholeh dan bertakwa yang mustajab doanya diangkat menjadi gubernur Kufah. Hari-hari gubernur dibisingkan derau kebengalan rakyatnya, sukar dipuaskan dan tak henti berbuat onar. Saad tak tahan. Maka didirikanlah kompleks kantor gubernur Kufah berbenteng tinggi dan dijaga ketat. Saad tak ingin tugas administratifnya terganggu.
Tetapi diluar sana ummat kian gelisah. Dan dirasakan sang pemimpin agung nan merakyat Umar bin Khattab. Diterbitkannya dua surat Khalifah. Yang satu untuk Saad, satu lagi untuk Abu Musa Al Asy’ari.
Abu Musa ternganga membaca isi suratnya. Bunyinya: Robohkan benteng Saad, bakar istananya! Tapi itu tugas, Abu Musa melaksanakannya, sementara Saad tertunduk taat. Surat perintah Umar diberikan kepada Saad yang menerimanya penuh takzim berbunyi : Dengarkan rakyatmu, betapapun tak sukanya engkau.
Provinsi Kufah saat itu tidaklah miskin. Sebab dibawah panglima Saad, Persia baru jatuh dan membawa setumpuk kekayaan. Ibnu Katsir mencatat, saat Kisra lari, uang tunai pribadi yang tak sempat terbawa mencapai 3.000.000.000.000 dinar (1 dinar = Rp 2,16 juta). Ada mahkota yang disangga tiga rantai; tahta dan kursi-kursi menteri yang terbuat dari emas bertabur permata, aneka perhiasan dan permadani. Semua kekayaan dengan jumlah tak terbayangkan dan dibagikan secara adil oleh khalifah Umar.
Dalam keadaan semakmur itu sebenarnya istana Saad sungguhlah wajar, apalagi Saad berjasa besar dalam memakmurkan negara. Tetapi umar ingin menunjukkan dan memberi teladan kinerja tak tergantung fasilitas. Apalagi menghalangi kedekatan dengan rakyat.
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah
by Danu Wijaya danuw | Aug 3, 2016 | Artikel, Dakwah
Adalah Thawus ibn Kaisan Al Yamani di Masjidil Haram. Setelah memberikan nasihat indahnya kepada khalifah Hisyam ibn Abdul Malik, ditanya oleh sang khalifah, “Wahai Syaikh, sampaikan hajatmu agar aku memenuhinya sebagai penghormatan padamu.”
Thawus menyahut, “Hajat dunia atau hajat akhirat wahai Amir?” Khalifah Hisyam menjawab, “Tentu saja dunia.” Thawus berujar, “Ah.., kalau hajat dunia pada Yang Maha Memiliki saja aku tak meminta, apalagi pada yang cuma dititipi sepertimu. Dan masjid ini rumah-Nya”
Tentu kita diperintahkan memohon semua hal baik pada-Nya. Allah memuji hamba-Nya yang memohon kebaikan (hasanah) bagi dunia dan akhiratnya, disertai lindungan dari neraka. (Q.S. Al Baqarah ayat 201)
Musa kalimullah dalam keadaan lapar setelah kelananya, beliau memohon karunia dari sisi Allah dengan mengiba (Surah Al Qashash ayat 24).
Meski Musa lapar, ia tak khusus berdoa meminta makanan. Maka doanya yang umum itu berjawab bukan hanya makanan. Tetapi diberikan perlindungan, bimbingan Syu’aib, pekerjaan dan Istri.
Duh, Nabi Muhammad saw, kekasih Allah, alangkah malu kami padamu yang ketika wafat tergadai baju perangmu. Apakah kami mengira doamu tak mustajab? Subhanallah.
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah