by Fahmi Bahreisy Lc fahmibahreisy | Sep 14, 2016 | Artikel, Dakwah
“Mereka adalah para pemuda yang beriman kepada Allah, dan Kami tambahkan hidayah bagi mereka.” (Q.S. Kahfi: 13)
Disebutkan dalam tafsir an-Nasafi : Yang dinamakan dengan A-Futuwwah (pemuda) ialah menahan diri untuk tidak menganggu orang lain, tidak berkeluh kesah, menjauhi hal-hal yang haram, dan melakukan perbuatan yang mulia.
Ada juga yang mengatakan bahwa yang dinamakan dengan pemuda ialah mereka yang tidak mengklaim sebuah amalan sebelum ia melaksanakan amalan tersebut dan tidak merasa suci (hebat) setelah ia melakukannya.
by Fahmi Bahreisy Lc fahmibahreisy | Sep 14, 2016 | Artikel, Dakwah
Hakim berkata kepada Sayyid Quthb: “Engkau dituduh telah melakukan upaya pembunuhan terhadap Jamal Abdul Naser (presiden Mesir yang zalim kala itu).”
Sayyid Quthb menjawab: “Membunuh Jamal Abdul Naser adalah tujuan yang sangat sepele, dan itu bukan tujuan kami. Tapi kami berusaha untuk membentuk generasi yang tidak akan melahirkan individu seperti Jamal Abdul Naser.”
by Fahmi Bahreisy Lc fahmibahreisy | Sep 13, 2016 | Adab dan Akhlak, Artikel
Hasan Al Bashri berdoa di malam hari : “Ya Allah berikanlah maaf bagi orang yang telah menzalimiku.”
la pun mengulang-ulang doa tersebut.
Lalu ada seseorang yang berkata padanya, “Wahai Abu Said (Hasan Al Bashri), aku mendengar tadi malam engkau mendokan kebaikan bagi orang yang telah menzalimimu Sampai-sampai aku berharap menjadi orang yang menzalimimu. Apa yang membuatmu berdoa semacam itu?”
la menjawab, “Allah SWT berfirman, “Barang siapa yang memberikan maaf dan memperbaiki hubungan (berdamai), maka pahalanya berada di sisi Allah’
Hati yang bersih akan selalu memancarkan kebaikan.
Hati yang terbina dengan Qur’an, tak akan ada ruang di dalamnya untuk membenci saudaranya.
by Fauzi Bahreisy fauzibahreisy | Sep 13, 2016 | Artikel, Dakwah
Apa yang membuat lbrahim as berani menghancurkan berhala sesembahan kaumnya?
Apa yang membuat lbrahim as rela membawa keluarganya ke tanah tandus?
Apa yang membuat lbrahim as mau menyembelih putranya?
Tidak lain adalah kesetiaan dan loyalitasnya kepada Allah semata.
Itulah profil muslim sejati.
Seorang muslim siap memberi, membela, mencinta, dan memilih sesuai dengan kehendak Allah; bukan sesuai dengan kehendak dan hawa nafsunya.
Muslim mencintai apa yg dicintai oleh Allah dan membenci apa yang dibenci oleh Allah.
Muslim tidak mungkin memilih dan mencintai apa yang dibenci oleh Allah, apalagi membela orang yang jelas-jelas menjadi musuh-Nya.
Iman adalah cinta dan kesetiaan yang melahirkan pembelaan dan pengorbanan.
by Adi Setiawan Lc. MEI Adi Setiawan | Sep 12, 2016 | Artikel, Dakwah
Oleh : Adi Setiawan, Lc., MEI. (Imam dan Khatib Sholat Idul Adha 1437H) di Lapangan Sekolah Tinggi Perikanan Pasar Minggu Jaksel
Nabi Ibrahim AS dikenal sebagai abul anbiya’ (bapak para nabi). Dua puteranya Ismail dan Ishaq AS juga diangkat sebagai nabi. Nasab (garis keturunan) nabi Muhammad SAW sampai kepada nabi Ismail AS. Nabi Yusuf AS dan ayahnya nabi Ya’qub AS juga merupakan keturunan nabi Ishaq AS.
Gelar ini disandang bukan hanya karena anak keturunannya banyak yang diangkat sebagai nabi, melainkan nabi Ibrahim AS juga rajin mendoakan kebaikan bagi anak keturunannya tersebut. Ia berdoa untuk ketentraman kehidupan keturunannya di kota Mekkah yang saat itu masih padang pasir nan gersang. Ia panjatkan untuk keberkahan rezeki dari jenis buah-buahan bagi penduduknya.
Setelah meninggikan bangunan Ka’bah, ia berharap setiap jengkal kebaikan yang ia lakukan dengan puteranya Ismail Allah SWT terima. Dengan syahdu ia mohonkan agar anak keturunannya, Allah SWT bimbing sehingga mereka menjadi umat yang senantiasa mengenal-Nya dan hanya berserah diri kepada-Nya. Ia terus-menerus berdoa dan berdoa.
Untaian doa spesifik nabi Ibrahim AS kepada Allah SWT agar disempurnakan nikmat bagi keluarganya, ditambahkan rahmat bagi keturunannya. Kemudian ia perjelas isi doanya agar Allah SWT mengirim utusan dari golongan mereka sendiri, yang profesional siap menyampaikan manhaj langit dalam rangka mencegah kehancuran bumi karena kemaksiatan yang menyebar, kekafiran yang meningkat dan penyembahan berhala oleh berbagai etnis manusia.
Sebagai seorang ayah, nabi Ibrahim AS ingin anak keturunannya mempunyai misi yang jelas di muka bumi. Ia berdoa agar ada di antara :
- Keturunannya yang bertugas yatlu alaihim ayaatik : berarti senantiasa membacakan alquran kepada kaumnya.
- Kemudian wa yu’allimuhum al-kitab wa al-kitab : berarti mengajarkan kandungan alquran sekaligus hadits yang keduanya bersumber dari Allah SWT sendiri.
- Dan yuzakkihim : berarti menyucikan mereka, dalam artian memimpin kaumnya menuju jalan kebenaran dan kesempurnaan iman.
Dan doa yang sangat spesifik ini terkabul di saat Allah SWT mengangkat Muhammad sebagai nabi dan rasul dari keturunan nabi Ibrahim AS setelah beberapa generasi terlewati.
Lebih lanjut doa agar diutus utusan dari semua garis keturunannya, menunjukkan bijaksananya pikiran seorang nabi Ibrahim AS. Ia ingin nabi dan rasul yang Allah SWT utus adalah dari golongan keturunannya masing-masing. Dan ini merupakan penolakan terhadap umat Yahudi yang selalu menginginkan setiap nabi itu hanya dari golongan mereka.
Di saat mereka merasa lebih utama dari umat lain. Padahal mereka adalah keturunan nabi Ya’qub bin Ishaq AS. Sedangkan nabi Muhammad SAW sendiri adalah keturunan nabi Ismail bin Ibrahim AS yang tentunya merupakan saudara nabi Ishaq AS.
Dalam rangkaian doa nabi Ibrahim AS selalu terpancar optimisme yang diiringi dengan rasa tawakkal. Ia memuji Allah SWT, innaka anta al-Aziz al-Hakim, yang Maha Perkasa yang tentu tidak ada menandingi kekuasaan-Nya. Yang Maha Bijaksana, menentukan segala sesuatu dengan penuh hikmah.
Tak ada yang tercipta kecuali adalah kuasa Allah SWT atasnya. Tidak ada peristiwa yang terjadi kecuali termaktub dalam hukum-Nya. Nabi Ibrahim AS mengajarkan ini semua kepada keturunannya.
Belajar dari sosok abul anbiya’ ini yang terus berdoa kepada Allah SWT demi kebaikan keturunannya, demi kemaslahatan umat manusia. Di saat senang atau pun duka terus berdoa terbayang kekuasaan Allah SWT atas alam semesta. Meminta dengan jelas, apa yang sedang terbetik di dalam hati, terpikir oleh akal, dan terucap oleh lisan.
Optimisme akan terkabulnya doa. Dan terakhir dihiasi dengan tawakkal, menyerahkan keputusan kepada-Nya. Tanpa banyak menduga-duga bahkan cenderung suudzon (berburuk sangka). Yang ada hanyalah bekarya, berdoa dan tawakkal kepada Allah SWT Sang Pencipta.
Waallahu A’lam.