Berbuatlah, Maka Allah akan Permudah

Oleh : Adi Setiawan, Lc
Suatu ketika Rasulullah Saw bersabda kepada para sahabatnya,

ما منكم من أحد إلا كتب مقعده من الجنة ومقعده من النار ” . قالوا : يا رسول الله ، أفلا نتكل ؟

قال : ” اعملوا فكل ميسر [ لما خلق له ] ” ثم قرأ : ( فأما من أعطى واتقى وصدق بالحسنى فسنيسره لليسرى . رواه البخاري

“Tiada seorang pun dari kalian, melainkan telah ditetapkan kedudukannya di surga atau pun di neraka.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah itu berarti kita bertawakkal saja?”.
Beliau SAW menjawab: “Berbuatlah! Maka tiap-tiap orang itu dimudahkan untuk mengerjakan apa yang diciptakan (ditakdirkan) untuknya.”
Kemudian beliau SAW membacakan ayat, “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka kelak kami akan mudahkan baginya menuju kemudahan (kebahagiaan).” (HR. Bukhari)
Pelajaran pertama dari hadits ini adalah, Berbuatlah maka Allah akan permudah.
Sebagai konsekuensi dari setiap perbuatan akan ditemukan kemudahan. Dalam hadits ini dicontohkan dengan kedermawanan dan ketakwaan serta tsiqah billah maka akan membuahkan hasil yang manis berupa kemudahan. Yaitu kemudahan dalam membiasakan amal kebaikan serta kemudahan memperoleh kebahagiaan dan kelapangan hidup dan kelak dimudahkan jalannya menuju surga.
Betapa banyak orang ingin berhasil, namun tidak pernah mencoba, tidak mau menapaki usaha menuju keberhasilan. Takut kalah, khawatir terjatuh dan sebagainya menjadi alasan orang enggan memulai sebuah kebaikan. Bukankah seorang anak akhirnya bisa berjalan setelah ia berkali-kali terjatuh, luka bahkan berdarah? Bukankah canggihnya smartphone yang ada di tangan kita hari ini adalah hasil dari ribuan percobaan, melewati kegagalan demi kegagalan terlebih dahulu?
Ingatlah Allah SWT berfirman, “Dan katakanlah, berbuatlah, maka Allah akan melihat perbuatanmu”. (At-Taubah; 105).
Berbuatlah amal kebaikan, biarkan Allah yang menilai amal kebaikan kita itu, biarkan Allah SWt yang memberikan jalan sehingga semuanya terasa ringan.
Pelajaran Kedua, Takwa adalah rambu dalam bekerja
Firman Allah: “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa.”
Yakni mengeluarkan apa yang diperintahkan untuk dikeluarkan dan bertakwa kepada Allah dalam segala urusannya termasuk dalam hal memberi sendiri.
Memberi dalam bentuk infak, sedekah atau pun zakat tidak diperkenankan terlalu boros, apalagi sampai melupakan kebutuhan pribadi dan keluarga. Sebaliknya tidak pula terlalu hitung-hitungan. Semua ada batasannnya. Dan batasan terindah bagi seorang muslim adalah takwanya.
Mari belajar dari kisah Abdurrahman bin Auf. Menjelang perang Tabuk yang terjadi pada masa paceklik, Rasulullah Saw perintahkan kepada para sahabat untuk bersedekah sebagai bekal perang.
Datanglah Abdurrahman bin Auf membawa 4.000 dirham menghadap Rasulullah Saw. Beliau pun bertanya, “Alangkah banyaknya ini wahai Abdurrahman, tidakkah engkau sisihkan untuk keluargamu?”.
Abdurrahman bin Auf menjawab, “Saat ini hartaku berjumlah 8000 dirham; 4000 dirham aku pinjamkan (sedekahkan) untuk kepentingan agama Allah, sedangkan 4.000 sisanya aku simpan untukku dan keluargaku”.
Mendengar itu Nabi Saw. pun mendoakannya,
“ بارك الله لك فيما أعطيت وفيما أمسكت”
“Semoga Allah memberkahimu dengan apa yang telah kau berikan dan juga apa yang kau simpan.”
Doa ini pun menjadi kenyataan, ketika Abdurrahman bin Auf menjemput ajal, ia meninggalkan harta warisan untuk kedua istrinya sebesar 180.000 dirham, sehingga masing-masing istrinya mendapat 90.000 dirham.
Pelajaran Ketiga, Tidak ada perbuatan yang sia-sia
Firman Allah, Wa shaddaqa bil husnaa (“Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik.”) yakni diberi balasan atas semuanya itu. Demikian yang dikemukakan oleh Qatadah. Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Yaitu dengan peninggalan.”
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab, dia berkata, aku pernah  bertanya kepada Rasulullah saw mengenai  kata al husnaa, maka beliau menjawab: “Al husnaa berarti syurga.”
Orang-orang yang berani mengeluarkan hartanya di jalan Allah. Ia tak pernah khawatir sedikit pun akan ditimpa kebangkrutan. Lalu ia juga bertakwa yaitu menjaga diri dari yang diharamkan Allah SWT, keluar dari rambu takwa. Sebagaimana ditafsirkan oleh Ibnu Abbas ra. Dan ia meyakini bahwa yang dilakukannya tidaklah sia-sia. Allah SWT telah menjanjikan balasan yang sangat luar biasa. Maka ia mempercayainya dengan sepenuh hati dan itu nampak ketika ia memberi dengan apa pun yang dimilikinya.
Belajarlah dari petani yang membiarkan burung memakan tanamannya. Dari Jabir bin Abdullah Rodhiyallohu ‘Anhu dia berkata, telah bersabda Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam:
فَلاَ يَغْرِسُ الْمُسْلِمُ غَرْسًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَ لاَ دَابَّةٌ وَ لاَ طَيْرٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman lalu tanaman itu dimakan manusia, binatang ataupun burung melainkan tanaman itu menjadi sedekah baginya sampai hari kiamat.” (HR. Imam Muslim hadits no.1552(10))
Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa hadits tersebut merupakan dalil yang jelas mengenai anjuran Nabi SAW untuk bercocok tanam, karena di dalam bercocok tanam terdapat 2 manfaat yaitu manfaat dunia dan manfaat agama.
Pertama: Manfaat yang bersifat Dunia (dunyawiyah) dari bercocok tanam adalah menghasilkan produksi (menyediakan bahan makanan). Karena dalam bercocok tanam, yang bisa mengambil manfaatnya, selain petani itu sendiri juga masyarakat dan negerinya. Siapa pun rela mengeluarkan uang karena mereka butuh kepada hasil-hasil pertaniannya.
Selain itu bercocok tanam juga menjadikan lingkungan menjadi lebih sehat untuk manusia dimana udara menjadi segar karena tanaman menghasilkan oksigen yang diperlukan oleh manusia untuk proses pernafasan. Tanaman berupa pepohonan juga memberikan kerindangan bagi orang-orang yang berteduh di bawahnya, kesejukan bagi orang yang ada di sekitarnya. Tanaman juga menjadikan pemandangan alam yang enak dan indah dipandang. Lihatlah hamparan tanah yang dipenuhi oleh tanam-tanaman tentunya hati dibuat senang melihatnya, perasaan pun menjadi damai berada di dekatnya.
Kedua: Manfaat yang bersifat agama (diniyyah) yaitu berupa pahala atau ganjaran. Sesungguhnya tanaman yang kita tanam apabila dimakan oleh manusia, binatang baik berupa burung ataupun yang lainnya meskipun satu biji saja, maka itu bernilai sedekah bagi penanamnya. Dan tentu nilai sedekah itu paling tidak 700 kali lipat di hadapan Allah SWT sebagai disebutkan dalam Al-quran.
Pelajaran Keempat, sebuah pengorbanan akan selalu tercatat sebagaimana asbab nuzul ayat ini
Imam Al-Wahidi dalam kitab asbab nuzulnya menyebutkan, ayat ini diturunkan untuk mengabadikan akhlak mulia Abu Bakar ra yang membeli Bilal bin Rabah dari Umayah bin Khalaf serta memerdekakan Bilal tanpa syarat apapun. Zubair bin Awwam menceritakan bahwa pembelian Bilal dihina oleh banyak orang karena menurut mereka alangkah baiknya jika Abu Bakar membeli budak yang lebih baik dari Bilal. Tapi penghinaan ini tak digubris oleh Abu Bakar.
Menurut riwayat lain ayat ini diturunkan untuk mengapresiasi Abu Dahdah al-Anshary yang suatu hari berada di kediaman seorang munafik yang memiliki kurma. Ia melihat kurma-kurma tersebut berjatuhan ke rumah tetangganya yang yatim. Orang munafik tersebut mengambili kurma-kurma tersebut, khawatir akan diambil oleh anak-anak yatim tetangganya.
Abu Dahdah al-Anshary berkata kepada mereka, “Biarkan saja itu untuk mereka maka engkau akan mendapat gantinya di surga”. Namun sang munafik tersebut tidak menggubrisnya. Abu Dahdah kemudian membelinya semuanya dan menghibahkannya untuk anak-anak yatim tersebut.
Pelajaran Kelima, Tawakkal dalam berbuat
Ketika para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah itu berarti kita bertawakkal saja?”. Rasulullah Saw luruskan makna tawakkal dengan kata, “Berbuatlah!”. Tawakkal bukan berarti tidak bekerja, berbuat dan seterusnya. Justru tawakkal adalah bagian dari berbuat.
Manusia harus bertawakkal sebagaimana burung bertawakal. Dari Umar bin Khattab dari Nabi SAW bersabda, “Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal. Pasti Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung. Di saat ia berangkat di pagi hari perutnya masih kosong. Dan ketika ia kembali ke sarangnya di sore hari perutnya sudah kenyang.” ( HR. Ahmad).
Allah SWT Ar-Rozzaq menjamin rezekinya burung. Maka sebagaimana Ia memberi rezeki kepada burung, begitu pula Ia akan memberi kita rezeki. Bahkan rezeki kita telah ditetapkan sebelum kita dilahirkan, saat kita masih berada dalam kandungan ibu kita.
Yang perlu disadari, kita tidak akan meninggal dunia kecuali Allah SWT telah cukupkan rezeki kita. Rasulullah SAW bersabda, “Demi Zat yang jiwa Muhammad berada dalam gengaman tangan-Nya, Tidak akan meninggal setiap jiwa (manusia) sebelum sempurna jatah rezekinya. Bertakwalah kepada Allah dan carilah rezeki dengan cara yang baik. Jangan sampai karena rezeki kalian datangnya lambat, membuat kalian mencarinya dengan cara tidak taat kepada Allah (cara yang haram). Sebab apa (rezeki) yang ada pada Allah tidak akan diperoleh kecuali dengan taat kepada-Nya. Pena-pena (pencatat takdir) telah diangkat dan kertasnya pun telah kering (takdir telah ditetapkan)”. (HR. Tabrani).
Waallahu A’lam.

Ketika Nabi Ibrahim AS Berdoa

Oleh : Adi Setiawan, Lc., MEI. (Imam dan Khatib Sholat Idul Adha 1437H) di Lapangan Sekolah Tinggi Perikanan Pasar Minggu Jaksel
 
Nabi Ibrahim AS dikenal sebagai abul anbiya’ (bapak para nabi). Dua puteranya Ismail dan Ishaq AS juga diangkat sebagai nabi. Nasab (garis keturunan) nabi Muhammad SAW sampai kepada nabi Ismail AS. Nabi Yusuf AS dan ayahnya nabi Ya’qub AS juga merupakan keturunan nabi Ishaq AS.
Gelar ini disandang bukan hanya karena anak keturunannya banyak yang diangkat sebagai nabi, melainkan nabi Ibrahim AS juga rajin mendoakan kebaikan bagi anak keturunannya tersebut. Ia berdoa untuk ketentraman kehidupan keturunannya di kota Mekkah yang saat itu masih padang pasir nan gersang. Ia panjatkan untuk keberkahan rezeki dari jenis buah-buahan bagi penduduknya.
Setelah meninggikan bangunan Ka’bah, ia berharap setiap jengkal kebaikan yang ia lakukan dengan puteranya Ismail Allah SWT terima. Dengan syahdu ia mohonkan agar anak keturunannya, Allah SWT bimbing sehingga mereka menjadi umat yang senantiasa mengenal-Nya dan hanya berserah diri kepada-Nya. Ia terus-menerus berdoa dan berdoa.
Untaian doa spesifik nabi Ibrahim AS kepada Allah SWT agar disempurnakan nikmat bagi keluarganya, ditambahkan rahmat bagi keturunannya. Kemudian ia perjelas isi doanya agar Allah SWT mengirim utusan dari golongan mereka sendiri, yang profesional siap menyampaikan manhaj langit dalam rangka mencegah kehancuran bumi karena kemaksiatan yang menyebar, kekafiran yang meningkat dan penyembahan berhala oleh berbagai etnis manusia.
Sebagai seorang ayah, nabi Ibrahim AS ingin anak keturunannya mempunyai misi yang jelas di muka bumi. Ia berdoa agar ada di antara :

  • Keturunannya yang bertugas yatlu alaihim ayaatik : berarti senantiasa membacakan alquran kepada kaumnya.
  • Kemudian wa yu’allimuhum al-kitab wa al-kitab : berarti mengajarkan kandungan alquran sekaligus hadits yang keduanya bersumber dari Allah SWT sendiri.
  • Dan yuzakkihim : berarti menyucikan mereka, dalam artian memimpin kaumnya menuju jalan kebenaran dan kesempurnaan iman.

Dan doa yang sangat spesifik ini terkabul di saat Allah SWT mengangkat Muhammad sebagai nabi dan rasul dari keturunan nabi Ibrahim AS setelah beberapa generasi terlewati.
Lebih lanjut doa agar diutus utusan dari semua garis keturunannya, menunjukkan bijaksananya pikiran seorang nabi Ibrahim AS. Ia ingin nabi dan rasul yang Allah SWT utus adalah dari golongan keturunannya masing-masing. Dan ini merupakan penolakan terhadap umat Yahudi yang selalu menginginkan setiap nabi itu hanya dari golongan mereka.
Di saat mereka merasa lebih utama dari umat lain. Padahal mereka adalah keturunan nabi Ya’qub bin Ishaq AS. Sedangkan nabi Muhammad SAW sendiri adalah keturunan nabi Ismail bin Ibrahim AS yang tentunya merupakan saudara nabi Ishaq AS.
Dalam rangkaian doa nabi Ibrahim AS selalu terpancar optimisme yang diiringi dengan rasa tawakkal. Ia memuji Allah SWT, innaka anta al-Aziz al-Hakim, yang Maha Perkasa yang tentu tidak ada menandingi kekuasaan-Nya. Yang Maha Bijaksana, menentukan segala sesuatu dengan penuh hikmah.
Tak ada yang tercipta kecuali adalah kuasa Allah SWT atasnya. Tidak ada peristiwa yang terjadi kecuali termaktub dalam hukum-Nya. Nabi Ibrahim AS mengajarkan ini semua kepada keturunannya.
Belajar dari sosok abul anbiya’ ini yang terus berdoa kepada Allah SWT demi kebaikan keturunannya, demi kemaslahatan umat manusia. Di saat senang atau pun duka terus berdoa terbayang kekuasaan Allah SWT atas alam semesta. Meminta dengan jelas, apa yang sedang terbetik di dalam hati, terpikir oleh akal, dan terucap oleh lisan.
Optimisme akan terkabulnya doa. Dan terakhir dihiasi dengan tawakkal, menyerahkan keputusan kepada-Nya. Tanpa banyak menduga-duga bahkan cenderung suudzon (berburuk sangka). Yang ada hanyalah bekarya, berdoa dan tawakkal kepada Allah SWT Sang Pencipta.
Waallahu A’lam.

Puasa dan Sabar

Tausiyah Iman – 24 Mei 2016
 
Membiasakan diri dan mendidik jiwa untuk bertaqwa  merupakan hikmah terbesar dari puasa Ramadhan. Meninggalkan yang sebenarnya dibolehkan terlebih lagi yang terlarang.
Semua dilakukan semata-mata patuh terhadap perintah Allah SWT dan berharap masuk surga dari pintu ar-royyan yang telah dijanjikan.
Sabar dalam melaksanakan perintah puasa akan mempermudah untuk meninggalkan segala yang haram.
Bukankah sabda Rasulullah SAW :
“ash-shiyam nisfus shobri, puasa itu setengah dari kesabaran” (HR. Ibnu Majah).
(Baca juga: Tanda Orang Tertipu)
Ustadz Adi Setiawan, Lc., MEI
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman

Mengelola Informasi

Tausiyah Iman – 17 Mei 2016
 
Ibnu Abbas berkata, “Tidak ada air di dalam tanah kecuali yang turun dari langit. Akan tetapi, celah-celah kecil di dalam tanah mengubahnya. Hal itu terdapat pada firman-Nya, ‘Fasalakahu yanaabii’a fil ardhi’ (diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi). Diantara rahasianya adalah supaya yang asinnya kembali tawar. Kemudian Dia menaikkannya ke permukaan.”
Setiap berita yang datang ibarat air bagi kita. Terkadang sudah tawar (benar) maka boleh dipublikasikan. Dan terkadang masih asin (perlu diklarifikasi kebenarannya).
Jangan sampai kita menyebarkan berita kebohongan yang berpotensi merusak seperti air ketika tidak dikelola dan dimanfaatkan dengar benar.
Waallahu a’lam
Ustadz Adi Setiawan, Lc., MEI
(Baca juga: Makna Akhlak yang Hakiki)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman

Lupa Peringatan Allah

Tausiyah Iman – 11 Mei 2016
 
Allah SWT berfirman,
Siapa yang berpaling dari peringatan yang Aku turunkan, dia akan mendapatkan kehidupan yang sempit…” (QS. Thaha: 124).
Siapakah mereka yang lupa dengan peringatan Allah SWT?
Mereka adalah orang-orang yang bergelut dengan harta haram, mencari nafkah dengan pekerjaan haram, menjual barang haram atau membolehkan orang lain menjualnya. Maka mereka tidak jauh dari ayat ini, mereka lupa bahwa Allah peringatkan agar kita menjauhi dan menjauhkan orang lain dari hal-hal yang haram.
Waallahu A’lam
Ustadz Adi Setiawan, Lc., MEI
(Baca juga: Menjalani Hidup Sesuai Keinginan Allah)
•••
Join Channel Telegram: http://tiny.cc/Telegram-AlimanCenterCom
Like Fanpage: fb.com/alimancentercom
•••
Rekening donasi dakwah:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman