by Danu Wijaya danuw | Apr 29, 2017 | Artikel, Dakwah
Kisah ini dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdiri di atas sebatang pohon kurma ketika berkhutbah. Setelah dibuatkan mimbar, kami mendengar sesuatu pada batang pohon kurma tersebut seperti suara teriakan unta yang hamil. Sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam turun, lalu meletakkan tangannya pada batang kurma tersebut. Setelah itu, batang pohon itu pun diam.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Ketika hari Jum’at, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk di atas mimbar. Lalu batang kurma yang biasa beliau berkhutbah di sana itu berteriak, hampir-hampir batang kurma itu terbelah.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Lalu batang kurma itu berteriak seperti teriakan anak kecil. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam turun lalu memegangnya dan memeluknya. Setelah itu, mulailah batang pohon itu mengerang seperti erangan anak kecil yang sedang diredakan tangisannya sampai ia terdiam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,
“Ia menangis karena dzikir yang dulu biasa ia dengar.” (HR. Bukhari no. 2095. Disebutkan dalam Riyadh Ash-Shalihin karya Imam Nawawi pada hadits no. 1831).
Pohon Kurma Termasuk Makhluk Allah yang Bertasbih
Kisah tangisan pohon kurma merupakan kisah yang benar-benar nyata yang diketahui dari khalaf (yang belakangan) dari salaf (yang sebelumnya ada).
Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata bahwa ini merupakan tanda kalau benda seperti batang kurma yang tidak bergerak memiliki perasaan seperti hewan, bahkan lebih unggul dari beberapa hewan yang lebih cerdas. Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala di mana sebagian ulama maknakan secara tekstual.
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Isra’: 44)
Ibnu Abi Hatim telah menukilkan dari Manaqib Asy-Syafi’i, dari bapaknya, dari ‘Amr bin Sawad, dari Imam Asy-Syafi’i, ia berkata
“Allah tidaklah pernah memberikan sesuatu kepada seorang Nabi seperti yang diberikan pada Nabi Muhammad.”
Tanda Mukjizat Nabi Muhammad saw : Tangisan Pohon Kurma
Aku (Ibnu Abi Hatim) berkata, “Nabi Isa diberi mukjizat bisa menghidupkan yang mati.”
Imam Syafi’i berkata, “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi mukjizat bisa mendengar suara rintihan batang kurma yang menangis (karena ia tidak mendengar lagi dzikir yang dibaca Nabi ketika Nabi beralih menggunakan mimbar). Mukjizat ini lebih luar biasa dari mukjizat yang diberikan pada Nabi Isa.” (Fath Al-Bari, 6: 603)
Pohon Kurma Menangis Karena Cinta dan Rindu pada Nabinya, Bagaimana dengan Kita Manusia?
“Wahai kaum muslimin, batang kurma saja bisa merintih karena rindu bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kalian harusnya lebih berhak rindu pada beliau.” (Fath Al-Bari, 6: 697).
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Jika semua hal-hal tadi lebih dicintai daripada Allah dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalan Allah, maka tunggulah musibah dan malapetaka yang akan menimpa kalian.”
Ancaman keras inilah yang menunjukkan bahwa mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari makhluk lainnya adalah wajib.
Ingatlah tanda cinta Allah adalah dengan mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”.” (QS. Ali Imran: 31).
Allahu ‘alam.
Sumber: Rumaysho
by Danu Wijaya danuw | Apr 29, 2017 | Artikel, Dakwah
Abu Bakr Al-Balkhi rahimahullah pernah mengatakan:
“Bulan Rajab adalah bulan menanam, bulan Sya’ban adalah bulan menyirami tanaman, dan bulan Sya’ban adalah bulan memanen tanaman.”
Dan beliau juga mengatakan:
“Perumpamaan bulan Rajab adalah seperti angin, bulan Sya’ban seperti awan yang membawa hujan dan bulan Ramadhan seperti hujan.
Barang siapa yang tidak menanam di bulan Rajab dan tidak menyiraminya di bulan Sya’ban, bagaimana mungkin dia memanen hasilnya di bulan Ramadhan?”
Ada beberapa amalan yang biasa dilakukan oleh Rasulullah dan para assalafush shalih pada bulan ini. Amalan-amalan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Memperbanyak Puasa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak puasa pada bulan ini tidak seperti beliau berpuasa pada bulan-bulan yang lain.
عَنْ عَائِشَةَ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا- قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ, فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha bahwasanya dia berkata,
“Dulu Rasulullah saw berpuasa sampai kami mengatakan bahwa beliau tidak berbuka, dan berbuka sampai kami mengatakan bahwa beliau tidak berpuasa.
Dan saya tidak pernah melihat Rasulullah saw menyempurnakan puasa dalam sebulan, kecuali di bulan Ramadhan.
Dan saya tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada bulan Sya’ban.” (HR Al-Bukhari no. 1969 dan Muslim 1156/2721)
Begitu pula istri beliau Ummu Salamah radhiallahu ‘anha mengatakan:
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَصُومُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ إِلاَّ شَعْبَانَ وَرَمَضَانَ.
“Saya tidak pernah mendapatkan Nabi saw berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali bulan Sya’ban dan Ramadhan.” (HR An-Nasai no. 2175 dan At-Tirmidzi no. 736. Di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasai)
Ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hampir berpuasa Sya’ban seluruhnya.
Para ulama menyebutkan bahwa puasa di bulan Sya’ban meskipun dia hanya puasa sunnah, tetapi memiliki peran penting untuk menutupi kekurangan puasa wajib di bulan Ramadhan. Seperti shalat fardhu, shalat fardhu memiliki shalat sunnah rawatib, yaitu: qabliyah dan ba’diyah. Orang yang memulai puasa di bulan Sya’ban insya Allah tidak terlalu kesusahan menghadapi bulan Ramadhan.
2. Membaca Al-Qur’an
Membaca Al-Qur’an mulai diperbanyak dari awal bulan Sya’ban, sehingga ketika menghadapi bulan Ramadhan, seorang muslim akan bisa menambah lebih banyak lagi bacaan Al-Qur’an-nya. Salamah bin Kuhail rahimahullah berkata:
كَانَ يُقَالُ شَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ الْقُرَّاءِ
“Dulu dikatakan bahwa bulan Sya’ban adalah bulan para qurra’ (pembaca Al-Qur’an).”
Begitu pula yang dilakukan oleh ‘Amr bin Qais rahimahullah apabila beliau memasuki bulan Sya’ban beliau menutup tokonya dan mengosongkan dirinya untuk membaca Al-Qur’an.
3. Mengerjakan amalan-amalan shalih
Seluruh amalan shalih disunnahkan dikerjakan di setiap waktu. Untuk menghadapi bulan Ramadhan para ulama terdahulu membiasakan amalan-amalan shalih semenjak datangnya bulan Sya’ban.
Amal shalih yang dianjurkan untuk memperbanyak amalan sunah seperti membaca Al-Qur’an, berdzikir, beristighfar, shalat tahajud dan witir, shalat dhuha, dan sedekah. Untuk mampu melakukan hal itu semua dengan ringan dan istiqamah, kita perlu banyak berlatih.
Di sinilah bulan Sya’ban menempati posisi yang sangat urgen sebagai waktu yang tepat untuk berlatih membiasakan diri beramal sunah secara tertib dan kontinu.
Dengan latihan tersebut, di bulan Ramadhan kita akan terbiasa dan merasa ringan untuk mengerjakannya. Dengan demikian, tanaman iman dan amal shalih akan membuahkan takwa yang sebenarnya.
Inilah sekelumit amalan sunnah di bulan Sya’ban dan persiapan yang selayaknya dilakukan oleh kaum muslimin dalam rangka menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan.
Semoga kita termasuk golongan yang bisa berniat, berucap, dan berbuat yang terbaik di bulan Sya’ban dan Ramadhan yang akan datang. Hanya kepada Allah SWT kita memohon petunjuk dan pertolongan.
Wallahu a’lam bish shawab..
by Danu Wijaya danuw | Apr 28, 2017 | Artikel, Berita, Internasional
Korea Utara adalah negara yang ‘tertutup’ terhadap berbagai macam akses informasi dan pengaruh dari luar. Termasuk soal agama. Namun kabarnya pengaruh Islam juga sampai di negeri komunis itu.
Tidak diketahui pasti bagaimana Islam menyebar dan masuk ke Korea Utara. Namun laporan PEW Research Center menyebutkan bahwa jumlah komunitas Muslim yang ada di sana hanya sekitar 2.000 jiwa, kurang dari 0,1 persen dari keseluruhan penduduk.
1. Islam hanya dari diplomat Kedutaan Asing saja

Suasana didalam masjid di Korut yang kebanyakan diisi wajah Kedutaan Asing
Dilansir dari laman nknews.org, Islam di Korea Utara hanya dipeluk oleh para staf kedutaan ataupun para pekerja organisasi internasional.
Rata-rata penduduk Korea Utara adalah Ateis/komunis. Sehingga pemeluk agama seperti Islam maupun Nasrani bersatu di bawah federasi agama Korea.
2. Hanya memiliki Satu Masjid di Kedubes Iran

Islam di Korea Utara ditopang oleh sebuah masjid bernama Pyongyang Mosque. Pyongyang Mosque merupakan satu-satunya masjid yang dimiliki negara komunis itu.
Masjid ini berlokasi di dalam Komplek Kedutaan Besar Iran, di Kota Pyongyang, tepat di sebelah Kantor Kedubes Rumania.
Meski begitu, sejauh ini tak ada yang tahu pasti seperti apa aktivitas rutin muslim Korea Utara di masjid tersebut.
3. Kemungkinan 0% warga asli Korea Utara memeluk Islam dan agama lain
Korea Utara dengan Islam mungkin bukan padanan yang pas. Tapi pada kenyataannya Islam berpotensi berkembang di sana, meskipun sangat lambat.
Pada data agamanya tercatat beberapa nama Islam di sana. Jumlahnya memang sedikit, tidak sampai 1%.
Menurut data yang ada, dipastikan 0% warga Korea Utara memeluk Islam. Tidak ada seorang pun masyarakat asli yang menjadi muslim.
Agama ini sendiri dibawa oleh diplomat-diplomat dari negara Islam, serta duta besar di sana.
4. Perayaan Keislaman di Korut Dilakukan oleh Kedutaan Indonesia

Perayaan idul adha di masjid dgn papan nama Rouhani, terlihat paling kanan orang malaysia-indonesia
Kedutaan RI ternyata sudah bolak-balik melakukan berbagai macam acaara keislaman. Mulai dari Nuzulul Qur’an saat bulan Ramadhan hingga dengan Idul Fitri.
Tak ada masalah, pemerintah sana baik-baik saja dengan itu. Makanya, ini jadi bukti jika Korut sebenarnya membolehkan kegiatan Islam di masjid tertentu.
by Danu Wijaya danuw | Apr 28, 2017 | Adab dan Akhlak, Artikel
Hari Jum’at adalah hari terbaik selama sepekan. Allah siapkan ampunan, pengabulan doa, dan pahala besar bagi hamba-hamba beriman. Hendaknya mereka meningkatkan amal shalih dan ketaatan.
Salah satu amal shalih yang mendapat perhatian para ulama adalah sedekah. Yakni mengeluarkan infak dan sedekah di hari yang Allah limpahkan karunia dan kebaikan kepada para hamba-Nya. Sedekah yang diberikan akan bermanfaat bagi banyak orang dan menjadi amal yang baik.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya shadaqah pada hari Jum’at itu memiliki kelebihan dari hari-hari lainnya. Shadaqah pada hari itu dibandingkan dengan hari-hari lainnya dalam sepekan, seperti shadaqah pada bulan Ramadhan jika dibandingkan dengan seluruh bulan lainnya.”
Lebih lanjut, Ibnul Qayyim juga mengatakan, “Aku pernah menyaksikan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, jika berangkat menunaikan shalat Jum’at membawa apa yang terdapat di rumahnya, baik itu roti atau yang lainnya untuk dia shadaqahkan selama dalam perjalanannya itu secara sembunyi-sembunyi.”
Aku pun, lanjut Ibnul Qayyim, pernah mendengar gurunya mengatakan, “Jika Allah telah memerintahkan kepada kita untuk bershadaqah di hadapan seruan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka shadaqah di hadapan seruan Allah Ta’ala jelas lebih afdhal dan lebih utama fadhilahnya.”
Disebutkan dalam hadits Ka’ab,
والصدقة فيه أعظم من الصدقة في سائر الأيام
“Sedekah di dalamnya lebih besar pahalanya daripada semua hari.” (HR. Abdurrazaq di Mushannafnya no 5558, hadits mauquf shahih dan memiliki hukum marfu’)
Begitulah kemuliaan Jumat yang dilakukan para ‘alim ulama. Fadhilah sedekah dihari Jumat yang dilakukan ulama shalih untuk menjadi acuan tabungan akhirat dalam kebaikan bagi seluruh umat Islam di dunia.
by Danu Wijaya danuw | Apr 28, 2017 | Artikel, Dakwah
Bulan Sya’ban adalah bulan yang terletak setelah bulan Rajab dan sebelum bulan Ramadhan. Bulan ini memiliki banyak keutamaan.
Ibadah-ibadah dibulan sya’ban diperbanyak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah saw mengisinya dengan memperbanyak berpuasa di bulan ini sebagai persiapan menghadapi bulan Ramadhan.
Bulan ini dinamakan bulan Sya’ban karena di saat penamaan bulan ini banyak orang Arab yang berpencar-pencar mencari air atau berpencar-pencar di gua-gua setelah lepas bulan Rajab. Ibnu Hajar Al-‘Asqalani mengatakan:
وَسُمِّيَ شَعْبَانُ لِتَشَعُّبِهِمْ فِيْ طَلَبِ الْمِيَاهِ أَوْ فِيْ الْغَارَاتِ بَعْدَ أَنْ يَخْرُجَ شَهْرُ رَجَبِ الْحَرَامِ وَهَذَا أَوْلَى مِنَ الَّذِيْ قَبْلَهُ وَقِيْلَ فِيْهِ غُيْرُ ذلِكَ.
“Dinamakan Sya’ban karena mereka berpencar-pencar mencari air atau di dalam gua-gua setelah bulan Rajab Al-Haram. Sebab penamaan ini lebih baik dari yang disebutkan sebelumnya. Dan disebutkan sebab lainnya dari yang telah disebutkan.” (Fathul-Bari (IV/213), Bab Shaumi Sya’ban)
Banyak orang menyepelekan bulan ini. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan keutamaan bulan syaban dalam hadits berikut:
Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid radhiallahu ‘anhuma bahwasanya dia berkata,
“Ya Rasulullah! Saya tidak pernah melihat engkau berpuasa dalam satu bulan di banding bulan-bulan lain seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban ?”
Beliau menjawab, “Itu adalah bulan yang banyak manusia melalaikannya, terletak antara bulan Rajab dan Ramadhan. Dia adalah bulan amalan-amalan di angkat menuju Rabb semesta alam. Dan saya suka jika amalanku diangkat dalam keadaan saya sedang berpuasa”. (HR An-Nasai no. 2357, Syaikh Al-Albani menghasankannya dalam Shahih Sunan An-Nasai)
Sahabat Amr bin Qais apabila memasuki bulan sya’ban, ia menutup tokonya dan meluangkan waktu khusus untuk membaca Al Qur’an. Seraya ia berkata, “Sungguh beruntung ia memperbaiki dirinya sebelum ramadhan.”
Sejauh mana persiapanmu menjelang ramadhan?
Sebesar itulah peluangmu meraih kesuksesanmu di bulan tersebut.