0878 8077 4762 [email protected]

Ketika Ibu Marah Terhadap Syeikh AsSudais

SIAPA yang tidak mengenal Syeikh Abdurrahman AsSudais? Imam Masjidil Haram, sekaligus hafidz yang memiliki suara yang sangat menyentuh para ma’mum dan pendengarnya.
Tetapi ternyata di balik kesuksesannya, beliau memiliki kisah unik di masa kecilnya.
Ketika itu orang tua Syeikh Sudais akan kedatangan tamu kehormatan, sehingga ibunda Syeikh Sudais menyiapkan hidangan termasuk memasak kambing untuk menyambut tamu tersebut.
Ketika hidangan sudah siap saji, masuklah Sudais kecil setelah bermain ke dalam rumahnya. dan alangkah kagetnya sang IBU melihat apa yang Sudais kecil lakukan terhadap hidangan yang sudah ia siapkan.
Sudais kecil menaburkan pasir ke dalam hidangan kambing yang disiapkan ibunya.
Kaget bercampur kesal akhirnya ibunda beliau memarahinya,  “Sudais, dasar kamu anak nakal! Awas kamu kalau sudah besar kamu akan menjadi IMAM MASJIDIL HARAM!”
Kemarahan ibunda Sudais inilah yang menjadi do’a luar biasa untuknya.
Sudais dewasa tumbuh menjadi seorang Imam Besar Masjidil Haram, sesuai dengan apa yang diucapkan oleh ibunya

Ada Doa dan Dzikir Agar Bebas Utang

Utang adalah perkara yang dihalalkan dalam Islam. Tetapi, jika tidak hati-hati, utang bisa membawa musibah. Karena sebuah utang itu sangat wajib untuk kita lunasi.
Utang juga tidak hanya berupa uang, utang pun dapat berupa janji atau tindakan. Seorang sahabat pernah mengeluh kepada Rasulullah Muhammad SAW. Sahabat itu sedang kesulitan karena utang.
” Kenapa tidak amalkan Sayyidul Istighfar?” kata Rasulullah.
Rasulullah kemudian menyarankan sahabatnya untuk mengamalkan zikir Sayyidul Istighfar antara terbit fajar dan Sholat Subuh.
Subhaanallaahi wa bi hamdih, subhaanallaahil ‘azhiim, astaghfirullaah, 100 kali.
Artinya,
” Mahasuci Allah dan segala puji bagi-Nya. Mahasuci Allah yang Maha Agung. Aku memohon ampun kepada Allah,” 100 kali.
Kemudian ada doa melunasi utang yang dibaca sebelum tidur. Doa ini adalah di antara doa yang bisa diamalkan untuk melunasi utang.
Telah diceritakan dari Zuhair bin Harb, telah diceritakan dari Jarir, dari Suhail, ia berkata, “Abu Shalih telah memerintahkan kepada kami bila salah seorang di antara kami hendak tidur, hendaklah berbaring di sisi kanan kemudian mengucapkan,

اَللَّهُمَّ رَبَّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ، رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، فَالِقَ الْحَبِّ وَالنَّوَى، وَمُنْزِلَ التَّوْرَاةِ وَاْلإِنْجِيْلِ وَالْفُرْقَانِ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ شَيْءٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهِ. اَللَّهُمَّ أَنْتَ اْلأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ اْلآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُوْنَكَ شَيْءٌ، اِقْضِ عَنَّا الدَّيْنَ وَأَغْنِنَا مِنَ الْفَقْرِ

Allahumma robbas-samaawaatis sab’i wa robbal ‘arsyil ‘azhiim, robbanaa wa robba kulli syai-in, faaliqol habbi wan-nawaa wa munzilat-tawrooti wal injiil wal furqoon. A’udzu bika min syarri kulli syai-in anta aakhidzum binaa-shiyatih.
Allahumma antal awwalu falaysa qoblaka syai-un wa antal aakhiru falaysa ba’daka syai-un, wa antazh zhoohiru fa laysa fawqoka syai-un, wa antal baathinu falaysa duunaka syai-un, iqdhi ‘annad-dainaa wa aghninaa minal faqri.
Artinya:
“Ya Allah, Rabb yang menguasai langit yang tujuh, Rabb yang menguasai ‘Arsy yang agung, Rabb kami dan Rabb segala sesuatu. Rabb yang membelah butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah, Rabb yang menurunkan kitab Taurat, Injil dan Furqan (Al-Qur’an).
Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan segala sesuatu yang Engkau memegang ubun-ubunnya (semua makhluk atas kuasa Allah).
Ya Allah, Engkau-lah yang awal, sebelum-Mu tidak ada sesuatu. Engkaulah yang terakhir, setelahMu tidak ada sesuatu. Engkau-lah yang lahir, tidak ada sesuatu di atasMu. Engkau-lah yang Batin, tidak ada sesuatu yang luput dari-Mu.
Lunasilah utang kami dan berilah kami kekayaan (kecukupan) hingga terlepas dari kefakiran.” (HR. Muslim no. 2713)
Imam Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa maksud utang dalam hadits tersebut adalah kewajiban pada Allah Ta’ala dan kewajiban terhadap hamba seluruhnya, intinya mencakup segala macam kewajiban.” (Syarh Shahih Muslim, 17: 33).
Juga dalam hadits di atas diajarkan adab sebelum tidur yaitu berbaring pada sisi kanan.
Semoga bisa diamalkan dan Allah memudahkan segala urusan kita dan mengangkat kesulitan yang ada.
Namun, hal yang perlu diingat jika kita memiliki utang, selain berdoa dan berzikir, anda pun perlu berusaha untuk membayar utang tersebut.

Pengakuan Pengurus Mushala Soal Amplifier : Demi Allah, Itu Biadab Sekali

BEKASI –  Aksi pembakaran hidup-hidup pria yang dituduh mencuri amplifier sebuah masjid di Cikarang Utara, Bekasi masih menjadi viral di medsos sebagai pembicaraan publik hingga sekarang.
Bila sebelumnya dari pengakuan saksi mata ada pengakuan pria yang dibakar hidup-hidup kalau ia tak melakukan pencurian amplifier.
Namun kesaksian pengurus mushala berbeda.
Reporter Tribunnews.com menemui langsung dan mewawancarai secara eksklusif bagaimana rentetan kejadian secara detail, hingga pria ini tertangkap lalu dihajar massa.
Muhammad Al Zahra alias Joya (30) warga Kampung Jati RT 04/05, Desa Cikarang Kota, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi yang dibakar hidup-hidup, berdasar cerita pengurus musala diduga kuat melakukan pencurian amplifier mushala.
Sekuat tenaga pengurus mushala dan beberapa tokoh mengamankan Joya.
Pengurus mushala bahkan sempat kena pukul warga yang emosi, karena mengamankan Joya.
Suatu saat kondisi tenang, Rojali lalu ambil motor dan mengembalikan ampli ke mushala, tapi malamnya ia kaget ternyata pria yang diduga kuat pelaku pencurian tersebut dibakar hidup-hidup.
Bagaimana kisah selengkapnya?
Air bekas wudhu masih terlihat di wajah Rojali, dua titik berwarna hitam, jelas terlihat di keningnya.
Janggut yang memanjang juga terlihat masih basah.
Kedua bola matanya terlihat merah dengan garis tipis di kedua ujung mata.
“Tidak bisa tidur nyenyak,” katanya usai menjalani salat Dzuhur di Musala Al Hidayah, Desa Hurip Jaya, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Sabtu (5/8/2017).
Rojali merupakan satu-satunya orang yang melihat betul kejadian saat MA masuk dan keluar dari mushala tanpa mengucap sapa sama sekali, meski berpapasan sangat dekat.
Tidak ada juga senyum dari MA kepada Rojali yang saat itu sedang membersihkan halaman mushala.
Saat Tribun mencoba untuk meminta kronologi kejadian, senyum terkembang dari Rojali terlihat.
Seraya berdiri dari tempat shalatnya, Rojali mengajak.
“Mari saya ceritakan supaya jelas semuanya,” ajaknya keluar dari mushala.
Dia mulai menuturkan saat awal pertemuannya dengan MA di depan mushala yang didominasi warna biru cerah itu.
MA sama sekali tidak mengucap salam atau senyum kepada pria berusia 40 tahun itu. Padahal dia berada persis di halaman musala.
MA kemudian mulai mencari tempat Wudhu untuk menunaikan shalat Ashar.
Sementara Rojali mengambil selang air untuk diisi di dalam sebuah ember besar tidak jauh dari halaman musala.
Pasalnya, pada hari itu, akan ada acara haul organisasi setempat yang akan diadakan di musala itu.
“Itu di depan banyak debunya, jadi saya mau bersihkan halaman. Soalnya malam mau dipakai acara. Jadi saat saya isi ember, MA itu ambil wudhu di keran kedua itu,” dia menunjuk tempat Wudhu yang berada di sisi kanan musala.
Beberapa saat kemudian, dia kembali berpapasan dengan MA yang hendak keluar dari mushala, dan sekali lagi, tidak ada senyum dan sapa kepada Rojali yang hendak kembali ke Mushala dari warung pulsa yang berjarak 10 meter.
“Pas keluar ya biasa saja, saya tidak memerhatikan betul dia. Hanya lewat saja sudah,” tuturnya.
Zainudin, kerabat Rojali tidak lama datang untuk mengecek kesiapan sound system mushala yang akan digunakan untuk acara malam itu.
Di situ, Rojali baru sadar ketika satu amplifiernya yang digunakan untuk adzan Ashar sudah lenyap.
“Saya bilang ke mamang saya ada kok tadi. Saya Adzan Ashar kan pakai itu. Saya cek ke dalam, saya baru ingat si MA itu, karena hanya dia sendirian yang masuk ke sini terakhir. Saat shalat Ashar pun saya hanya berdua sama anak saya,” jelas pegawai kantor Minyak Sawit itu.
Bersujud minta maaf
MA dicari oleh sejumlah orang dari Desa ‘Hurip Jaya’ usai Rojali menceritakan kehilangan amplifier kepada para tetangga sekitar dan anak-anak muda yang ada di sekitar rumahnya.
Mereka semua, kata Rojali, berpencar untuk mencari orang yang membawa sepeda motor berwarna merah dan amplifier di depan joknya.
“Ampli-nya lumayan besar. Jadi saya pikir akan ditaruh di antara jok motor dan setang. Saya mintakan bantuan untuk menemui sepeda motor bebek warna merah,” kata dia.
Sekitar 30 menit pencarian, akhirnya, Rojali menemukan MA di tengah jalan.
Saat dipepet, MA seketika tancap gas dan kejar-kejaran berlangsung.
Sekitar 500 meter mengejar, MA kemudian melarikan diri ke kali dekat dengan jalan raya.
Di sana, sudah banyak pemuda yang berteriak “Maling-maling,”
“Saya saat itu juga ikut mengejar. Tapi Demi Allah, Demi Rasulullah, saya tidak meneriaki dia. Justru saya meminta agar dia dilepaskan dan amplifier mushala bisa kembali,” kata dia dengan suara tegas.
Bogem mentah tidak dapat dihindari, saat MA keluar dari kali dan tersungkur di jalanan.
Rojali masuk ke dalam kerumunan dan meminta tokoh masyarakat setempat menenangkan massa.
Beberapa pukulan juga sempat melayang ke arah belakang Rojali dan tokoh agama yang berada untuk melindungi MA untuk mempersiapkan acara haul di mushala dekat rumahnya.
“MA sempat bangun dan bersujud minta maaf di hadapan saya. Dia bilang minta maaf berulang kali,” suara Rojali mulai lirih.
Sesaat keadaan mulai tenang ketika tokoh masyarakat hadir dan akan membawa MA ke Balai Desa setempat untuk dilindungi.
Rojali mempercayai langkah selanjutnya kepada tokoh setempat untuk penanganan selanjutnya dan kembali ke motornya untuk mengambil satu amplifier yang dibawa oleh MA.
“Saya baru tahu malamnya kalau dia dibakar. Demi Allah, itu biadab sekali.” Ucapnya seraya jari telunjuknya menghadap ke atas.
“Tak pernah saya berpikir kalau akan berakhir seperti itu. Allah pasti akan membalas perbuatan (membakar) itu,” tambahnya.
Kini, pihak kepolisian sedang menyidik peristiwa pidana tersebut.
Yakni dugaan pencurian amplifier yang dilakukan MA dan aksi pengeroyokan dan pembakaran yang membuat MA tewas.
Untuk kasus dugaan pengeroyokan terhadap MA, polisi telah menetapkan dan menahan dua tersangka, SU (39) dan NA (40). Sementara 5 orang lainnya termasuk yang menyiramkan bensin sedang dalam pencarian.
 
Sumber : TribunNews

Ummu Sulaim Dan Maskawin Dari Ibnu Thalhah

TAHUKAH Anda, apa maskawin terbesar sepanjang sejarah? Apakah maskawin tersebut bernilai jutaan bahkan milyaran rupiah? Ataukah berupa rumah beserta segala isinya yang mewah?
Bukan itu,wahai saudariku. Maskawin terbesar sepanjang sejarah adalah maskawin yang diterima oleh Ummu Sulaim. Siapakah Ummu Sulaim itu?
Ummu Sulaim adalah salah satu wanita yang telah mendapatkan tiket masuk surga. Sebagaimana yang diberitakan oleh Nabi Muhammad Shallallaahu’alaihi wa Sallam.
Beliau Shallallaahu’alaihi wa Sallam bersabda, “Aku bermimpi masuk surga. Di sana aku bertemu dengan Al-Ramaisha’ (julukan Ummu Sulaim), istri Abu Thalhah.
Aku pun mendengar suara bakiyak, lalu aku bertanya, “Siapa?” Seseorang menjawab, “Bilal.”
Aku melihat rumah gedung yang di halamannya ada seorang wanita (bidadari). Aku bertanya, “Rumah ini milik siapa?” Seseorang menjawab, “Milik Umar.” Aku ingin sekali masuk ke dalamnya untuk melihat-lihat. Lalu aku ingat kecemburuan Umar. Umar pun berkata, “Demi Allah, wahai Rasulullah, akulah yang pantas cemburu kepadamu.”
Suatu hari, Abu Thalhah datang untuk meminang Ummu Sulaim. Pada saat itu, Abu Thalhah belum menjadi seorang yang beriman. Oleh karena itu, Ummu Sulaim berkata, “Kalau saya sendiri menerimamu dengan sepenuh hati. Orang sepertimu sayang untuk ditolak. Akan tetapi, engkau masih kafir, sedangkan aku wanita muslimah. Jika kamu mau masuk Islam, maka keislamanmu itu adalah maskawin untukku, aku tidak meminta yang lainnya darimu.” Abu Thalhah pun mengucapkan dua kalimat Syahadat, lalu menikahi Ummu Sulaim.
Tsabit berkata, “Aku tidak pernah mendengar maskawin yang lebih mulia dari pada maskawin Ummu Sulaim, yaitu Islam.”
Salah satu obsesi terbesarnya adalah maskawinnya berupa Islam. Dia tidak berpikir maskawinnya berupa uang, harta benda atau sesuatu yang mahal. Tujuan utamanya adalah berdakwah meskipun akhirnya harus berbuah pernikahannya dengan laki-laki yang menjadi objek dakwah.
Remaja putri sekarang berpandangan bahwa termasuk sebuah penghinaan dan pelecehan kodrat wanita bila maskawin untuk wanita sangat sedikit. Mereka lebih mengidamkan seorang laki-laki yang berpenampilan necis dan berkantong tebal, meskipun dia tidak rajin shalat, atau jauh dari kebaikan perangai dan budi pekerti.
Berbeda dengan mereka, Ummu Sulaim mendambakan seorang suami yang beriman. Dia tidak ragu menolak laki-laki kafir, walaupun ia seperti seorang yang sayang untuk ditolak. Syarat menikahinya bukan penampilan fisik dan seorang profesional, tetapi pencariannya hanya satu maskawinnya berupa Islam. Sedangkan materi bukan menjadi perhitungannya sama sekali.
 
Sumber : Buku “Kado Pernikahan”, karya Abdullah bin Muhammad Al-Dawud/Ismp

Teladan Imam Abu Hanifah Biar Tak Lupa Sama Warung Tetangga

 
MASYARAKAT modern saat ini lebih gemar berbelanja di minimarket milik segelintir pemodal besar, ketimbang warung tetangga. Padahal bisa jadi warungnya ini yang menjadi sumber nafkah bagi keluarga dan pendidikan anak-anaknya.
Contoh lain, beberapa orang bersikeras menawar harga sayuran di pedagang kecil yang harganya mungkin hanya ribuan perak. Padahal di kesempatan lain, ia bisa menghabiskan uang hingga ratusan ribu hanya untuk makan di restoran tanpa tawar-menawar atau merasa dirugikan.
Baiknya kita mencontoh perbuatan Imam Abu Hanifah yang berlaku ‘anti-mainstream’ (berbeda dari umumnya) kepada seorang penjual seperti dikisahkan dalam kitab Mausu’atul Akhlaq waz Zuhdi war Raqaiq karya Yasir ‘Abdur Rahman.
Pada suatu hari Nu’man bin Tsabit bin Zuta bin Mahan at-Taymi atau lebih dikenal dengan sebutan Abu Hanifah didatangi seorang perempuan yang membawa pakaian sutra di tangannya.
Perempuan ini berniat menjual pakaian mewah tersebut kepada Abu Hanifah.
“Berapa harganya,” tanya Imam Abu Hanifah.
“Seratus dirham.”
“Tidak. Nilai barang ini lebih dari seratus dirham.”
Sontak pernyataan Abu Hanifah ini membuat si perempuan heran. Lazimnya pembeli selalu menawar barang dagangan dengan harga yang lebih murah, bukan ingin membeli dengan harga yang mahal.
Akhirnya perempuan itu pun melipatgandakan harga pakaian sutranya menjadi empat ratus dirham.
“Bagaimana jika barang itu lebih mahal lagi?” tantang Abu Hanifah.
“Anda bercanda?” Tanya perempuan tersebut tercengang.
“Jika Anda tidak percaya, silakan datangkanlah seseorang untuk menaksir harganya!”
Lalu Perempuan itu akhirnya menghadirkan seorang laki-laki untuk menaksir harga pakaian sutranya.
“Pakaian sutra ini seharga lima ratus dirham,” ungkap si laki-laki.
Imam Abu Hanifah lantas membayarnya kontan dengan harga lima ratus dirham. Abu Hanifah paham, perempuan tersebut menjual pakaian sutranya lantaran dalam kondisi sangat membutuhkan uang