by Sharia Consulting Center scc | Jun 30, 2016 | Artikel, Ramadhan
Oleh : Sharia Consulting Center
Wanita Shalat Tarawih di Masjid
Seorang wanita diperbolehkan untuk datang ke masjid, baik untuk shalat tarawih, berdzikir maupun mendengarkan pengajian
Jika kehadirannya tersebut tidak menyebabkan terjadinya fitnah baginya atau bagi orang lain. Hal itu sesuai dengan sabda Rasulullah Saw:
” لا تمنعوا إماء الله مساجد الله” رواه البخاري
“Janganlah kalian melarang wanita-wanita untuk mendatangi masjid- masjid Allah” (HR. Bukhari).
Namun demikian, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi yang diantaranya:
- Harus berhijab
- Tidak berhias
- Tidak memakai parfum
- Tidak mengeraskan suara, dan
- Tidak menampakkan perhiasan.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw:
“إذا شهدت إحداكن المسجد فلا تمس طيبا” رواه مسلم والنسائي وأحمد عن زينب
“Jika salah seorang diantara kalian (para wanita) ingin mendatangi masjid, maka janganlah menyentuh wangi-wangian” (HR. Muslim).
“أيما امرأة تطيبت ثم خرجت إلى المسجد لم تقبل لها صلاة حتى تغتسل” رواه ابن ماجة عن أبي هريرة
“Wanita manapun yang memakai wangi-wangian, kemudian pergi ke masjid, maka shalatnya tidak diterima sampai ia mandi“. (HR. Ibnu Majah)
Wanita dan I’tikaf
Sebagaimana disunnahkan bagi pria, i’tikaf juga disunnahkan bagi wanita. Sebagaimana istri Rasulullah Saw juga melakukan i’tikaf, tetapi selain syarat-syarat yang disebutkan diatas, maka i’tikaf bagi kaum wanita harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Mendapatkan persetujuan (ridha) suami atau orang tua. Apabila suami telah mengizinkan istrinya untuk i’tikaf, maka ia tidak dibolehkan menarik kembali persetujuan itu.
- Agar tempat dan pelaksanaan i’tikaf wanita memenuhi tujuan umum syariat. Kita telah mengetahui bahwa salah satu rukun atau syari’at i’tikaf adalah berdiam di masjid. Untuk kaum wanita, ulama sedikit berbeda pendapat tentang masjid yang dapat dipakai wanita untuk beri’tikaf. Tetapi yang lebih afdhal -wallahu a’lam- ialah i’tikaf di masjid (tempat shalat) di rumahnya. Manakala wanita mendapatkan manfaat dari i’tikaf di masjid umum, tidak masalah bila ia melakukannya.
Sumber :
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center
by Sharia Consulting Center scc | Jun 30, 2016 | Artikel, Ramadhan
Oleh : Sharia Consulting Center
Hal-hal yang Disunnahkan Saat I’tikaf
Disunnahkan bagi orang yang beri’tikaf untuk memperbanyak ibadah dan taqarrub kepada Allah Swt, seperti
- Shalat sunnah
- Membaca Al-Qur’an
- Tasbih, tahmid, tahlil, takbir
- Istighfar
- Shalawat kepada Nabi Saw
- Do’a dan sebagainya.
Namun demikian yang menjadi prioritas utama adalah ibadah-ibadah mahdhah. Bahkan sebagian ulama seperti Imam Malik meninggalkan segala aktivitas ilmiah lainnya dan berkosentrasi penuh pada ibadah-ibadah mahdhah.
Dalam upaya memperkokoh keislaman dan ketaqwaan, diperlukan bimbingan dari orang-orang yang ahli. Karenanya dalam memanfaatkan momentum i’tikaf bisa dibenarkan melakukan berbagai kajian keislaman yang mengarahkan para peserta i’tikaf untuk membersihkan diri dari segala dosa dan sifat tercela serta menjalani kehidupan sesudah i’tikaf secara lebih baik sebagaimana yang ditentukan Allah Swt dan Rasul-Nya.
Hal-hal yang Diperbolehkan
Orang yang beri’tikaf bukan berarti hanya berdiam diri di masjid untuk menjalankan peribadatan secara khusus. Ada beberapa hal yang diperbolehkan.
- Keluar dari tempat i’tikaf untuk mengantar isteri, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Saw terhadap istrinya Shafiyah Radliallahu ‘Anha (HR. Bukhori Muslim).
- Menyisir atau mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan tubuh dari kotoran dan bau badan.
- Keluar ke tempat yang memang amat diperlukan seperti untuk buang air besar dan kecil, makan dan minum (jika tidak ada yang mengantarkan), dan segala sesuatu yang tidak mungkin dilakukan di masjid. Tetapi ia harus segera kembali setelah menyelesaikan keperluannya.
- Makan, minum dan tidur di masjid dengan senantiasa menjaga kesucian dan kebersihan masjid.
Hal-hal yang Membatalkan I’tikaf
- Meninggalkan masjid dengan sengaja tanpa keperluan, meski sebentar, karena meninggalkan masjid berarti mengabaikan salah satu rukun i’tikaf yaitu berdiam di masjid.
- Murtad (keluar dari agama Islam)
- Hilang akal karena gila atau mabuk
- Haidh
- Nifas
- Berjima’ (bersetubuh dengan istri), tetapi memegang isteri tanpa nafsu (syahwat), tidak apa-apa sebagaimana yang dilakukan Nabi dengan isteri-isterinya.
- Pergi shalat Jum’at (bagi mereka yang memperbolehkan i’tikaf di mushalla yang tidak dipakai shalat Jum’at).
Semoga pada Ramadhan tahun ini kita dapat menghidupkan kembali sunnah i’tikaf sebagai bekal kita meraih nilai taqwa yang maksimal.
Sumber :
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center
by Sharia Consulting Center scc | Jun 29, 2016 | Artikel, Ramadhan
Oleh : Sharia Consulting Center
Islam merupakan agama yang mudah. Perintah dan larangannya mudah dan sesuai dengan fitrah manusia. Setiap perintah Allah pasti memberikan manfaat kepada manusia jika dilaksanakan. Setiap larangan-Nya pasti memberikan kebaikan bagi mereka, jika ditinggalkan. Tidak ada satu kewajiban atau larangan dalam Islam yang memberatkan manusia. Allah Swt berfirman:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS Al-Baqarah 185).
Dalam kondisi-kondisi tertentu, Islam memberikan keringanan dalam pelaksanaan ibadah. Bagi orang yang sakit dan musafir (orang dalam berpergian jauh) banyak diberikan kemudahan dalam Islam.
Orang yang sedang melakukan safar (perjalanan), termasuk mudik pulang ke kampung halaman saat lebaran adalah orang yang mendapat rukhsah (keringanan). Di antara kemudahan yang diberikan Islam, yaitu pada saat melaksanakan shalat wajib.
Keringanan shalat saat safar di antaranya dibolehkan mengqashar (mengurangi rakaat shalat) dan menjama (menggabung) shalat dan lain-lain. Rasulullah Saw bersabda:
إن الله تعالى يحب أن تؤتى رخصه، كما يكره أن تؤتى معصيته
Artinya: “Sesungguhnya Allah suka jika diambil keringanannya sebagaimana benci jika maksiat kepada-Nya” (HR Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Baihaqi).
Panduan ibadah bagi musafir (pemudik), terdiri dari :
- Shalat berjamaah
- Shalat bagi musafir
- Adab safar
- Doa safar
Dengan panduan ringkas ini kami berharap agar umat Islam yang sedang dalam bepergian dan mudik pulang kampung tetap dapat melaksanakan shalat dengan baik dan memenuhi ibadah lainnya, sehingga mudik yang dilakukannya senantiasa dipenuhi berkah dan rahmat Allah Swt
1. Shalat Jamaah
Shalat adalah rukun Islam kedua setelah syahadat dan fardhu ain (kewajiban yang mengikat setiap individu muslim) dalam setiap kondisi. Baik kondisi aman maupun perang, kondisi sehat maupun sakit, kondisi muqim (menetap) maupun safar (bepergian).
Shalat merupakan tiang agama. Bahkan, shalat merupakan tolok ukur perbuatan yang dapat dilihat untuk membedakan seorang muslim atau tidak. Rasulullah Saw bersabda:
بين الرجل وبين الشرك والكفر ترك الصلاة
Artinya: ”Batas antara seorang lelaki dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat” (HR Muslim, Abu Dawud, at-tirmidzi dan Ibnu Majah).
العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة، فمن تركها فقد كفر
Artinya: “Janji yang mengikat antara kita dan mereka adalah pada shalat. Siapa yang meninggalkannya maka telah kafir”(HR Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Hakim).
Umat Islam harus memelihara shalatnya dengan senantiasa dilaksanakan secara berjamaah, baik dalam kondisi muqim maupun musafir, aman maupun perang, sehat maupun sakit. Allah Swt berfirman:
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ(238)
“Peliharalah segala shalat (mu), dan (peliharalah) shalat wustha. Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu`” (QS Al Baqarah 238).
*bersambung
Sumber :
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center
by Sharia Consulting Center scc | Jun 18, 2016 | Artikel, Ramadhan
Oleh: Sharia Consulting Center
Ibadah yang sangat ditekankan Rasulullah Saw di malam Ramadhan adalah Qiyam Ramadhan. Qiyam Ramadhan diisi dengan shalat malam atau yang biasa dikenal dengan shalat tarawih. Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ قامَ رَمَضانَ إيماناً واحْتِسَاباً غُفِرَ لهُ ما تَقدّمَ مِنْ ذَنْبِهِ”
“Barangsiapa yang melakukan qiyam Ramadhan dengan penuh iman dan perhitungan, maka diampuni dosanya yang telah lalu” (Muttafaqun ‘aliahi).
Cara Melaksanakan Shalat Tarawih
Dalam hadits Bukhari riwayat Aisyah menjelaskan bahwa cara Nabi Saw dalam menjalankan shalat malam adalah :
Dengan melakukan tiga kali salam, masing-masing terdiri 4 rakaat yang sangat panjang ditambah 4 rakaat yang panjang pula, ditambah 3 rakaat sebagai penutup (Lihat Fathul Bari : Ibid).
Bentuk lain yang merupakan penegasan secara qauli dan fili juga menunjukkan bahwa shalat malam dapat pula dilakukan dua rakaat-dua rakaat dan ditutup satu rakaat.
Ibnu Umar ra menceritakan bahwa seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw tentang cara Rasulullah Saw mendirikan shalat malam, beliau menjawab: ”Shalat malam didirikan dua rakaat-dua rakaat jika ia khawatir akan tibanya waktu Shubuh, maka hendaknya menutup dengan satu rakaat (Mutaffaq alaihi al-Lulu wal Marjan : 432).
Hal ini ditegaskan filiyah Nabi Saw dalam hadits Muslim dan Malik ra (lihat Syarh Shahih Muslim 6/ 46-47; Muwatha dalam Tanwir: 143-144).
Dari sini Ibnu Hajar menegaskan bahwa Nabi Saw terkadang melakukan witir/penutup shalatnya dengan satu rakaat dan terkadang menutupnya dengan tiga rakaat.
Dengan demikian shalat malam termasuk tarawih dapat didirikan dengan :
- Dua rakaat-dua rakaat dan ditutup dengan satu rakaat
- Atau bisa juga empat rakaat-empat rakaat dan ditutup dengan 3 rakaat.
Demikian penjelasan seputar shalat tarawih dalam perspektif Islam. Semoga Allah Saw memberkahi dan selalu mengkaruniakan kesatuan dan persatuan umat melalui ibadah yang mulia ini.
Baca juga:
Panduan Shalat Tarawih (bagian 1)
Panduan Shalat Tarawih (bagian 2)
Sumber:
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center
by Sharia Consulting Center scc | Jun 15, 2016 | Artikel, Ramadhan
Oleh: Sharia Consulting Center
Shaum atau shiyam bermakna menahan (al-imsaak), dan menahan itulah aktivitas inti dari puasa. Menahan makan dan minum serta segala macam yang membatalkannya dari mulai terbit fajar sampai tenggelam matahari dengan diiringi niat. Jika aktivitas menahan ini dapat dilakukan dengan baik, maka seorang muslim memiliki kemampuan pengendalian, yaitu pengendalian diri dari segala hal yang diharamkan Allah.
Al-Quran menjelaskan bahwa ibadah puasa adalah ibadah alamiyah (universal) yang dilakukan oleh umat-umat terdahulu. Bahkan tradisi puasa juga dilakukan oleh binatang-binatang. Hakikat ini mengantarkan pada kita bahwa puasa adalah suatu aktivitas yang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk menuju tingkat kesempurnaannya.
Oleh karena itu orang-orang beriman harus mengetahui segala hal yang terkait dengan puasa, sehingga ibadah itu dapat menghasilkan sesuatu yang paling maksimal dalam kehidupan dirinya, keluarga dan masyarakat. Baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam berpuasa, orang beriman tentunya harus mengikuti tuntunan Rasul Saw atau sesuai dengan adab-adab Islam sehingga puasanya benar. Dalam hal ini bahwa yang harus diperbanyak dalam bulan Ramadhan adalah ibadah, bukan makan atau memindahkan jadwal makan, apalagi daftar dan menu makan lebih banyak dari hari biasa. Pilar-pilar di bawah ini yang dapat mengantarkan kesempurnaan puasa umat Islam.
1. Memahami Fiqih Shiyam (Puasa)
Setiap ibadah dalam Islam pasti ada fiqihnya, begitu juga shiyam. Maka memahami fiqih dalam setiap ibadah adalah suatu keniscayaan yang tidak boleh ditinggalkan orang-orang beriman.
Dengan fiqih inilah, puasa yang dilakuakan oleh umat Islam benar-benar bernilai ibadah dan bukan tradisi yang dilakukan hanya sekedar ikut-ikutan tanpa mengetahui adab-adabnya dan segala sesuatu yang terkait dengan puasa.
Bukankah banyak umat Islam yang berpuasa cuma mengikuti arus orang banyak dan tradisi yang berjalan secara turun temurun?
Di beberapa daerah di Indonesia, setelah sahur, masyarakat turun ke jalan, sebagiannya tidak shalat Shubuh. Jalan-jalan ke sana kemari tidak ada sasaran yang jelas, kecuali menghabiskan waktu. Bahkan sebagian mereka — mungkin sebagian besar — berjalan-jalan dengan lawan jenisnya, bukan suami-istri. Tradisi yang lain jalan-jalan menunggu waktu berbuka, bahasa Sundanya ngabuburit. Tradisi lain main-main di masjid saat shalat tarawih, atau menyimpan banyak sekali daftar makanan. Tradisi yang buruk dan membahayakan adalah main petasan dan masih banyak lagi.
Puasa bukanlah sekedar tidak makan dan tidak minum, tapi ada rambu-tambu kehidupan yang harus ditaati, sehingga puasa itu menjadi sarana tarbiyyah (pendidikan) menuju kehidupan yang bertaqwa kepada Allah Swt. Puasa seperti inilah yang bisa menghapus dosa seorang muslim, Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيماناً واحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ ما تَقَدّمَ مِنْ ذَنْبِهِ،
”Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan sepenuh iman dan kesungguhan, maka akan diampunkanlah dosa-dosa yang pernah dilakukan.” (HR. Bukhari dan Muslim ).
2. Mengetahui awal dan akhir Ramadhan dengan benar.
Salah satu yang prinsip dan harus diketahui oleh setiap muslim adalah pengetahun tentang awal dan akhir Ramadhan, sehingga ibadah yang dilakukannya sesuai sunnah Rasul saw . dalam beberapa hadits Rasulullah saw . telah menetapkan awal dan akhir Ramadhan, beliau bersabda:
صُومُوا لِرُؤْيتِهِ وأَفْطِرُوا لِرُؤْيتِهِ فإِن غُمّ عَلَيْكُم فَأكْمِلُوا العِدة
Artinya: ”Puasalah kamu jika melihat bulan, dan berbukalah kamu jika melihat bulan. Jika terhalang (mendung) maka sempurnakan bilangannya” (Muttafaqun ‘alaihi).
Pembahasan penentuan awal dan akhir Ramadhan telah dilakukan secara rinci sebelumnya
3. Tidak berbuka tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat Islam.
Seorang muslim yang di bulan Ramadhan tidak berpuasa atau berbuka tanpa alasan syari, maka dia telah melakukan dosa besar. Karena puasa Ramadhan adalah salah satu dari rukun Islam. Rasulullah Saw bersabda :
مَنْ أفْطَرَ يَوْماً مِنْ رَمَضَانَ منْ غَيْرِ رُخْصَةٍ ولا مَرَضٍ لَمْ يَقْضِ عنهُ صَوْمُ الدّهْرِ كُلّهِ وإنْ صَامَهُ”
“Barangsiapa tidak puasa pada bulan Ramadhan sekalipun sehari tanpa alasan rukhshah atau sakit, hal itu (merupakan dosa besar) yang tidak bisa ditebus, bahkan seandainya ia berpuasa selama satu tahun (HR.At-Turmudzi).
4. Menjauhi hal-hal yang dapat mengurangi atau bahkan menggugurkan nilai shiyam
Puasa merupakan pengendalian diri dari segala sesuatu yang haram, syubhat, dan perkataan serta perbuatan yang tidak terpuji. Sehingga orang-orang beriman harus berusaha semaksimal mungkin menjaga puasanya dan tidak dirusak dengan perkataan dan perbuatan yang tidak terkait dengan nilai ibadah, khususnya ibadah puasa. Rasulullah bersabda bahwa:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لله حَاجَةٌ في أنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang selama berpuasa tidak juga meninggalkan kata-kata bohong bahkan mempraktekkannya, maka tidak ada nilainya bagi Allah, apa yang ia sangkakan sebagai puasa, yaitu sekedar meninggalkan makan dan minum” (HR.Bukhari dan Muslim).
5. Bersungguh-sungguh puasa karena Allah SWT dengan keyakinan penuh akan kebaikan-kebaikannya
Rasulullah Saw. bersabda:
من صام يوما في سبيل الله بعد الله وجهه عن النار سبعين خريفا
“Barangsiapa berpuasa sehari di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka selama 70 tahun” (Muttafaqun ‘alaihi).
6. Bersahur
Makan pada waktu sahur adalah berkah. Bagi orang yang hendak berpuasa, disunnahkan untuk makan sahur pada saat sebelum tiba waktu subuh (fajar), sahur merupakan makanan yang berkah (Al-ghada’ al-mubarak). Dalam hal ini Rasulullah bersabda bahwa :
“تسحروا فإن في السحور بركة
“Makan sahurlah, karena pada makan sahur ada keberkahan” (HR Muslim)
السحور أكلة بركة فلا تَدَعوه ولو أن أحدكم تجرَّع جرعة ماء، فإن اللّه وملائكته يصلون على المتسحرين” (رواه الإمام أحمد عن أبي سعيد الخدري)
”Makanan sahur semuanya bernilai berkah, maka jangan kalian tinggalkan, sekalipun hanya dengan seteguk air. Allah dan para Malaikat mengucapkan salam kepada orang-orang yang makan sahur (HR. Ahmad).
7. Ifthar (berbuka puasa)
Ketika waktu Maghrib telah tiba, yakni saat matahari telah terbenam, maka saat itulah waktu berbuka. Sangat ditekankan kepada orang yang berpuasa untuk segera berbuka puasa.
Rasulullah pernah menyampaikan bahwa salah satu indikasi kebaikan umat, manakala mereka mengikuti sunnah dengan mendahulukan ifthar dan mengakhirkan sahur.
Sabda Rasulullah Saw, “Sesungguhnya termasuk hamba Allah yang paling dicintai oleh-Nya ialah mereka yang bersegera berbuka puasa.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Bahkan beliau mendahulukan ifthar, walaupun hanya dengan ruthab (kurma mengkal), atau tamar (kurma), atau air saja (HR. Abu Daud dan Ahmad).
8. Berdoa
Sesudah menyelesaikan ibadah puasa dengan berifthar, Rasulullah Saw sebagaimana yang beliau lakukan sesudah menyelesaikan suatu ibadah, dan sebagai wujud syukur kepada Allah, beliau membaca doa sebagai berikut:
عن أنس قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال : بسم الله اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطر ت. وزاد ابن عباس وقال: فتقبل مني إنك انت السميع العليم.
وعن ابن عمر قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا افطر قال : ذهب الظمأ وابتلـت العروق وثبت الاجر إن شاء الله
“Ya Allah, karena Engkau kami berpuasa, dan atas rezeki-Mu kami berbuka”, dan ditambahkan oleh Ibnu Abbas: “Maka terimalah doaku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Dan dari Ibnu Umar menceritakan ketika Rasulullah Saw berbuka, beliau mengucapkan: Telah hilang rasa haus dan basahlah tenggorokan serta ditetapkanlah ganjaran, atas kehendak Allah.”
Rasulullah bahkan mensyariatkan agar orang-orang yang berpuasa banyak memanjatkan doa, sebab doa mereka akan dikabulkan oleh Allah.
Dalam hal ini beliau pernah bersabda bahwa, “Ada tiga kelompok manusia yang doanya tidak ditolak oleh Allah. Yang pertama ialah doa orang-orang yang berpuasa, sehingga mereka berbuka.” (HR.Ahmad dan Turmudzi).
(Baca juga: Orang Yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa dan Wajib Membayar Fidyah)
Sumber:
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center