by Danu Wijaya danuw | Nov 26, 2016 | Adab dan Akhlak, Artikel
Diriwayatkan oleh Abu Imamah al Bahili dalam hadist Rasulullah bersabda :
“Apabila seorang hamba mukmin sakit, maka Allah mengutus 4 malaikat untuk datang padanya.”
Allah memerintahkan :
1. Malaikat pertama untuk mengambil kekuatannya sehingga menjadi lemah.
2. Malaikat kedua untuk mengambil rasa lezatnya makanan dari mulutnya
3. Malaikat ketiga untuk mengambil cahaya terang di wajahnya sehingga berubahlah wajah si sakit menjadi pucat pasi.
4. Malaikat keempat untuk mengambil semua dosanya, maka berubahlah si sakit menjadi suci dari dosa.
Tatkala Allah akan menyembuhkan hamba mukmin itu, Allah memerintahkan kepada malaikat pertama, kedua, dan ketiga untuk mengembalikan kekuatannya, rasa lezat, dan cahaya di wajah sang hamba.
Namun untuk malaikat keempat , Allah tidak memerintahkan untuk mengembalikan dosa-dosanya kepada hamba mukmin. Maka bersujudlah para malaikat itu kepada Allah seraya berkata : “Ya Allah mengapa dosa-dosa ini tidak Engkau kembalikan?”
Allah menjawab: “Tidak baik bagi kemuliaan-Ku jika Aku mengembalikan dosa-dosanya setelah Aku menyulitkan keadaan dirinya ketika sakit. Pergilah dan buanglah dosa-dosa tersebut ke dalam laut.”
Dengan ini, maka kelak si sakit itu berangkat ke alam akhirat dan keluar dari dunia dalam keadaan suci dari dosa sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Penyakit panas itu menjaga tiap mu’min dari neraka, dan panas semalam cukup dapat menebus dosa setahun.” (HR Al-Qadha’i).
Kemudian sabda Rasulullah, “Tidaklah seorang muslim yang tertimpa gangguan berupa penyakit atau semacamnya, kecuali Allah akan menggugurkan bersama dengannya dosa-dosanya, sebagaimana pohon yang menggugurkan dedaunannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
by Danu Wijaya danuw | Nov 23, 2016 | Adab dan Akhlak, Artikel
Selalu ada waktu yang harus terluang untuk keluarga. Allah akan pertanyakan kepemimpinan dan bimbingan kita. Seruan sang Nabi, “Dan berilah peringatan keluargamu yang terdekat!” Q.S. Asy Syu’ara ayat 24. Maka hikmah dan nasihat adalah hak mereka. Allah katakan, “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” Q.S. At Tahrim ayat 66. Maka dihajatkan agar penuh takwah kepada Allah.
Bahwa ada kisah Nabi Nuh yang memiliki istri durhaka dan anak durhaka. Anak dan istri adalah tugas kita mengupayakan agar kelak berkumpul bahagia di surga. Anak dan istri adalah titipan-Nya, maka kita harus menjaga agar kelak saat dikembalikan mereka sesuai keadaan awalnya : fitrah.
Bahagialah suami dan ayah yang memastikan tiap suapan ke mulut anak – istri dan segala yang dikenakan, halal dan thayyib tak meragukan. Bahagialah suami dan ayah yang membimbing anak dan istri mengulang hafalan Qur’an dan menceritakan kisah sirah Nabi dan Para Sahabat. Bahagialah suami dan ayah yang mendoakan keselamatan, keberkahan, serta kebaikan anak-istri dan keturunannya.
Bagi suami; mereka penggenap separuh agama, penjaga ketaatan, tempat menghindar dari yang haram dan keji menuju berkah dan suci. Maka para istri itu tahu, untuk siapa mereka berdandan dan mempercantik diri. Tersenyumlah dan penuh permuliaan menyambut suami pulang.
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah, ProU Media
by Danu Wijaya danuw | Nov 20, 2016 | Adab dan Akhlak, Artikel
Seorang fakir miskin bertanya kepada seorang alim, “kenapa aku dilahirkan menjadi miskin seperti ini?”
Alim itu menjawab, “karena engkau tidak belajar untuk memberi.”
Si fakir pun bingung dan berkata, “apa yang bisa kuberikan padahal aku tak punya apa-apa.”
Jawab sang alim, “kau memiliki wajah yang engkau bisa gunakan untuk memberi senyuman kepada orang lain.
Kau memiliki mulut yang bisa kau gunakan untuk memberi ucapan indah dan hal-hal baik.
Kau memiliki mata yang bisa kau gunakan untuk memberi pandangan kebaikan pada orang lain.
Kau memiliki hati yang bisa kau gunakan untuk memberi tempat dihati kepada semua orang.
Sebenarnya engkau tidak miskin, orang miskim adalah yang miskin ruhnya.”
by Danu Wijaya danuw | Nov 18, 2016 | Adab dan Akhlak, Artikel
Tempat paling aman untuk sembunyi adalah kejujuran. Layang-layang justru bisa terbang saat melawan angin. Jangan gentar saat harus menunjukkan kebenaran. Tetapi pastikan ada benang yang terhubung pada-Nya yaitu keimanan.
Allah Swt berfirman dalam Al Qur’an : “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah Swt. dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (Q.S. Al ahzab : 70).
Tiap orang hebat dengan kedudukan tinggi mulai bermasalah, saat lebih berhasrat pada suatu jabatan daripada memperjuangkan apa yang diyakininya. Tiap ahli bidang apapun mulai bermasalah, saat lebih berhasrat tunjukkan keahlian dibanding berkarya pada apa yang dicintainya. Tiap penyeru kebaikan mulai bermasalah, saat terjebak pada kesibukan menanggapi saja bukan bawakan amal.
Penyeru kebajikan percaya dan terpesona pada apapun niat baik. Mereka terhubung ke langit dengan ibadahnya, menjadikan kerendahan hati sebagai penggenap bagi cantiknya kebenaran. Dan ia adalah wujud rahmat-Nya, lembut hati dan pemaaf, memudahkan bukan mempersulit, membawa kabar gembira dan tak membuat lari.
Sederhana memperindah semuanya. Yang miskin jadi terlihat kaya. Yang kaya jadi bersifat mulia. Yang jelata jadi dipercaya. Yang berkuasa jadi dicinta.
Tiap orang akan mati diatas apa yang dia biasakan hidup padanya. Maka sekecil apapun kebaikan sangat berharga untuk diistiqamahkan. Kebenaran terlihat indah, bila disandingkan dengan kerendahan hati. Kebaikan hanya manis jiak dibersamai ketulusan jiwa.
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah, ProU Media
by Danu Wijaya danuw | Nov 17, 2016 | Adab dan Akhlak, Artikel
Pada suatu hari dimusim haji, sahabat Nabi yang berilmu, Abdullah Ibnu Umar dikelilingi orang berbagai bangsa yang hendak mengambil manfaat ilmu darinya.
Salah satu dari mereka bertanya, “Apakah darah nyamuk itu najis, wahai sahabat Nabi yang berlimpah ilmu?”
Ibnu Umar memandang dan bertanya, “Apakah engkau berasal dari Irak wahai saudaraku?” Si penanya mengangguk.
“Celaka penduduk Irak, mereka bertanya soal darah nyamuk padahal tangan mereka kala itu berlumuran darah cucu Rasulullah!” Teriak Ibnu Umar.
Lalu menangislah Ibnu Umar mengenang saudara periparannya, Husain bin Ali. Mereka bukan penduduk Irak yang membunuh Husain, tapi mereka mengundangnya dengan janji pembelaan. Lalu ketika Husain datang, mereka menutup pintu.
Ketika beliau dibantai di Karbala Irak, tak satupun pengundang itu mengulurkan tangan. Itulah mengapa Ibnu Umar menyebut mereka “berlumuran darah cucu Rasulullah.” Husain terzalimi oleh pengundang, sebelum pembunuhnya.
Alangkah indah cinta putra Sahabat Nabi dari Abu Bakar (Muhammad bin ABU BAKAR) dan Umar (Salim bin Abdillah bin UMAR) kepada anak Husain.
Putra Muhammad bin Abu Bakar dan putra Abdullah bin Umar kepada anak Husain yang sebatang kara, Zainal Abidin. Saling peluk dan takzim kala berjumpa, dan mendoakan rahmat jika berpisah.
Begitulah teladan dari para keturunan Sahabat kepada keluarga Rasul (Ahlul Bait). Tak ada saling hujat dan tak ada menyiksa diri dari tragedi karbala.
Sumber :
Menyimak Kicau, Merajut Makna, Salim A. Fillah, Pro U Media
by Danu Wijaya danuw | Nov 16, 2016 | Adab dan Akhlak, Artikel
Begitu mulia antar ulama untuk saling menghormati dan menghindari perdebatan, seperti pulangnya ulama mesir Syekh Amr mendadak dari Indonesia, dan sikap Din Syamsudin yang tidak hadir disebuah acara televisi.
Imam Syafi’i menuturkan alasan meninggalkan Baghdad, “Kutinggalkan Baghdad, sebab disana ada seorang yang alim dan terpercaya, fakih dan zahid, ahli hadis dan fasih, yaitu Imam Ahmad bin Hanbal.
Imam Abu Hanifah menjelaskan, ” Demi Allah, Malik ialah penjaga warisan Rasulullah. Bagaimana mungkin aku akan berpendapat jika dia telah membawakan hadist.”
Imam Malik memuji, “Alangkah cerdasnya ia, andai mengqiyaskan tempat ini kekayuan, kalian semua akan percaya.”
Ibnu Athailah berkata, “Dalam fikih, semua orang adalah keluarga Abu Hanifah. Karena pada seorang guru yang sebenarnya berilmu, kau reguk adab yang tak disediakan oleh buku-buku.”
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah, ProU Media