0878 8077 4762 [email protected]

Polisi Jujur Hoegeng dan 6 Kisah Kejujurannya

Siapa tak kenal Hoegeng Iman Santoso? Inilah polisi yang disebut sebagai contoh jenderal paling jujur yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Kapolri yang patut menjadi teladan bagi seluruh anggota Korps Bhayangkara, yang mana institusinya sekarang ini dianggap kental dengan aroma tindak korupsi.
Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur punya anekdot, hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia. Ketiganya adalah patung polisi, polisi tidur, dan Hoegeng Iman Santosa. Ini semacam sindiran bahwa sulit mencari polisi jujur di negeri ini. Kalaupun ada, langka dicari.
Polisi Hoegeng adalah satu teladan polisi jujur di Indonesia yang kisah dan kiprah selalu layak diceritakan turun-temurun. Bahkan sempat mendapatkan rekor Muri sebagai Polisi Jujur sedunia. Tanggal 14 Oktober 1921, Hoegeng lahir di Pekalongan dan wafat pada tanggal 14 Juli 2004. Inilah beberapa cerita dan kiprah polisi Hoegeng jujur.
1. Larang istri buka toko bunga
Sebagai perwira, Hoegeng hidup pas-pasan. Untuk itulah istri Hoegeng, Merry Roeslani membuka toko bunga. Toko bunga itu cukup laris dan terus berkembang.
Namun sehari sebelum Hoegeng akan dilantik menjadi Kepala Jawatan Imigrasi (kini jabatan ini disebut dirjen imigrasi) tahun 1960, Hoegeng meminta Merry menutup toko bunga tersebut. Tentu saja hal ini menjadi pertanyaan istrinya. Apa hubungannya dilantik menjadi kepala jawatan imigrasi dengan menutup toko bunga.
“Nanti semua orang yang berurusan dengan imigrasi akan memesan kembang pada toko kembang ibu, dan ini tidak adil untuk toko-toko kembang lainnya,” jelas Hoegeng.
Istri Hoegeng yang selalu mendukung suaminya untuk hidup jujur dan bersih memahami maksud permintaan Hoegeng. Dia rela menutup toko bunga yang sudah maju dan besar itu.
“Bapak tak ingin orang-orang beli bunga di toko itu karena jabatan bapak,” kata Merry.
2. Tolak rayuan pengusaha cantik
Kapolri Hoegeng Imam Santosa pun pernah merasakan godaan suap. Dia pernah dirayu seorang pengusaha cantik keturunan Makassar-Tionghoa yang terlibat kasus penyelundupan. Wanita itu meminta Hoegeng agar kasus yang dihadapinya tak dilanjutkan ke pengadilan.
Wanita ini pun berusaha mengajak damai Hoegeng. Berbagai hadiah mewah dikirim ke alamat rumah Hoegeng. Tentu saja Hoegeng menolak mentah-mentah. Hadiah ini langsung dikembalikan oleh Hoegeng. Tapi si wanita tak putus asa. Dia terus mendekati Hoegeng.
Yang membuat Hoegeng heran, malah koleganya di kepolisian dan kejaksaan yang memintanya untuk melepaskan wanita itu. Hoegeng menjadi heran, kenapa begitu banyak pejabat yang mau menolong pengusaha wanita tersebut. Belakangan Hoegeng mendapat kabar, wanita itu tidak segan-segan tidur dengan pejabat demi memuluskan aksi penyelundupannya.
Hoegeng pun hanya bisa mengelus dada prihatin menyaksikan tingkah polah koleganya yang terbuai uang dan rayuan wanita.
3. Mengatur lalu lintas di perempatan
Teladan Jenderal Hoegeng bukan hanya soal kejujuran dan antikorupsi. Hoegeng juga sangat peduli pada masyarakat dan anak buahnya. Saat sudah menjadi Kapolri dengan pangkat jenderal berbintang empat, Hoegeng masih turun tangan mengatur lalu lintas di perempatan.
Hoegeng berpendapat seorang polisi adalah pelayan masyarakat. Dari mulai pangkat terendah sampai tertinggi, tugasnya adalah mengayomi masyarakat.
“Karena prinsip itulah, Hoegeng tidak pernah merasa malu, turun tangan sendiri mengambil alih tugas teknis seorang anggota polisi yang kebetulan sedang tidak ada atau tidak di tempat.
Jika terjadi kemacetan di sebuah perempatan yang sibuk. Dengan baju dinas Kapolri, Hoegeng akan menjalankan tugas seorang polantas di jalan raya. Itu dilakukan Hoegeng dengan ikhlas seraya memberi contoh kepada anggota polisi yang lain tentang motivasi dan kecintaan pada profesi.”
Hoegeng selalu tiba di Mabes Polri sebelum pukul 07.00 WIB. Sebelum sampai di kantor, dia memilih rute yang berbeda dan berputar dahulu dari rumahnya di Menteng, Jakarta Pusat. Maksudnya untuk memantau situasi lalu lintas dan kesiapsiagaan aparat kepolisian di jalan.
Saat suasana ramai, seperti malam tahun baru, Natal atau Lebaran, Hoegeng juga selalu terjun langsung mengecek kesiapan aparat di lapangan. Dia memastikan kehadiran para petugas polisi adalah untuk memberi rasa aman, bukan menimbulkan rasa takut masyarakat.
4. Berantas semua beking kejahatan
Banyak aparat hukum malah menjadi beking tempat maksiat, perjudian hingga menjadi bodyguard. Hanya sedikit yang berani mengobrak-abrik praktik beking ini. Polisi super Hoegeng Imam Santosa mungkin yang paling berani.
Ceritanya tahun 1955, Kompol Hoegeng mendapat perintah pindah ke Medan. Tugas berat sudah menantinya. Penyelundupan dan perjudian sudah merajalela di kota itu.
Para bandar judi telah menyuap para polisi, tentara dan jaksa di Medan. Mereka yang sebenarnya menguasai hukum. Aparat tidak bisa berbuat apa-apa disogok uang, mobil, perabot mewah dan wanita. Mereka tak ubahnya kacung-kacung para bandar judi.
Bukan tanpa alasan kepolisian mengutus Hoegeng ke Medan. Sejak muda dia dikenal jujur, berani dan antikorupsi. Hoegeng juga berkata haram menerima suap maupun pemberian apapun.
Maka tahun 1956, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Direktorat Reskrim Kantor Polisi Sumut. Hoegeng pun pindah dari Surabaya ke Medan. Belum ada rumah dinas untuk Hoegeng dan keluarganya karena rumah dinas di Medan masih ditempati pejabat lama.
Cerita soal keuletan para pengusaha judi benar-benar terbukti. Baru saja Hoegeng mendarat di Pelabuhan Belawan, utusan seorang bandar judi sudah mendekatinya. Utusan itu menyampaikan selamat datang untuk Hoegeng. Tak lupa, dia juga mengatakan sudah ada mobil dan rumah untuk Hoegeng hadiah dari para pengusaha.
Hoegeng menolak dengan halus. Dia memilih tinggal di Hotel De Boer menunggu sampai rumah dinasnya tersedia.
Kira-kira dua bulan kemudian, saat rumah dinas di Jl Rivai siap ditinggali, bukan main terkejutnya Hoegeng. Rumah dinasnya sudah penuh barang-barang mewah. Mulai dari kulkas, piano, tape hingga sofa mahal. Hal yang sangat luar biasa. Tahun 1956, kulkas dan piano belum tentu ada di rumah pejabat sekelas menteri sekalipun.
Ternyata barang itu lagi-lagi hadiah dari para bandar judi. Dia memerintahkan polisi pembantunya dan para kuli angkut mengeluarkan barang-barang itu dari rumahnya. Diletakkan begitu saja di depan rumah. Bagi Hoegeng itu lebih baik daripada melanggar sumpah jabatan dan sumpah sebagai polisi Republik Indonesia.
Hoegeng geram mendapati para polisi, jaksa dan tentara disuap dan hanya menjadi kacung para bandar judi. “Sebuah kenyataan yang amat memalukan,” ujarnya geram.
5. Hoegeng dan pemerkosaan Sum Kuning
Sumarijem adalah seorang wanita penjual telur ayam berusia 18 tahun. Tanggal 21 September 1970, Sumarijem yang sedang menunggu bus di pinggir jalan, tiba-tiba diseret masuk ke dalam mobil oleh beberapa orang pria. Di dalam mobil, Sum diberi eter hingga tak sadarkan diri. Dia dibawa ke sebuah rumah di Klaten dan diperkosa bergiliran oleh para penculiknya.
Setelah puas menjalankan aksi biadab mereka, Sum ditinggal begitu saja di pinggir jalan. Gadis malang ini pun melapor ke polisi. Bukannya dibantu, Sum malah dijadikan tersangka dengan tuduhan membuat laporan palsu.
Dalam pengakuannya kepada wartawan, Sum mengaku disuruh mengakui cerita yang berbeda dari versi sebelumnya. Dia diancam akan disetrum jika tidak mau menurut. Sum pun disuruh membuka pakaiannya, dengan alasan polisi mencari tanda palu arit di tubuh wanita malang itu.
Karena melibatkan anak-anak pejabat yang berpengaruh, Sum malah dituding anggota Gerwani. Saat itu memang masa-masanya pemerintah Soeharto gencar menangkapi anggota PKI dan underbouw-nya, termasuk Gerwani.
Kasus Sum disidangkan di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Sidang perdana yang ganjil ini tertutup untuk wartawan. Belakangan polisi menghadirkan penjual bakso bernama Trimo. Trimo disebut sebagai pemerkosa Sum. Dalam persidangan Trimo menolak mentah-mentah.
Jaksa menuntut Sum penjara tiga bulan dan satu tahun percobaan. Tapi majelis hakim menolak tuntutan itu. Dalam putusan, Hakim Ketua Lamijah Moeljarto menyatakan Sum tak terbukti memberikan keterangan palsu. Karena itu Sum harus dibebaskan.
Dalam putusan hakim dibeberkan pula nestapa Sum selama ditahan polisi. Dianiaya, tak diberi obat saat sakit dan dipaksa mengakui berhubungan badan dengan Trimo, sang penjual bakso. Hakim juga membeberkan Trimo dianiaya saat diperiksa polisi.
Hoegeng terus memantau perkembangan kasus ini. Sehari setelah vonis bebas Sum, Hoegeng memanggil Komandan Polisi Yogyakarta AKBP Indrajoto dan Kapolda Jawa Tengah Kombes Suswono. Hoegeng lalu memerintahkan Komandan Jenderal Komando Reserse Katik Suroso mencari siapa saja yang memiliki fakta soal pemerkosaan Sum Kuning.
“Perlu diketahui bahwa kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita tindak,” tegas Hoegeng.
Hoegeng membentuk tim khusus untuk menangani kasus ini. Namanya Tim Pemeriksa Sum Kuning, dibentuk Januari 1971. Kasus Sum Kuning terus membesar seperti bola salju. Sejumlah pejabat polisi dan Yogyakarta yang anaknya disebut terlibat, membantah lewat media massa.
Belakangan Presiden Soeharto sampai turun tangan menghentikan kasus Sum Kuning. Dalam pertemuan di istana, Soeharto memerintahkan kasus ini ditangani oleh Team pemeriksa Pusat Kopkamtib.
Hal ini dinilai luar biasa. Kopkamtib adalah lembaga negara yang menangani masalah politik luar biasa. Masalah keamanan yang dianggap membahayakan negara. Kenapa kasus perkosaan ini sampai ditangani Kopkamtib?
Dalam kasus persidangan perkosaan Sum, polisi kemudian mengumumkan pemerkosa Sum berjumlah 10 orang. Semuanya anak orang biasa, bukan anak penggede alias pejabat negara. Para terdakwa pemerkosa Sum membantah keras melakukan pemerkosaan ini.
Kapolri Hoegeng sadar. Ada kekuatan besar untuk membuat kasus ini menjadi bias.
Tanggal 2 Oktober 1971, Hoegeng dipensiunkan sebagai Kapolri. Beberapa pihak menilai Hoegeng sengaja dipensiunkan untuk menutup kasus ini.
6. Selalu berpesan polisi jangan sampai dibeli
Mantan Kapolri Jenderal Polisi Widodo Budidarmo punya kenangan soal Hoegeng. Widodo ingat betul pesan Hoegeng padanya.
“Mas Widodo jangan sampai kendor memberantas perjudian dan penyelundupan karena mereka ini orang-orang yang berbahaya. Suka menyuap. Jangan sampai polisi bisa dibeli,” tutur Widodo menirukan pesan Hoegeng semasa itu.
Hoegeng telah membuktikan dirinya memang tidak bisa dibeli. Sejak menjadi perwira polisi di Medan, Hoegeng terkenal karena keberanian dan kejujurannya. Dia tak sudi menerima suap sepeser pun. Barang-barang hadiah pemberian penjudi dilemparkannya keluar rumah.
“Kata-kata mutiara yang masih saya ingat dari Pak Hoegeng adalah baik menjadi orang penting, tapi lebih penting menjadi orang baik,” kenang Widodo.
Widodo bahkan menyamakan mantan atasannya dengan Elliot Ness, penegak hukum legendaris yang memerangi gembong mafia Al Capone di Chicago, Amerika Serikat. Saat itu, mafia menyuap hampir seluruh polisi, jaksa dan hakim di Chicago. Karena itu mereka bebas menjalankan aksi-aksi kriminal.
Tapi saat itu Elliot Ness dan kelompoknya yang dikenal sebagai The Untouchables atau mereka yang tak tersentuh suap, berhasil mengobrak-abrik kelompok gengster itu.
“Pak Hoegeng itu tak kenal kompromi dan selalu bekerja keras memberantas kejahatan,” jelas Widodo.
Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci
 
Sumber : Gusdurfiles
Penulis : Imam Jazuli

Konspirasi Dakwah

Alim agung itu adalah Raja’ bin Hajwah. Betapa gigih upayanya memasukkan nama Umar bin Abdul Aziz sebagai pengganti khalifah Sulaiman bin Abdul Malik. Konspirasinya agar Bani Umayyah mau menerima dan siasatnya agar Umar bin Abdul Aziz bersedia.
Akhirnya pada masa Umar bin Abdul Aziz keadilan kemudian tergelar, kemakmuran hingga tak seorangpun bersedia menerima zakat, ketentraman sampai serigala pun enggan memangsa domba, kezaliman dan bid’ah sesat terhapus.
Kita belajar dari Raja’ untuk mengamalkan kaidah ushul, “Maa laa tudraku kulluhu fa laa tutraku kulluh, Apa-apa yang tidak bisa kita raih sepenuhnya, jangan ditinggalkan sepenuhnya.”
Raja’ tidak mengutuk sistem mulk monarki dinasti umayyah yang seringkali berbuat zalim sebagai kekufuran warisan Romawi dan Persia. Dia mendekati khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dan berikhtiar menghadirkan kebaikan didalamnya.
Suatu saat, Umar bin Abdul Aziz mengeluh penguasa zalim pada masanya dalam doa, “Al Hajjaj di Irak, Al Walid bin Abdul Malik di Syam, Qurrah bin Syirk di Mesir, Ustman bin Hayyan di Madinah, Khalid bin Abdullah Al Qashari di Mekkah. Ya Allah, sepenuh bumi ini telah penuh dengan angkara murka. Maka selamatkanlah umat ini.” Doa yang terekam oleh Ibnu Al Atsir dalam Al Kamil fit Tarikh 4/132
Allah menjawab doa Umar bin Abdul Aziz itu dengan dirinya. Menakdirkan dua tahun kekuasaannya yang singkat menjadi buah bibir sepanjang sejarah. Dua tahun yang lahir dari Raja’, seorang alim yang tak berputus asa ditengah sistem monarki yang bobrok.
Raja’ dan Umar bin Abdul Aziz sendiri memang tak kuasa mengubah sistem itu. Setelah Umar wafat kembalilah Baitul Maal melayani penguasa, foya-foya istana berjaya, dan kezaliman merebak dimana-mana. Mari bersama Raja’ bin Haiwah melakukan sesuatu didalamnya, bukan hanya mengutuk gelap dan sistem yang tak sreg di hati ini.
 
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah, Penerbit Pro-U Media

Keteguhan Imam Ahmad di Penjara

Imam Ahmad ditangkap Al Makmun tahun 832 M yang kemudian menjatuhinya hukuman mati, lalu dipenjara lagi. Dalam perjalanan terantai dari Baghdad ke penjara Ar-Riqqah, Imam Ahmad berdoa agar tak bertemu lagi dengan Al Makmun. Betul, tahun 833 M Al Makmun meninggal (semoga Allah mengampuninya). Lalu bertahtalah adiknya, Al Mu’tashim billah.
Al Mu’tashim menghadirkan Imam Ahmad dalam penghakiman umum yang dihadiri ribuan manusia layaknya hari raya. Dia diminta berhujah.
Imam Ahmad membaca surah At-Taubah ayat 6 yang menyatakan Al Qur’an Kalamullah, bukan makhluk sebagaimana aliran liberal Mu’tazilah. Dan dilanjutkan membaca surah Ar-Rahman ayat 12 yang menyatakan Ar-Rahman mengajarkan bukan menciptakan Al Qur’an. Maka pada hari itu beliau dimasukkan kembali ke penjara untuk menjalani hukumannya sehari-hari; 40 kali deraan setiap pagi dan sore hari.
Hari berikutnya beliau dihadapkan lagi, lalu mengajukan dalil-dalil dari hadis Rasulullah saw. Maka beliaupun dipenjarakan lagi. Beberapa hari berselang, beliau dihadapkan ulang untuk berdebat dengan hakim agung Ibnu Abi Dawud, yang beliau menangkan secara telak.
Suatu hari Al Mu’tashim, Ibnu Abi Dawud, dan para pembesar Mu’tazilah menjenguk ke penjara. Bertanyalah Al Mu’tashim, “Bagaimana keadaanmu hai Ahmad?” Beliau menjawab, “Duh, semalam aku bermimpi Al Qur’an mati terkapar!”
“Celaka kau hai Ahmad! Bagaimana mungkin ia mati!” sahut Al Mu’tashim.
Jawab beliau, “Kenapa heran? Bukankah kalian mengatakan bahwa ia makhluk? Dan bukankah setiap makhluk ada ajalnya?”
Al Mu’tashim terbahak, “Kau cerdas hai Ahmad! Sungguh kau cerdas!”
Kesal dengan cerdik dan teguhnya Imam Ahmad, sang perdana Menteri Ibnu Abu Dawud mengusulkan agar beliau dibunuh. Sang pemimpin liberal awal itu melancarkan fitnah dahsyat!
Tapi Al Mu’tashim menyatakan, “Aku telah bersumpah tak membunuhnya dengan pedang.”
Sahut Bisyr yang liberal Mu’tazilah, “Kalau begitu bunuh dengan cambuk! Deralah terus sampai mati!” Maka siksaan dengan cambuk kian menjadi-jadi hingga wafatlah Al Mu’tashim (moga Allah ampuni) dan bertahtalah putranya, Al Watsiq.
Teriwayat juga tentang seorang sipir yang kasian melihat Imam Ahmad disiksa, maka dia berkata, “Kasihinilah dirimu hai Syaikh, sungguh umurmu telah tua dan tubuhmu uzur, maka ambillah rukhsah; katakan apa yang mereka suka asal hatimu tenteram dengan iman.”
Maka sambil tersenyum Imam Ahmad menjawab, “Penduduk Baghdad duduk didepan pintu rumahnya memegang kertas dan pena, siap menulis apapun yang terucap dari lisan ulama. Maka pantaskah Ahmad selamat, tetapi manusia menjadi sesat?” Dan beliaupun terus istiqamah.
Dimasa Al Watsiq billah, siksaan mulai berkurang dan beliau dihukum hanya pemenjaraan dan pengasingan ke beberapa penjara berbeda. Hingga Al Watsiq yang menurut riwayat di akhir hayatnya bertaubat dari paham khalqul qur’aan; hanya mengenakan pada beliau tahanan rumah. Lalu ba’da wafat Al Watsiq (semoga Allah ampuni), berkuasalah Al Mutawakkil alallah yang membalikkan keadaan. Dia anti Mu’tazilah.
Dia bebaskan Imam Ahmad dan melarang masyarakat memperdebatkan paham-paham nyeleneh. Para ulama Ahlu Sunnah mendapat tempat terhormat.
Tetapi ujian belum usai bagi Imam Ahmad, Al Watsiq berusaha menghadiahkan aneka rupa perhiasan dunia untuk beliau. Dan beliau menolak. Maka dikatakan tentang Imam Ahmad, beliau berhasil melalui ujian 4 khalifah; yang memenjara, menyiksa, mengasingkan, dan merayu
 
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah, Pro-U media

Kisah Hikmah: Riba dan Pendeta

Oleh: Danu Wijaya
 
Suatu ketika seorang profesor yang bergelut dibidang perbankan syariah diundang mnghadiri acara di sebuah gereja di Yogyakarta. Dalam kesempatan itu, sang Profesor disuruh menjelaskan tentang bank syariah. Sebab dalam pandangan Kristen, nasabah bank syariah jika telat bayar akan dipotong tangan, dirajam, dicambuk atau di qishash lain.
Profesor inipun menjelaskan dengan hati-hati. Karena untuk menghormati jamaat Kristiani, sang pendeta disuruh oleh sang Profesor membacakan ayat Al Kitab tentang riba yaitu
di Ulangan 23:19 berbunyi “Jangan memungut bunga dari seorang saudara sebangsa”.
Yehezkiel 18:8 “Tidak memungut bunga uang atau mengambil riba, menjauhkan diri dari kecurangan, melakukan hukum yang benar di antara manusia dengan manusia..”
Keluaran 22:25 ” Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai seorang penagih hutang terhadap dia: janganlah kamu bebankan bunga uang kepadanya”.
Imamat 25:36 “Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba dari padanya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu dapat hidup di antaramu.”
Mazmur 15:5 “Yang tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah”.
dan masih banyak rujukan masalah riba yang dilarang dalam ayat-ayat Al Kitab.
Mengetahui hal tersebut, semua jamaah terdiam hening takjub. Bapak pendetapun turut memujinya seraya berkata, kita telah diingatkan oleh salah satu undangan kita akan keingkaran terhadap ajaran Kristen itu sendiri tentang riba.
Besoknya bapak Pendeta menelpon Profesor perbankan syariah tersebut, dengan mengatakan bahwa dia telah menutup rekening gereja di bank konvensional, dan telah dipindahkan semua ke rekening bank syariah semua. Luar biasa…
*dirangkum dari cerita yang disampaikan Prof. Dr. Veithzal Rivai Zainal, MBA, CRGP
(dosen Pasca Sarjana Kampus Indonesia Banking School, Kemang, Jakarta)

Orang Bijak dan Wanita Penggoda

Suatu ketika seorang bijak di kota Mekkah didatangi wanita penggoda. Wanita ini sangat cantik dan pandai merayu. Ia telah berhasil menaklukkan banyak lelaki. Kali itu ia datang kepada orang bijak tersebut dan menawarkan diri. Orang bijak ini menerima dengan ramah, namun memintanya datang esok hari saja.
Keesokan harinya, wanita itu datang ke rumah si orang bijak dengan penuh harap. Ia gembira melihat orang bijak ini telah bersiap-siap menunggu kehadirannya. Orang bijak ini mengajaknya ke luar rumah. ternyata ia dibawa ke dalam mesjidil Haram.
Wanita itu terkejut mendapati dirinya berada di depan Ka’bah. Ia melihat orang-orang yang sedang khusyuk beribadah. Lebih terkejut lagi, tiba-tiba si orang bijak berkata, “Sekarang, bukalah bajumu!”
Wanita itu terperanjat dan tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. “Maksudmu, aku harus membuka pakaian di sini?” “Ya, bukankah Zat Mahasuci yang melihat kita di tempat sepi juga melihat kita di tempat ini?” ujar orang bijak tadi.
Jawaban yang santun dari orang bijak ini menggugah kesadaran si wanita. Ia benar-benar merasa malu. Pada saat yang sama, ia merasa bahwa jawaban itu bagaikan air sejuk yang memadamkan nafsu liar dalam hatinya. Sejak itu, si wanita mulai bertobat dan bertekad menjadi orang baik.

Kisah Hikmah: Bukti Ucapan Rasul SAW

Oleh: Fauzi Bahreisy
 
Dalam Shahih Bukhari terdapat riwayat dari Sahl bahwa Nabi SAW dan kaum musyrikin bertemu dalam sebuah peperangan. Mereka saling bertempur. Setiap kaum kembali ke kemahnya.
Di antara kaum muslimin terdapat seorang pemberani yang membuntuti setiap musyrik dan menebas dengan pedangnya.
Lalu ada yang berkata, “Wahai Rasulullah, tidak ada yang melakukan seperti yang dilakukan oleh Fulan.” Beliau menjawab, “Ia termasuk penghuni neraka.” “Jika orang ini termasuk penghuni neraka, lalu siapa di antara kita yang masuk surga?” ujar mereka.
Kemudian ada yang berkata, “Aku akan membuntutinya. Jika ia bergerak cepat atau lambat aku akan selalu bersamanya”.
Sampai akhirnya ia terluka. Maka ia ingin mempercepat kematiannya. Ia letakkan pedangnya di atas tanah dengan mata pedang berada di dadanya. Kemudian ia tancapkan hingga membunuh dirinya.
Segera sahabat yang membuntuti tadi menemui Nabi saw. Ia berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau utusan Allah.” “Mengapa?” tanya beliau. Orang itupun menceritakan apa yang terjadi.
Mendengar hal itu Nabi saw bersabda, “Seseorang beramal dengan amal penduduk surga menurut pandangan manusia, padahal ia merupakan penduduk neraka. Sebaliknya bisa jadi seseorang beramal dengan amal penduduk neraka dalam pandangan manusia, padahal ia merupakan penduduk surga.”