0878 8077 4762 [email protected]

Ini Keutamaan Ayat Kursi

SEMUA surat dalam al-Qur’an adalah agung dan mulia. Demikian juga seluruh ayat dan kandungnya.
Namun, Allah Swt. dengan kehendakNya menjadikan sebagian surat dan ayat lebih agung dari yang lain.
Dan ayat kursi, dalam surat Al-Baqarah di ayat 255 adalah termasuk diantara ayat yang agung.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam bersabda, “Apabila engkau mendatangi tempat tidur (di malam hari), bacalah Ayat Kursi, niscaya Allah akan senantiasa menjagamu dan setan tidak akan mendekatimu hingga waktu pagi.” (HR. Al-Bukhari)
Hadits di atas menunjukkan keutamaan yang terdapat dalam Ayat Kursi. Apabila kita merutinkannya, maka akan kita dapati keutamaan yang sangat banyak. Hendaknya setiap muslim bersemangat kepada apa yang bermanfaat baginya.
Ayat Kursi sendiri bukanlah ayat yang panjang dan sulit untuk dihapal, namun dapat diperbaiki bacaannya, faham maknanya serta diamalkan.
Ayat Kursi ini menjelaskan mengenai kerajaan Allah, maka dituntut keimanan dan ketundukkan hati keadaan semua firman-Nya tanpa bantahan.
Dia (Allah swt) harus diagungkan sebenarnya didalam hati, sehingga kita tidak menganggap remeh setiap ibadah, tidak melanggar Syariat yang dimana menyalahi tuntunan Rasulullah SAW dan shahabat didalam menjalankan Islam.
Lalu Mengapa Kursi dalam ayatnya?
Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah Allah menciptakan langit dan bumi melebihi agungnya Ayat Kursi (karena di dalam ayat tersebut telah mencakup Nama dan Sifat Allah)“.
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu menafsirkan Kursi dengan berkata:
Kursi adalah tempat kedua telapak kaki Allah,” (HR. al-Hakim no. 3116, di hukumi shahih oleh al-Hakim dan adz-Dzahabi).
Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
Tidaklah langit yang tujuh dibanding kursi kecuali laksana lingkaran anting yang diletakkan di tanah lapang,” (HR. Ibnu Hibban no. 361, dihukumi shahih oleh Ibnu Hajar dan al-Albani).
Dan keutamaan lainnya dari ayat ini adalah:

  1. Ayat kursi adalah ayat didalam al Qur’an yang paling agung dan paling utama
  2. Ayat kursi sebagai doa perlindungan dari setan
  3. Di dalam ayat kursi terdapat nama Allah yang paling agung (al Hayyu dan al Qayyuum).

 
Wallahu a’lam.

Fadhilah Surat Al Kafirun Dan Surat Al Ikhlas

TERDAPAT banyak hadits yang menunjukkan rutinitas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat al-Ikhlas dan al-Kafirun.
Diantaranya hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ، وَالرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ، بِضْعًا وَعِشْرِينَ مَرَّةً أَوْ بِضْعَ عَشْرَةَ مَرَّةً: قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ، وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ

“Lebih dari 2 kali (dalam riwayat lain) belasan kali, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat al-Ikhlas dan al-Kafirun di 2 rakaat sebelum subuh, dan 2 rakaat setelah maghrib”. (HR. Ahmad 4763 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Ibnu Umar juga mengatakan,

رَمَقْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِشْرِينَ مَرَّةً، يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ ، وَفِي الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ : قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ

“Aku memperhatikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selama 20 kali, membaca surat al-Kafirun dan al-Ikhlas di 2 rakaat setelah maghrib dan 2 rakaat sebelum subuh”. (HR. Nasai 992 dan dihasankan al-Albani).
Kemudian, keterangan sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,

مَا أُحْصِي مَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ المَغْرِبِ ، وَفِي الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلَاةِ الفَجْرِ : بِقُلْ يَا أَيُّهَا الكَافِرُونَ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ

“Tak terhitung aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat al-Kafirun dan al-Ikhlas ketika shalat 2 rakaat setelah maghrib dan 2 rakaat sebelum subuh”. (HR. Tumurdzi 431 dan dishahihkan al-Albani).

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الصُّبْحِ وَالرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ: قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terbiasa membaca surat al-Kafirun dan al-Ikhlas ketika mengerjakan 2 rakaat sebelum subuh  dan 2 rakaat setelah maghrib”. (HR. Thabrani dalam al-Ausath 7304).
Kesimpulannya, dianjurkan untuk merutinkan membaca surat al-Kafirun dan surat al-Ikhlas ketika shalat qabliyah subuh dan bakdiyah maghrib.
Fadhilah (Keutamaan)
Shalat qabliyah subuh adalah shalat sunah yang mengawali waktu pagi, sedangkan ba’diah maghrib adalah shalat sunah yang mengawali waktu malam.
Surat al-Kafirun dan al-Ikhlas adalah dua surat yang mengajarkan prinsip-prinsip tauhid.
1. Surat al-Ikhlas mengajarkan tauhid rububiyah dan asma wa shifat, artinya apa saja yang harus kita yakini tentang Allah.
Keyakinan bahwa Allah satu-satunya yang berhak diibadahi, tidak beranak dan tidak ada orang tua, dan tidak ada yang serupa dengan Allah.
2. Surat al-Kafirun mengajarkan tentang kewajiban kita kepada Allah, bahwa kita harus beribadah kepada Allah, dan tidak boleh beribadah kepada selain-Nya.
Dan pelajaran tentang prinsip kepada siapa kita harus loyal dan anti-loyal. Kita menyatakan, “Hai orang kafir…” ini panggilan yang menunjukkan bahwa saya dan anda-wahai kafir, adalah saling bertentangan. Sehingga tidak mungkin kita saling mendukung.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membacanya di awal pagi dan awal malam sebagai ikrar tauhid setiap pagi dan petang. (Bada’i al-Fawaid, 1/145 – 146)
Allahu a’lam.
 
Sumber : konsultasisyariah.com

Tadabbur Ayat Puasa dalam Q.S. Al Baqarah : 183 part II

Tadabbur:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
[الجزء: ٢ | البقرة ٢ | الآية: ١٨٣]

Tadabbur 3:
Kewajiban berpuasa tersebut juga diberlakukan kepada generasi nabi-nabi sebelum Rasul saw. Ini mengandung sejumlah hikmah:
Pertama, berarti umat Muhammad saw tidak sendirian. Tapi umat lain pernah melakukan hal yang sama.
Kedua, ini menunjukkan adanya kesinambungan risalah dan kesamaan sumber risalah. Para nabi sama-sama diutus oleh Allah Swt. Mulai dari Adam as sampai kepada Nabi saw.
Yang membedakan hanya bentuk syariatnya disesuaikan dengan kondisi dan zamannya. Semoga kita termasuk dalam rombongan orang-orang saleh tersebut.
Tadabbur 4:
Tujuan puasa bukan untuk membuat manusia lapar, haus, dan seterusnya. Tidak demikian.
Namun ada tujuan besar yang ingin Allah hadirkan untuk manusia. Yaitu bahwa puasa mendidik manusia agar menjadi orang bertakwa.

  • Takwa ditandai dengan kondisi hati yang bersih dan sehat.
  • Takwa ditandai dengan kemampuan mengontrol nafsu.
    Tanda ditandai dengan kemampuan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Bila hal itu tercapai, maka manusia naik derajat kepada tingkatan yang paling mulia.
Sebab, “yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.”
Semoga Allah memasukkan kita ke dalam golongan orang bertakwa.
 
Oleh : Ustad Fauzi
Telegram Tadabbur

Tadabbur Ayat Puasa dalam QS Al Baqarah : 183

Tadabbur Q.S. Al Baqarah ayat 183

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
[الجزء: ٢ | البقرة ٢ | الآية: ١٨٣]

Tadabbur 1:
Allah memanggil orang beriman; bukan semua orang. Sebab yang mau mendengar dan mau taat hanya orang yang memiliki iman.
Saat Abdullah ibn Mas’ud ra diminta nasihat, beliau berkata:
“Bila Allah memanggil dengan ‘Ya ayyuhal Ladzina amanu’, perhatikan baik-baik! Sebab setelah itu ada kebaikan yang Allah perintahkan atau ada keburukan yang Dia larang.”
Itulah panggilan sayang Allah kepada setiap mukmin..
Tadabbur 2:
Puasa adalah kewajiban yang istimewa. Pasalnya, bila shalat, zakat dan lain-lain lebih kepada “menunaikan” dan “mengerjakan”.
Maka puasa sesuai dengan makna bahasanya adalah “menahan” diri untuk tidak melakukan.
Dengan kata lain, puasa mendidik manusia beriman untuk memiliki kemampuan kontrol diri yang kuat.
Seorang mukmin harus mampu mengontrol diri dan nafsunya (terutama nafsu makan, minum, dan syahwat); bukan malah menjadi budak nafsu.
Dari sini dapat dipahami bila puasa adalah madrasah ilahi yang luar biasa sehingga penetapan kewajibannya menggunakan kata “كُتِبَ”.
Wallahu a’lam
Oleh : Ustad Fauzi Bahreisy

Tentang Hujan Sembako sebelum Pilkada Sudah Diberitakan dalam Alqur'an

Sejak hari tenang kampanye, banyak berita tentang orang yang bagi-bagi sembako beserta amplop berisi uang yang tergolong money politic.
Miris dan sedih karena tidak dapat berbuat apa-apa. Dahsyat sekali dana yang mereka punya.
Namun tadi malam seorang Ustad memberikan pencerahan, jangan kaget dan kuatir dan merasa lemah, karena apa yang mereka lakukan sudah di beritahu dalam Al Quran Surat Al Anfal Ayat 36 :
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka jahannam-lah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan.” (QS. 8:36)
Masya Allah, ayat ini sesuai benar dengan Realita saat ini, Maha Benar Allah dengan segala FirmanNya
Maaf status ini hanya untuk yang percaya Al Quran, bagi yang tidak percaya, jangan baca dan komen. Wallahu A’lam.

Inilah Tafsir Surat Al Maidah ayat 51

Di dalam Al Qur’an Allah SWT melarang kaum mukmin untuk menjadikan orang kafir sebagai wali, pemimpin ataupun orang kepercayaan. Firman Allah dalam Q.S. Al Maidah : 51
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi “pemimpin-pemimpin (mu)”; sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Q.S. al-Maidah ayat 51)
Terjemahan itu mengacu pada terjemahan Depag melalui Penerjemah Tafsir Al Quran yang ditunjuk menteri agama dengan surat Keputusan no. 20 tahun 1967. Terjemahan ini populer di kalangan masyarakat. Bahkan terjemahan ini dipakai dalam cetakan ‘Al Qur’an dan Terjemahannya’ yang sama diterbitkan oleh Raja Kerajaan Arab Saudi (Mujammma ‘ Al Malik Fahd Li Thiba At Al Mush-haf Asy-Syarif Madinah Al Munawwarah Po. Box 6262 Kerajaan Arab Saudi). Terjemahan ini juga dibagikan secara cuma-cuma kepada Muslim Indonesia.
Kegiatan terjemahan dilakukan dalam masa selama 8 tahun. Para anggota Dewan Penerjemah dan disepakati MUI terdiri delapan orang, yakni Prof TM Hasbi Ashshiddiqi, Prof H Bustaman A Gani, Prof H Muchtar Jahya, Prof H M Toha Jahjya Omar, DR H A Mukti Ali, Drs Kamal Muchtar, H Gazali Thaib, KH A Musaddad, KH Ali Maksum, Drs Busjairi Madjid.
Terjemahan Al Maidah 51 Menurut Tafsir Jalalain Alquran :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin yaitu menjadi ikutanmu dan kamu cintai. Sebagian mereka menjadi pemimpin bagi sebagian lainnya, karena kesatuan mereka dalam kekafiran.
Siapa di antara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka dia termasuk di antara mereka. Artinya termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang aniaya, karena mengambil orang-orang kafir sebagai pemimpin mereka.
Terjemahan Al Maidah 51 menurut Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Sayyid Qutb:
Umat Islam hanya boleh memberikan loyalitas kepada Allah dan Rasul-Nya. Jangan sampai mereka memiliki kecenderungan untuk menjadikan pemimpin dan memberikan loyalitas kepada orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Karena umat Islam adalah dengan keakidahannya yang luas bukan dengan kebangsaannya. Juga bukan dengan warisan-warisan kebudayaan jahiliyah. Kita adalah umat dengan manhaj Rabbani dengan risalah dan akidahnya. Inilah unsur pemersatu kita.
Terjemahan Al Maidah 51 menurut Tafsir Ibnu Katsir :
Dalam ringkasan tasfir Ibnu Katsir, ‘Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir’, jilid 2, Penerbit Darus Sunnah, Jakarta, tahun 2012, surat Al Maidah ayat 51 diterjemahkan :
Allah melarang hambanya orang-orang beriman menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai penolong, teman dekat, yang mana mereka adalah musuh Islam………….
Kemudian Ibnu Katsir mengutip riwayat dari ‘Iyadh diceritakan bahwa : Umar memerintahkan Abu Musā al-Asy’ariy untuk menghadap melaporkan apa yang ia lakukan dalam satu waktu, sedangkan ia memiliki seorang sekretaris Nasrani, kemudian ketika ia melapor kepada beliau, Umar heran seraya berkata: sungguh ini terperinci, apakah engkau bisa datangkan dia dari Syam untuk membacakan ini di masjid kami?
Abu Musa menjawab: ia tidak bisa masuk masjid, Umar bertanya lagi: apakah ia junub?. Abu Musa menjawab: tidak, ia seorang Nasrani. Umar lalu menghardikku dan memukul pundakku, kemudian berkata: keluarkan ia! Lalu Umar membaca ayat QS al-Māidah : 51”.
Apa itu Awliya’ atau Wali?
Ada berbagai macam pengertian dari wali atau awliya’. Di antara pengertiannya, wali adalah pemimpin. Istilah wali lainnya adalah untuk wali yatim, wali dari orang yang terbunuh, wali wanita. Wali yang dimaksud di sini adalah yang bertanggung jawab pada urusan-urusan mereka tadi. Semacam pemimpin negeri juga adalah yang mengepalai mengurus kaumnya dan mengatur dalam hal memerintah dan melarang. Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 45: 135.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menyebutkan bahwa wali (disebut pula: al-wilayah) dalam bahasa Arab punya makna berbagai macam.
Asbabun Nuzul (Turunnya Ayat)
Para ulama tafsir berbeda pendapat mengenai penyebab yang melatar belakangi turunnya ayat-ayat yang mulia ini.
As-Saddi menye­butkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang lelaki. Salah seorang dari keduanya berkata kepada lainnya sesudah Perang Uhud, “Adapun saya, sesungguhnya saya akan pergi kepada si Yahudi itu, lalu saya berlindung padanya dan ikut masuk agama Yahudi bersamanya, barangkali ia berguna bagiku jika terjadi suatu perkara atau suatu hal.”
Sedangkan yang lainnya menyatakan, “Adapun saya, sesungguhnya saya akan pergi kepada si Fulan yang beragama Nasrani di negeri Syam, lalu saya berlindung padanya dan ikut masuk Nasrani bersamanya.” Maka Allah Swt. berfirman: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (kalian). (Al-Maidah: 51). hingga beberapa ayat berikutnya.
Ikrimah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Lubabah ibnu Abdul Munzir ketika Rasulullah Saw mengutusnya kepada Bani Quraizah, lalu mereka bertanya kepadanya, “Apakah yang akan dilakukan olehnya terhadap kami?” Maka Abu Lubabah mengisya­ratkan dengan tangannya ke arah tenggorokannya, yang maksudnya bahwa Nabi Saw. akan menyembelih mereka. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari jalur Thariq bin Syihab bahwa Umar mengatakan kepada dua orang Yahudi, “Demi Allah, saya tahu hari dimana ayat ini turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, waktu dimana ayat ini turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ayat ini turun di siang hari Arafah, pada hari Jumat.” (HR. Ahmad 188).