by Danu Wijaya danuw | Oct 29, 2018 | Artikel, Berita, Nasional
Babel – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, mengajak umat Islam di daerahnya mendoakan korban pesawat Lion Air jatuh.
“Saya mengajak seluruh umat Islam untuk mendoakan korban pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh di perairan Tanjung Karawang agar amalannya diterima Allah SWT” kata Ketua MUI Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung, Syaiful Zohri di Sungailiat, Senin.
Bagi keluarga korban dan kerabat yang ditinggalkannya juga semoga selalu diberikan ketabahan dan kesabaran atas musibah ini.
“Musibah semata mata datangnya dari Allah SWT, umat manusia hanya bisa berdoa agar selalu selamat dari musibah yang datangnya tidak ada yang mengetahuinya,” katanya.
Dia mengimbau seluruh masyarakat untuk mendoakan agar evakuasi korban jatuhnya pesawat tersebut segera selesai oleh pihak berwenang.
“Dalam kondisi seperti sekarang, masyarakat jangan mudah terpancing oleh informasi yang belum jelas kebenarannya seperti nama-nama penumpang yang menjadi korban,” katanya.
Masyarakat harus bersabar menunggu pihak berwenang yang mengeluarkan data resmi jumlah dan nama penumpang korban pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh itu.
“Atas nama MUI Kabupaten Bangka, kami mengucapkan belasungkawa semoga amal ibadah seluruh korban diterima Allah Swt dan keluarga yang ditinggalkannya selalu diberikan ketabahan dan kesabaran,” katanya.
Sumber : Antara
by Danu Wijaya danuw | Oct 23, 2018 | Artikel, Berita, Nasional
Polisi mengamankan tiga orang terkait kasus pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid di Garut. Polisi menyelidiki ada-tidaknya dugaan tindak pidana terkait peristiwa.
“Total ada tiga orang yang kami amankan, semua saksi,” kata Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna seusai pertemuan jajaran Muspida Garut di Polsek Limbangan, Senin (22/10/2018).
Satu orang di antaranya sedang dalam penjemputan tim polisi. Polisi, ditegaskan Budi, menyelidiki peristiwa ini meski belum ada laporan yang masuk.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil pun ikut berkomentar. Ridwan menyesalkan kasus pembakaran itu. Menurutnya, seharusnya jika ingin menyampaikan pesan, gunakan dengan cara beradab.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) selaku induk Banser akan mengambil beberapa langkah terkait hal tersebut.
“Kami akan segera lakukan langkah-langkah internal organisasi bagaimana agar hal seperti itu tak terulang,” kata Wasekjen PBNU Masduki Baidlowi.
Kalau misalnya ada bendera HTI dan tulisan syahadat, kalau itu dibakar bisa menimbulkan salah paham. Akan lebih bagus kalau misalnya, ada bendera seperti amankan, serahkan ke pihak berwajib dan tidak ambil langkah yang menimbulkan langkah kontroversial,” kata dia.
Ketua Umum GP Ansor, Gus Yaqut mengatakan anggotanya melihat bendera tersebut sebagai simbol bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), ormas yang sudah dibubarkan pemerintah.
Penanganan peristiwa pembakaran bendera tauhid dilakukan cepat Kepolisian Garut agar tidak muncul gesekan di antara kelompok masyarakat.
“Kalau tidak ditanggulangi, perpecahan akan timbul. Makanya kami lakukan dulu penahanan, semuanya kami jadikan saksi,” sambungnya.
Sebelumnya berbagai ormas Islam mendatangi Kepolisian Garut meminta untuk menahan oknum banser yang membakar bendera, dimana ada kalimat tauhid, terlepas itu milik HTI atau bukan.
Aksi pembakaran bendera kabarnya terjadi saat perayaan Hari Santri Nasional di Lapangan Alun-alun Limbangan pagi tadi.
Video pembakaran bendera tauhid viral di media sosial dengan keterangan oknum anggota Banser yang membakar.
Sumber : Detik
by Danu Wijaya danuw | Oct 9, 2018 | Artikel, Berita, Nasional
Atlet kelahiran Aceh Besar, Nama Miftahul Jannah mendadak ramai diperbincangkan di media sosial dan sempat jadi trending topic di Twitter pada Senin (8/10/2018) malam.
Mifathul adalah seorang atlet judo perwakilan dari Indonesia di Asian Para Games 2018 kelas 52 kg yang harus terhenti lantaran ia didiskualifikasi.
Miftahul terpaksa didiskualifikasi dari pertandingan, karena memegang teguh prinsipnya untuk tidak melepas jilbab.
Alasan Keselamatan Dibalik Pelarangan Hijab di Kejuaraan Judo
“Dia mendapatkan diskualifikasi dari wasit karena ada aturan wasit dan aturan tingkat internasional di Federasi Olahraga Buta Internasional (IBSA) bahwa pemain tidak boleh menggunakan jilbab dan harus melepas jilbab saat bertanding,” kata Ahmad Bahar dikutip dari Antara.
Ahmad menjelaskan aturan ini sudah ada sejak lama. Aturan itu juga sangat jelas menyebutkan bahwa dalam judo jilbab dikhawatirkan membahayakan keselamatan atlet.
Atlet yang menggunakan jilbab berpotensi dimanfaatkan lawan untuk mencekik leher dan itu bisa berakibat fatal. Ahmad menegaskan aturan ini murni karena alasan keselamatan dan bukan diskriminasi atlet.
Miftahul Jannah sebenarnya siap bertanding dan sudah berada di matras pertandingan. Namun kemudian, wasit atau juri Judo Internasional memberi tahu ada aturan untuk tidak menggunakan jilbab.
Mengetahui hal ini, Ahmad Bahar sudah mencoba untuk mencari solusi dengan berbicara kepada Miftahul Jannah.
“Kami sudah mengarahkan atlet tetapi dia tidak mau (mengikuti aturan). Bahkan, dari Komite Paralimpiade Nasional (NPC), dan tim Komandan Kontingen Indonesia sudah berusaha,” ujar Ahmad Bahar.
Larangan atlet berkerudung di nomor cabang olahraga blind judo terdapat di aturan IBSA (International Blind Sport Federation) dan International Judo Federation (IJF).
Pemberitahuan larangan penggunaan jilbab sudah dilakukan saat technical meeting pertandingan, Minggu (7/10/2018). Offisial Indonesia sempat melakukan protes terhadap aturan tersebut.
Mengalir dukungan dari Netizen Indonesia
Ternyata larangan untuk Miftahul berjilbab mendapat respon dari warganet yang mendukung dan memujinya. Dukungan ini mengalir dari warganet di facebook, twitter dan instagram.
Dukungan mengalir untuk Miftahul karena lebih tetap teguh pada pendiriannya untuk tak melepaskan jilbab.
Pujian kekaguman untuk Miftahul karena memegang teguh keyakinannya untuk tetap berjilbab dan memilih didiskualifikasi.
Menolak lepas jilbab

Atlet kelahiran Aceh Besar itu, mengaku sedih setelah dicoret, mengingat hampir 10 bulan latihan dan pernah mengalami cidera.
Meski begitu, ia rela dicoret dalam pertarungan yang sangat diidamkannya tersebut, dari pada harus melepas jilbabnya.
“Apa yang saya lakukan, adalah bentuk harga diri dan menjaga marwah masyarakat Aceh, yang dikenal dengan syariat Islam. Saya tidak ingin, menggadaikan, harga diri dan martabat Aceh, hanya untuk gelar juara semata,” ujarnya.
Miftah dikenal sebagai Atlet Judo tuna netra yang berhasil meraih medali emas pada Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XV 2016 di Jawa Barat.
Dirinya berharap ke depan pihak panitia dan ketua Judo dunia, bisa membuat aturan yang tidak merugikan atlet, khususnya warga muslim.
“Dengan insiden ini, Miftah, mengaku ingin pensiun dari atlet judo, dan kembali menjadi atlet catur. Kita berharap, ada aturan baru, sehingga tidak merugikan atlet yang berjilbab,” pungkas Alamsyah, Wakil Ketua KONI.
Namun ada sedikit berita bagus, dimana partai PKS ingin menghadiahi umroh bagi Miftah. Semoga pemerintah dan donatur lain ada yang menghadiahi Miftah, sebab dirinya telah berlatih lama namun didiskualifikasi hanya karena hijab.
by Danu Wijaya danuw | Oct 7, 2018 | Artikel, Berita, Nasional
PALU – Sebelum bencana alam gempa dan tsunami melanda kota Palu, banyak warga yang menghadiri kegiatan festival kebudayaan palu nomoni di pantai Talise, Palu Sulawesi Tengah.
Para warga hadir di pantai tersebut untuk menyaksikan kegiatan tradisi Balia yang syarat akan kesyirikan yang sudah lama hilang.
Kegiatan tradisi Balia merupakan kegiatan yang sudah lama hilang dan ingin dihidupkan kembali. Tradisi Balia sendiri dahulu digunakan untuk mengobati orang sakit menggunakan mantra dengan sesajen dan dilakukan oleh orang yang ahli.
Menurut Andi Ahmad, budaya ini baru dihidupkan kembali sejak 2016, biasanya menggunakan sesajen, seperti menghanyutkan makanan ke laut, dan hewan ternak seperti kambing.

Sesajen ternak yang ingin dihanyutkan kelaut
“Biasanya untuk mengobati orang sakit menurut cerita dahulu, identiknya sih dengan sesajen,” kata Andi Ahmad, warga Palu.
Dirinya dimintai keterangan di jalan Garuda Dua, Birobuli Utara, palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah, kepada Islamic News Agency (INA), kantor berita yang diinisiasi Jurnalis Islam Bersatu (JITU).
Dirinya melanjutkan, tradisi Balia sendiri biasanya identik dengan kain berwarna kuning yang menjadi hiasan panggung ataupun ruangan yang dijadikan tempat pengobatan tersebut.
“Jadi ini itu identik dengan pakaian kuning gitu, terus domba-domba yang masih hidup itu dijadikan bahan sesajen di hanyutkan dilaut,” tambahnya.
Palu nomoni memiliki arti Palu berbunyi. Menurut Andi, tradisi ini sebenarnya sudah lama lenyap sejak kedatangan seorang ulama yang dikenal guru tua habib Idrus bin Salim Al Jufri, yang disebut masih memiliki sanat keturunan dari Baginda Rasulullah SAW.
” Sebenernya tradisi ini sudah lama hilang, dibersihkan sejak kedatangan guru tua, namun kembali dihidupkan,” tuturnya.
Dimulainya tradisi ini sejak 2016, terpilihnya walikota pasangan Hidayat – Sigit Purnomo Said (Pasha). Namun sejak 2016 juga terus terjadi hal-hal aneh seperti angin yang sangat kencang.
“Jadi memang tradisi ini identik dengan roh halus, sejak 2016 dihidupkan kembali, memang 2016 dan 2017 itu setiap dirayakan, angin kencang terus, saat ini tahun 2018 barulah tsunami,” paparnya.
Para imam masjid di kota Palu mengatakan kepada masyarakat agar menjadi instropeksi diri agar menjadi lebih baik lagi ibadahnya.
Menurut para ahli geologi ini sendiri kondisi tsunami di Palu cukup aneh, karena sejatinya patahan lempeng tak mungkin menyebabkan tsunami besar.
Hipotesis sementara dari longsoran sedimen yang masih diteliti lebih lanjut. Banyak bangunan rusak, jalan terbelah patah, likuifaksi, dan tsunami besar yang membuat mayat-mayat banyak bergelimpangan. Korban jiwa lebih dari 1.600 orang.
Sumber : Islamic News Agency (INA)/ JITU/ NahiMungkar
by Danu Wijaya danuw | Oct 7, 2018 | Artikel, Berita, Nasional
Sepanjang hidupnya, ulama yang akrab disapa Guru Tua ini mempunyai peranan penting mendakwahkan Islam di Indonesia bagian timur, khususnya kota Palu. Di wilayah ini beliau mendedikasikan diri merubah perilaku masyarakat agar lebih baik dan mendirikan lembaga Islam, Al Khairat yang kini telah besar.
Lembaga pendidikan Islam Al Khairat yang terkenal di Sulawesi Tengah dan sekitarnya. Al Khairaat ia dirikan di Palu, Sulawesi Tengah, kala usianya menginjak 41 tahun. Dan, ketika ia wafat pada usia 77 tahun, lembaga pendidikan Al Khairat telah menyebar di kawasan timur Indonesia.
Kala Guru Tua menutup mata, Al Khairat sudah memiliki 425 madrasah, sekolah, hingga perguruan tinggi. Kini, Alkhairaat telah menyebar ke 11 provinsi di kawasan timur Indonesia.
Dari sebaran itu, tercatat ada sekitar 2.000 madrasah dan sekolah Al Khairaat yang kini eksis.
“Antara Habib Idrus Al Jufri dan Al Khairat ibarat sekeping mata uang yang permukaannya berbeda, tapi memiliki nilai yang sama,” kata salah satu cucunya, Alwi bin Saggaf bin Muhammad Aljufri, dalam pidato haul ke-44 Habib Idrus Al Jufri di Palu, beberapa waktu lalu.
Biografi Idrus Al Jufri
Meski mengabdi di Indonesia, sosok ulama Palu, Idrus Al Jufri tidak lahir di negeri ini. Ia lahir pada 14 Sya’ban 1309 Hijriah atau 1889 M di Kota Taris, Provinsi Hadramaut, Yaman Selatan.
Meski lahir di “seberang”, tetapi di dalam darahnya masih mengalir garis keturunan Indonesia. Ibunya, Syarifah Nur, masih memiliki ikatan famili dengan Aru Matoa, raja di Wajo Sengkang, Sulawesi Selatan.
Artinya, ulama Idrus Al Jufri tetaplah seorang Indonesia. Semasa kecil, Idrus bin Salim Al Jufri telah memperlihatkan kecerdasan yang mumpuni, juga bakat memimpin.
Pada usia 12 tahun, misalnya, ia sudah hafal Alquran. Selain ilmu agama, ia juga menguasai ilmu pengetahuan umum, seperti ilmu falak dan aljabar.
Lalu, ketika usianya menapak 19 tahun, ia mendapat amanah untuk menduduki jabatan yudikatif sebagai Mufti di tanah kelahirannya Yaman. Jabatan itu membuatnya tercatat dalam sejarah sebagai Mufti termuda.
Walau jabatan sudah di tangan, Idrus Al Jufri muda tak pernah silau dengan keduniawian. Ia tetap kritis terhadap lingkungan sosial di negerinya.
Bahkan, ia rela melepas jabatan Mufti ketika memilih jalan menentang imperialisme Inggris. Sikap itu pula yang kemudian membawanya datang untuk kali kedua ke Indonesia.
Hal itu bermula ketika Habib Idrus Al Jufri bersama Habib Abdur Rahman bin Ubaidillah Assagaf mengadakan perjalanan ke luar tanah kelahirannya untuk menggalang opini dunia internasional atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan pihak Inggris, di Yaman Selatan.
Sayang, rencana itu kandas. Ia tertangkap di Pelabuhan Aden dengan barang bukti sejumlah dokumen yang hendak dibawanya ke luar negeri.
Saat itu, pihak penguasa memberinya dua pilihan, kembali ke Hadramaut atau mengubah rute perjalanan ke Asia Tenggara.
Pilihan kedualah yang dipilih Habib Idrus Al Jufri. Sedangkan, sahabatnya memilih kembali ke Hadramaut.
Ulama Idrus Al Jufri Tiba di Indonesia

Idrus bin Salim Al-jufri (pendiri Ponpes Al-Khairat Palu-Sulawesi) bersama pengurus Al Khairat
Sejarah mencatat, Habib Idrus Al Jufri tiba di Pulau Jawa pada 1926. Sekitar dua tahun ia berada di Jawa.
Di tanah Jawa ini ia sempat menjalin keakraban dengan pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, KH Hasyim Asy’ari.
Kiai Hasyim adalah pendiri ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU).
Sebelum memutuskan hijrah ke Palu, Habib Idrus Al Jufri sempat mendirikan Madrasah Ar-Rabitha di Solo.
Tetapi, ikhtiarnya untuk berdakwah bukanlah di Jawa.
Sempat menimbang pilihan ke Maluku dan Manado, akhirnya ia memutuskan untuk mengarungi lautan ke Palu. Di tempat baru ini ia menemukan lingkungan yang sangat berbeda dengan di Jawa.
Meski sudah ada penganut Islam, tetapi masih banyak warga di tempat ini yang melakoni ritual animisme, takhayul, dan khurafat.
Kondisi itu tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Habib Idrus Al Jufri. Meski demikian, hatinya tak pernah gamang. Tekadnya bulat untuk mengikis paham sesat yang telanjur berkembang di tempat baru ini. Ikhtiar dengan penuh keikhlasan itu ternyata membuahkan hasil.
Aktivitas dakwahnya dan lembaga pendidikan Al Khairaat yang didirikannya terus berkembang ke seluruh wilayah Sulawesi Tengah, lalu menyebar ke kawasan Indonesia Timur, termasuk Papua.
Dari Gelar Pahlawan Hingga Nama Bandara

Salah satu lembaga Al Khairat yang kini banyak menyebar di Sulawesi Tengah dan sekitarnya
Sang ulama Palu ini di anugerahkan gelar pahlawan serta menjadikan namanya sebagai nama bandara di Sulawesi Tengah. Yaitu bandara Mutiara Sis Al Jufri.
Keinginan untuk memberikan gelar pahlawan kepada Guru Tua dibantu oleh Menteri Sosial dari partai PKS, Salim Segaf Al Jufri, yang juga salah satu cucu Habib Idrus.
Tetapi, sebagai pihak keluarga, ia juga menyerahkan keputusan itu kepada masyarakat.
“Kalau kami dari keluarga menyerahkannya kepada pemerintah daerah dan masyarakat. Karena apa yang dilakukan Habib Guru Tua itu secara ikhlas, tanpa pamrih,” katanya.
Titah untuk memberikan gelar pahlawan, diakui Mensos Salim Segaf Al Jufri, berada di bawah kewenangannya. Tetapi, ia tak mau mengintervensi.
“Memang ada sekitar enam bulan di meja saya, tetapi saya sengaja tidak proses,” tuturnya.
Selain gelar pahlawan, nama Habib Idrus Al Jufri juga diusulkan untuk menjadi nama bandara di Sulawesi Tengah, yang sebelumnya bernama Mutiara.
Sebelumnya, Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali, mengusulkan penganugerahan gelar pahlawan kepada Habib Idrus Al Jufri yang berjasa menyebarkan Islam di wilayah Sulawesi Tengah, juga Indonesia Timur.
Habib Idrus Al Jufri berjasa pula mendirikan lembaga pendidikan Islam Al Khairat.
“Apa yang dia lakukan sangat berpengaruh bagi perkembangan umat dan kemajuan pendidikan. Jadi, beliau sangat pantas disebut pahlawan,” kata Menteri Agama itu.
Selain gelar pahlawan, nama Habib Idrus Al Jufri juga diusulkan untuk menjadi nama bandara di Sulawesi Tengah, yang sebelumnya bernama Mutiara.
Usulan tersebut kembali ditegaskan oleh Walikota Palu, Rusdy Mastura, pada peringatan haul ke-44 Guru Tua di Palu.
“Saya sudah mengusulkannya kepada DPRD agar nama lapangan terbang (bandara) Mutiara ditambah menjadi Mutiara Sayyidi Idrus bin Salim (SIS) Al Jufri. Insya Allah bisa cepat terwujud,” katanya.
Anggota MPR RI, Shaleh Muhammad Al Jufri, juga sudah menyampaikan usulan tersebut kepada pejabat setempat.
Nama Mutiara itu untuk menghargai Presiden Soekarno sebagai pihak yang memberikan nama Bandara Mutiara.
“Bagi kami, Habib Idrus Al Jufri adalah mutiara yang memancarkan sinarnya untuk Sulawesi Tengah sehingga nama tersebut cukup tepat,” kata MPR RI, Shaleh.
Disadur : MJTarhim.com/AbahZaky
by Danu Wijaya danuw | Oct 2, 2018 | Artikel, Berita, Nasional
Sebuah pesan terhadap Front Pembela Islam (FPI) beredar di media sosial. Pesan tersebut berisi pujian lantaran FPI menjalankan evakuasi lebih dulu sebelum datangnya tim evakuasi lainnya.
Pesan itu kemudian tersebar di sosial media dan menjadi perbincangan hangat.
“Saya malu banyak saudara saya yg telah ikut menjelek2an FPI,” demikian bunyi pesan tersebut, diakses Dream pada Senin 1 Oktober 2018.
Si penulis pesan menceritakan ketika tsunami tiba, semua orang panik. Mereka berusaha menyelamatkan diri sendiri.
“Malamnya suasana sangat mencekam, tada listrik, tada makan, tapi subuh2 baju putih2 sudah turun mbantu, orang FPI yg paling dulu cari korban, beri obat, makan,” lanjut pesan tersebut.
Si pembuat pesan juga mengatakan rumahnya hancur. Tak ada lagi yang tersisa, termasuk makanan dan air minum.

FPI sedang membantu dirumah seorang kristiani
“Rumahku hancur, mereka pagi datang bawa air, roti dan perban. Mereka tak peduli rumahku ada salib kristus, mereka telah hibur kami walau dengan senyum,” tulis pembuat pesan.
Memulihkan Rumah Warga dan Masjid
FPI mengirimkan bantuan sembako dan nantinya akan fokus membantu memulihkan rumah warga dan masjid-masjid yang rusak.
Habib Novel mengatakan FPI secara sigap memberikan bantuan dan mengirimkan relawan ke daerah yang terkena bencana alam, karena mempunyai sayap organisasi, Hilal Merah Indonesia (Hilmi).

Baju hijau (Hilmi FPI) dan putih (LPI) dibawah FPI juga, sedang mengevakuasi jasad bayi
“FPI tidak pernah absen mengirimkan bantuan dam relawan ke daerah manapun yang terkena bencana. Termasuk yang saat ini masih bertugas di Lombok.” jelasnya.
Ketua FPI Sulteng yang Bersedih
Akun twitter FPI mengunggah video Ketua FPI Sulawesi Tengah yang bersedih saat tiba di lokasi bencana.
“Ketua DPD FPI Sulteng brsama dgn relawan FPI tak kuasa mnahan tangis saat tiba dlokasi trparah di kel. Balaroa Palu Barat, Sulteng. Ratusan rumah warga ambruk longsor sedalam 20 meter kebawah, blm ada sama sekali evakuasi korban hingga saat ini.” Unggahan Twitter @intelijen_FPI .
Pesan tersebut mendapat banyak sekali tanggapan dari netizen.
“Ko aku merinding dan mau nangis bahagia ngelihat perdamaian ini..,” tulis akun @lambehemong.
“FPI udah sering begitu, sewaktu ada bencana pasti turun langsung ke lapangan. Cuma ga banyak yang expose. Ya biasa lah media. Yang di expose yang jelek2 aja hehehe..,” tulis akun @swariwiraputri.
“Sya percaya krna pas gempa lombok rombongan itu selalu wara wiri dengan rompi khasnya membawa bantuan,” tulis akun @rela_noviatin08.
Sumber : Dream.co.id/Krimer