Ukhti, Isilah Masa Mudamu Dengan Amal Shalih

 
Ukhti, sebagian kita mungkin beranggapan bahwa akan sayang sekali jika bersenang-senang dan berfoya-foya tidak dilakukan saat masih muda.
Padahal tidak demikian, ukh. Justru masa muda perlulah dijauhkan dari hal-hal seperti itu. Karena kita tidak tahu kapan maut menjemput.
Rugilah diri kita, bila Allah memanggil di usia muda, sedang belum cukup bekal kita untuk bisa berangkat menuju surgaNya.
Ukhti, manfaatkanlah usia mudamu untuk terus beramal shalih dan beribadah kepada Allah SWT. Dalam surat At Tiin, Allah telah bersumpah dengan tiga tempat diutusnya para Nabi ‘Ulul Azmi yaitu
[1] Baitul Maqdis yang terdapat buah tin dan zaitun –tempat diutusnya Nabi ‘Isa ‘alaihis salam-,
[2] Bukit Sinai yaitu tempat Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa ‘alaihis salam,
[3] Negeri Mekah yang aman, tempat diutus Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Setelah bersumpah dengan tiga tempat tersebut, Allah Ta’ala pun melanjutkan firmanNya,

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (5) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (QS. At Tiin [95] : 4-6)
Maksud ayat “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” ada empat pendapat.
Di antara pendapat tersebut adalah “Kami telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya, sebagaimana di waktu muda yaitu masa kuat dan semangat untuk beramal.”
Pendapat ini dipilih oleh ‘Ikrimah. Menurut Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah, Ibrahim dan Qotadah, juga Adh Dhohak, yang dimaksudkan dengan bagian ayat ini adalah “dikembalikan ke masa tua renta setelah berada di usia muda, atau dikembalikan di masa-masa tidak semangat untuk beramal setelah sebelumnya berada di masa semangat untuk beramal”. Masa tua adalah masa tidak semangat untuk beramal. Seseorang akan melewati masa kecil, masa muda, dan masa tua. Masa kecil dan masa tua adalah masa sulit untuk beramal, berbeda dengan masa muda.
An Nakho’i mengatakan, “Jika seorang mukmin berada di usia senja dan pada saat itu sangat sulit untuk beramal, maka akan dicatat untuknya pahala sebagaimana amal yang dulu dilakukan pada saat muda.”
Ibnu Qutaibah mengatakan, “Karena Allah Ta’ala Maha Mengetahui, seandainya mereka masih diberi kekuatan beramal sebagaimana waktu mudanya, mereka tidak akan berhenti untuk beramal kebaikan. Maka orang yang gemar beramal di waktu mudanya, (di saat tua renta), dia akan diberi ganjaran sebagaimana di waktu mudanya.” (Lihat Zaadul Maysir, 9/172-174)
Jadi, usia muda adalah masa fit (semangat) untuk beramal. Oleh karena itu, manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya. Janganlah disia-siakan.
Jika Anda masih berada di usia muda, maka janganlah katakan: jika berusia tua, baru aku akan beramal.
Daud Ath Tho’i mengatakan, “Sesungguhnya malam dan siang adalah tempat persinggahan manusia sampai dia berada pada akhir perjalanannya. Jika engkau mampu menyediakan bekal di setiap tempat persinggahanmu, maka lakukanlah.“
 
Semoga Allah memperbaiki keadaan segenap pemuda yang membaca risalah ini. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada mereka ke jalan yang lurus.
Sebagaimana perkataan Nabi Syu’aib dalam Q.S. Hud ayat 88,

إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan, selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku, melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.”
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala wa alihi wa shohbihi wa sallam.
 
Disadur : Rumasyo

Saat Bergembira

Oleh : M. Lili Nur Aulia
 
Rasulullah SAW bersabda,
Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan: bila berbuka puasa ia gembira, dan bila bertemu dengan Rabbnya ia bergembira dengan puasanya” (HR. Bukhari)
Ketika terdengar suara adzan, sebisa mungkin nikmatilah berbuka puasa bersama dengan kumandang adzan. Jangan lupa berdo’a disela-sela berbuka. Ketahuilah bahwa bagi orang yang berpuasa ada waktu yang manjur ketika berbuka puasa. Lalu doa apakah yang akan dipanjatkan kepada Allah?
Setelah berbuka puasa, segeralah lakukan shalat berjamaah di masjid.
Waktu Mustajab untuk Berdoa
Bila Anda memiliki keperluan kepada Allah dan Anda menginginkan agar keperluanitu terpenuhi, maka kesempatan itu telah datang. Sekarang saatnya, Anda berpuasa dan bagi orang yang berpuasa ada saat-saat mustajab. Berdo’alah dengan sungguh-sungguh, pada momen-momen lain yang mustajab.
Anda bisa berdo’a hingga meneteskan airmata karena rasa takut kepada Allah. Atau berdo’a setelah Anda bersedekah secara diam-diam, atau setelah Anda meringankan hajat seorang muslim. Ketahuilah hal tersebut akan mempercepat do’a Anda terkabul.
Abdullah Bin Mas’ud berkata: “Barangsiapa yang ingin bertemu dengan Allah kelak dalam kondisi muslim, hendaklah ia menjaga shalatnya yang telah diserukan kepadanya. ”
Asuransi Bagi Amal Shalih
Sebagian orang begitu bernafsu untuk mengasuransikan kendaraan, bangunan dan bahkan jiwanya. Maka jadilah Anda orang yang bersemangat untuk mengansuransikan hidup Anda dalam beribadah.
Misalnya adalah ketika Anda akan melakukan shalat, hendaklah membawa orang lain hingga Anda mendapat pahala seperti pahala orang yang Anda ajak.
Begitupula bagi orang yang berpuasa hendaklah memberikan buka puasa bagi orang lain, agar memiliki pahala seperti orang yang berpuasa meski hanya memberikan sebutir kurma, seteguk air dan susu.
Setiap mukmin yang memberi makan muslim lain yang lapar, akan diberikan makan dari buah-buahan surga. Barangsiapa yang memberi minum bagi mukmin yang kehausan maka Allah akan memberinya minum dengan (rahiqil makhtum) yaitu air minum dari surga.
Abdullah bin Umar tidak berbuka puasa kecuali bersama anak-anak yatim dan orang miskin.
Banyak kaum salaf mengatakan, “Sungguh, dengan aku mengundang sepuluh sahabatku, kemudian aku suguhkan jamuan makanan yang mereka sukai, lebih aku cintai dari pada membebaskan sepuluh budak dari anak Ismail”.
 
Sumber :
Ramadhan Sepenuh Hati, M. Lili Nur Aulia