0878 8077 4762 [email protected]

Kenapa Rasulullah dan Islam Lahir Di Jazirah Arab?

JIKA kita banyak membaca sejarah, maka kita akan menemukan bahwa nabi dan rasul yang terpilih banyak yang lahir dari Jazirah Arab. Lalu timbul pertanyaan, “Mengapa Arab?” “Mengapa tanah gersang dengan orang-orang nomad di sana dipilih menjadi tempat diutusnya Rasul terakhir ini?”
Tidak sedikit umat Islam yang bertanya-tanya penasaran tentang hal ini. Mereka berusaha mencari hikmahnya. Ada yang bertemu. Ada pula yang meraba tak tentu arah.
Para ulama mencoba menyebutkan hikmah tersebut. Dan dengan kerendahan hati, mereka tetap mengakui hakikat sejati hanya Allah-lah yang mengetahui.
Para ulama adalah orang yang berhati-hati. Jauh lebih hati-hati dari seorang peneliti. Mereka jauh dari mengedepankan egoisme suku dan ras. Mereka memiliki niat, yang insya Allah, tulus untuk hikmah dan ilmu.
Dikutip dari Zaid bin Abdul Karim az-Zaid dalam Fiqh as-Sirah menyebutkan di antara latar belakang diutusnya para rasul, khusunya rasul terakhir, Muhammad saw, di Jazirah Arab adalah:
Pertama: Jazirah Arab adalah tanah merdeka.
Jazirah Arab adalah tanah merdeka yang tidak memiliki penguasa. Tidak ada penguasa yang memiliki kekuasaan politik dan agama secara absolut di daerah tersebut. Berbeda halnya dengan wilayah-wilayah lain. Ada yang dikuasai Persia, Romawi, dan kerajaan lainnya.
Kedua: Jauh dari peradaban besar.
Mengapa jauh dari peradaban besar merupakan nilai positif? Karena benak mereka belum tercampuri oleh pemikiran-pemikiran lain. Orang-orang Arab yang tinggal di Jazirah Arab atau terlebih khusus tinggal di Mekah, tidak terpengaruh pemikiran luar.
Jauh dari ideologi dan peradaban majusi Persia dan Nasrani Romawi. Bahkan keyakinan paganis juga jauh dari mereka. Sampai akhirnya Amr bin Luhai al-Khuza’i kagum dengan ibadah penduduk Syam. Lalu ia membawa berhala penduduk Syam ke Jazirah Arab.
Jauhnya pengaruh luar ini, membuat jiwa mereka masih polos, jujur, dan lebih adil menilai kebenaran wahyu.
Ketiga: Mereka berkomunikasi dengan satu Bahasa yaitu bahasa Arab.
Jazirah Arab yang luas itu hanya memiliki satu bahasa untuk komunikasi di antara mereka, yaitu Bahasa Arab. Adapun wilayah-wilayah lainnya memiliki banyak bahasa. Saat itu, di India saja sudah memiliki 15 bahasa resmi (as-Sirah an-Nabawiyah oleh Abu al-Hasan an-Nadawi, Cet. Jeddah: Dar asy-Syuruq. Hal: 22).
Bayangkan seandainya di Indonesia, masing-masing daerah berbeda bahasa, bahkan ada sampai ratusan bahasa. Komunikasi akan terhambat dan dakwah sangat lambat tersebar, karena kendala bahasa saja. Sehingga bahasa Arab sebagai bahasa pemersatu sangatlah tepat.
Keempat: Banyaknya orang-orang yang datang ke Mekah.
Mekah telah menjadi tempat istimewa sejak masa Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihimassalam. Oleh karena itu, banyak utusan dari wilayah Arab lainnya datang ke sana. Demikian juga jamaah haji. Pedagang, para ahli syair dan sastrawan.
Keadaan ini mempermudah untuk menyebarkan risalah kenabian. Mereka datang ke Mekah, lalu kembali ke kampung mereka masing-masing dengan membawa berita risalah kerasulan.
Kelima: Memiliki agama dan kepercayaan yang beragam.
Mereka memang orang-orang pagan penyembah berhala. Namun berhala mereka berbeda-beda. Ada yang menyembah malaikat. Ada yang menyembah bintang-bintang. Dan ada pula yang menyembah patung –ini yang dominan-.
Patung yang mereka sembah pun bermacam ragam. Setiap daerah memiliki patung jenis tertentu. Keyakinan mereka beragam. Ada yang menolak, ada pula yang menerima.
Di antara mereka juga terdapat orang-orang Yahudi dan Nasrani. Dan sedikit yang masih berpegang kepada ajaran Nabi Ibrahim yang murni.
Keenam: Kondisi sosial unik memiliki jiwa fanatik kesukuan (ashabiyah).
Orang Arab hidup dalam tribalisme, kesukuan. Pemimpin masyarakat adalah kepala kabilah. Mereka menjadikan keluarga sendiri yang memimpin suatu koloni atau kabilah tertentu. Dampak positifnya kentara saat Nabi saw memulai dakwahnya. Kekuatan bani Hasyim menjaga dan melindungi beliau dalam berdakwah.
Apabila orang-orang Quraisy menganggu pribadi beliau, maka paman beliau, Abu Thalib, datang membela. Hal ini juga dirasakan oleh sebagian orang yang memeluk Islam. Keluarga mereka tetap membela mereka.
Ketujuh: Secara geografi, Jazirah Arab terletak di tengah dunia.
Memang pandangan ini terkesan subjektif. Tapi realitanya, Barat menyebut mereka dengan Timur Tengah. Geografi dunia Arab bisa berhubungan dengan belahan dunia lainnya. Sehingga memudahkan dalam penyampaian dakwah Islam ke berbagai penjuru dunia. Terbukti, dalam waktu yang singkat, Islam sudah menyebar ke berbagai penjuru dunia. Ke Eropa dan Amerika.
Kedelapan: Faktor penduduknya.
Penduduk Arab adalah orang-orang yang secara fisik proporsional; tidak terlalu tinggi dan tidak pendek. Tidak terlalu besar dan tidak kecil. Demikian juga warna kulitnya. Serta akhlak dan agamanya.
Sehingga kebanyakan para nabi diutus di wilayah ini. Tidak ada nabi dan rasul yang diutus di wilayah kutub utara atau selatan.
Para nabi dan rasul secara khusus diutus kepada orang-orang yang sempurna secara jenis (tampilan fisik) dan akhlak. Kemudian Ibnu Khaldun berdalil dengan sebuah ayat:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia…” (QS. Ali Imran: 110). (Muqaddimah Ibnu Khaldun, Cet. Bairut: Dar al-Kitab al-Albani. Hal: 141-142).
Namun Allah Ta’ala lebih hikmah dan lebih jauh kebijaksanaannya dari hanya sekadar memandang fisik. Dia lengkapi orang-orang Kaukasia yang ada di Timur Tengah dengan perangai yang istimewa.
Hal ini bisa kita jumpai di buku-buku sirah tentang karakter bangsa Arab pra-Islam. Mereka jujur, polos, berkeinginan kuat, dermawan, dan lain-lain. Kemudian Dia utus Nabi-Nya, Muhammad saw di sana
 
Sumber : Kisahmuslim

Langka, Salju Turun di Padang Pasir Tabuk di Arab Saudi

Langka, Salju Turun di Padang Pasir Tabuk di Arab Saudi

TABUK – Citra wilayah Arab Saudi identik dengan pohon palem, padang pasir yang panas dan unta. Namun gelombang musim dingin menyebabkan pemandangan langka, yakni saljut turun di padang pasir Tabuk, Saudi.
Pemandangan langka itu terjadi 16 Januari 2018. Para penduduk di wilayah itu ramai-ramai keluar rumah menikmati turunnya salju.
Banyak warga di puncak Gunung Al-Lawz, Tabuk, yang diselimuti salju putih, memanfaatkan momen itu dengan naik kereta luncur dan merencanakan wisata api unggun.
Wilayah Tabuk beberapa tahun terakhir selalu diguyur hujan salju, namun selalu meleleh dalam beberapa jam, sehingga menyebabkan tumpukan lumpur di jalan.
Arab News melaporkan, para petugas dari Bulan Sabit Merah, Pertahanan Sipil dan Penjaga Perbatasan bersama dengan dinas lalu lintas dan keamanan setempat memantau kawasan Tabuk. Mereka siaga untuk menanggapi keadaan darurat.

2_tabuk

Padang pasir Tabuk, Arab Saudi, diguyur hujan salju


Hussein Al-Qahtani, juru bicara Otoritas Umum Meteorologi dan Perlindungan Lingkungan, mengatakan kepada Saudi Press Agency (SPA) yang dikutip Minggu (28/1/2018), bahwa cuaca dingin akan berlanjut sampai minggu depan dengan suhu diperkirakan turun menjadi minus 2 derajat Celsius.
Hujan salju tak hanya turun di padang pasir Tabuk, Saudi. Wilayah Dahr al-Baidar, sebelah timur Beirut, Lebanon, juga mengalami pemandangan serupa.
Awal bulan ini, bagian Gurun Sahara juga diselimuti salju untuk ketiga kalinya dalam 40 tahun.

Tren Pakaian Jubah dan Sorban Pahlawan Nasional Dahulu

Sejarah bangsa ini telah banyak mencatatkan, bagaimana para pahlawan nasional atau pejuang kemerdekaan seperti Pangeran Diponegoro, Kyai Mojo, Sentot Alibasyah Prawirodirjo, Teuku Cik Ditiro dan Imam Bonjol memilih memakai jubah dan sorban sebagai identitas diri melawan penjajah belanda
Pemilihan pakaian Islami berupa Jubah dan Sorban yang dilakukan para pejuang terdahulu saat melawan penjajah Belanda ternyata memiliki dasar yang kuat.
Guru Besar sejarah Universitas Padjajaran, Profesor Ahmad Mansur Suryanegara mengungkapkan bahwa alasan para pejuang mengenakan pakaian Islami dengan jubah dan Sorban adalah, karena pada masa itu pakaian adat identik dengan para pembantu Penjajah Belanda untuk menindas masyarakat Nusantara.
Jubah dan sorban dipilih oleh para pemimpin dan pejuang yang juga notabone adalah para pemimpin ulama sebagai identitas perjuangan melawan penjajah belanda
Dahulu, sejarah juga telah mencatatkan, bahwa belanda menggunakan pakaian adat untuk praktek memecah belah dan adu domba dengan memanfaatkan nilai nilai kedaerahan.
Para pejuang seperti Pangeran Diponegoro, Kiai Mojo dan Sentot Alibasyah Prawirodirjo lebih memilih mengenakan busana Islami dari pada pakaian adat Jawa ketika melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda pada masa itu.
Penjajah belanda dinilai sebagai manifestasi barisan kaum kafir yang harus dilawan, dan sebagai identitas diri perlawanan, maka identitas diri sebagai muslimlah dengan jubah dan sorban yang dipilih
Ditambah dengan kobar semangat pekik takbir, Allah Akbar, yang selalu menghiasai tiap perjuangan didalam peperangan kepada belanda
Jadi soal Jubah atau sorban bukan lagi soal arab, tetapi sudah menjadi bagian perjuangan negeri ini terhadap penjajah belanda, istilahnya sudah menjadi identitas diri yang menjadi pembeda
Seperti penjelasan lengkap yang ditulis Profesor Ahmad Mansur Suryanegara melalui akun Facebook pribadinya, selasa (15/12/2015)
Pangeran Diponegoro, Kiyai Mojo, Sentot Alibasyah Prawirodirjo menanggalkan BUSANA ADAT Jawa, ketika para Pengena Busana Adat menjadi Pembantu Utama Penjajah Protestan Belanda. Ikut serta menindas rakyat dengan menggunakan topeng BUDAYA ADAT untuk memadamkan CAHAYA ISLAM.
Pangeran Diponegoro, walau menyandang Keris. Menurut DR Tjipto MangunKusumo tidak pernah menghunus kerisnya di tengah peperangan. Tetapi selalu membacakan AL QURAN untuk membangkitkan Jiwa Juang umat dan rakyat pendukungnya yang anti penjajah.
Pangeran Diponegoro, Kiyai Mojo, Sentot Alibasyah Prawirodirjo BERBUSANA ISLAMI menyelamatkan bangsanya dari keruntuhan moral bangsanya.
Pembusana Adat Djawa bertingkah laku pemadat, merendahkan martabat wanita, perusak keluhuran Adat Djawa, perusak Syariah Islam dalam Istana Kesultanan dan di masyarakat Djawa. Berkedok memelihara Adat Djawa, tapi bermental rendah.
Bila disebutkan ORA NDJOWO artinya tingkah lakunya TIDAK ISLAMI. Saat itu JOWO atau JAWA di masyarakat artinya MENGERTI.
Bila disebut ORA NDJOWO artinya ORA NGERTI atau TIDAK ISLAMI. ORA artinya Tidak. Djawa artinya Islam dan Pribumi berseberangan penjajah yang asing
Dalam perjalanan Sejarah. ADAT DAERAH di Nusantara diperadabkan oleh Ajaran ISLAM.
Pada masa penjajahan Kerajaan Protestan Belanda dan pemerintah Kolonial Belanda, ADAT BUDAYA yang bersifat LOKAL dijadikan PEMECAH BELAH KESATUAN BANGSA atau UMAT.
Dijadikan Alat oleh penjajah melawan ISLAM yang bersifat UNIVERSAL dan PEMERSATU BANGSA INDONESIA.
 
Sumber : Islamedia

Belajar Mengambil Ilmu dari Ulama Lain

Salah seorang dosen Syari’ah di kuwait melakukan sebuah “percobaan” kepada para mahasiswanya dengan mengubah sejumlah nama ulama terhadap beberapa fatwa.

  • Fatwa Syaikh Bin Baz (Arab), beliau ganti dengan Syaikh Al-Bouthiy (Suriah)
  • Fatwa Syaikh Utsaimin (Arab), beliau ganti dengan Syaikh Asy-Sya’rawiy (Mesir)
  • Fatwa Syaikh Shalih Al-Fauzan An-Najdiy (Arab), beliau ganti dengan Syaikh Al-Ghumari (Maroko) , dll.

Kebanyakan para mahasiswa memilih fatwa Syaikh Bin Baz, Syaikh Al-Utsaimin, dan Syaikh Shalih Al-Fauzan.
Tatkala mereka ditanya alasan mereka memilih fatwa Syaikh Bin Baz, Syaikh ‘Utsaimin, dan Syaikh Shalih Fauzan Al-Fauzan?
Mereka menjawab: sebab para ulama tersebut diatas Al-Qur’an dan As-Sunnah, tidak sebagaimana fatwa Syaikh Al-Bouthiy, Syaikh Asy-Sya’rawiy, dan Syaikh Al-Gumari.
Kemudian mereka (para mahasiswa ini) di buat tercengang oleh sang Dosen.
Karena fatwa-fatwa yang mereka pilih tadi yang mereka anggap fatwa Syaikh Bin Baz, Syaikh Utsaimin, dan Syaikh Shalih Fauzan Al-Fauzan (dengan alasan bahwa fatwa-fatwa itu berdiri di atas Al-Quran dan As-Sunnah) ternyata sebenarnya adalah fatwa Syaikh Al-Bouthiy, Syaikh As-Sya’rawi, dan Syaikh Al-Ghumari.
Kemudian sang dosen menjelaskan pada segenap mahasiswanya dengan penjelasan yang logis dan menyentuh hati bahwa mereka.
Ternyata umumnya kita hanya mengikuti kebenaran berdasarkan nama-nama tokoh semata, bukan berdasarkan dalil dan kedekatan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Demikianlah fakta diantara fakta-fakta yang terjadi di tengah ummat masa kini.
Mudah-mudahan Allah memberi kita hidayah kepada jalan yang lurus.
 
Dosen tersebut bernama:
Syaikh Dr. Yasir ‘Ujail An-Nasymi.

Langka, Ulama Syiah Irak Moqtada al-Sadr Temui Putra Mahkota Saudi

RIYADH – Ulama Syiah berpengaruh di Irak, Moqtada al-Sadr, melakukan kunjungan langka ke Arab Saudi. Dia melakukan pertemuan dengan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman dan pejabat lainnya.
Pertemuan langka itu berlangsung hari Minggu di Jeddah dan dirilis kantor berita negara Saudi, SPA, Senin (31/7/2017).
Irak berada di garis patahan antara kekuatan Syriah Iran dan negara-negara kekuatan Sunni yang selama ini terlibat konflik sektarian.
Iran dan Saudi sendiri hingga kini masih berseteru setelah kedua negara memutuskan hubungan diplomatik beberapa bulan lalu.
Irak dan Arab Saudi pada bulan lalu mengumumkan bahwa mereka membentuk dewan koordinasi untuk meningkatkan hubungan strategis sebagai bagian dari usaha untuk menyembuhkan hubungan yang bermasalah di antara tetangga Arab.
Arab Saudi telah membuka kembali kedutaan besarnya di Baghdad Irak pada tahun 2015, setelah 25 tahun vakum.
Pada bulan Februari, Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jubeir juga melakukan kunjungan langka ke Baghdad, Irak.
Al-Sadr, merupakan ulama Syiah Irak yang terkenal anti-Amerika. Dia memiliki pengikut besar di Baghdad dan kota-kota selatan Irak termasuk kelompok Saraya al-Islam atau dikenal sebagai Milisi Brigade Perdamaian.
Ulama Syiah ini juga pernah membuat seruan mengejutkan, yakni meminta Presiden Suriah, Bashar al-Assad yang membantai rakyatnya untuk lengser.
Padahal, para milisi Syiah di Timur Tengah, terutama dari negeri Syiah di Iran dan Libanon dikenal sebagai loyalis Assad. Mereka mengirim tentara bayaran syiah untuk melanggengkan kekuasaan diktator Assad.
Menurut laporan SPA, al-Sadr bertemu dengan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman untuk mendiskusikan isu-isu yang menjadi kepentingan bersama.
 
Sumber : SindoNews/Saudi Press Agency