Ummu Aiman: Sang Ibu Asuh Rasulullah (3-akhir)

Oleh: Lia Nurbaiti
 
Sepeninggal Rasulullah SAW, Ummu Aiman tetap dihormati oleh para sahabat. Ketika itu Abu Bakar ra. berkata kepada Umar, “Mari kita mengunjungi Ummu Aiman sebagaimana Rasulullah mengunjunginya.”
Ketika sampai di rumah Ummu Aiman, ditemuinya Ummu Aiman dalam keadaan sedang menangis. Mereka bertanya “Apa yang membuat ibunda menangis? Apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi Rasulullah.” Ummu Aiman menjawab, “Aku menangis bukan karena aku tidak tahu apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi Rasulullah. Akan tetapi, aku menangis karena sekarang tidak ada wahyu lagi.” Jawaban itu membuat keduanya menangis.
Begitulah rasa cinta dan sayangnya Ummu Aiman yang begitu dalam terhadap Rasulullah SAW.
Ummu Aiman diberi umur panjang oleh Allah SWT. Ia mengikuti masa pemerintahan Abu Bakar ra. hingga pemerintahan Umar ra. Bahkan ketika Umar ra. terbunuh, Ummu Aiman menangis dan berkata, “Hari ini Islam mulai lemah”.
Saatnya Berpisah
Umur panjang yang dikaruniakan kepada Ummu Aiman sungguh sangat bermakna perannya terhadap perjuangan Islam akan selalu tercatat dalam sejarah. Namun setiap manusia akan mati, begitu juga dengan ibunda kita ini. Pada masa pemerintahan Utsman ra. Allah memanggilnya untuk berkumpul dengan orang yang dicintainya (Rasulullah) di surga, yang kenikmatannya tiada terkira.
Allah berfirman, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.  Mereka itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.“(QS. Al-Baqarah: 155-157).
Teriring doa, Semoga Allah meridhai pengasuh Rasul-Nya. Dia-lah panutan sejati wanita dunia. Kejernihan hati, semangat perjuangan dan pengorbanan untuk kebenaran, semuanya ada padanya.
 
Referensi:
35 Shirah Shahabiyah, Jilid 2, Mahmud Al-Mishri
 

Ummu Aiman: Sang Ibu Asuh Rasulullah (2)

Oleh: Lia Nurbaiti
 
Hijrah Yang Penuh Berkah
Ketika penderitaan dan siksaan yang dialami kaum muslimin di Makkah semakin berat, maka Rasulullah mengizinkan kaum muslimin berhijrah ke Madinah. Di perjalanan, ada kejadian luar biasa yang dialami Ummu Aiman. Bahkan sulit untuk dilukiskan.
Ustman bin Qasim menceritakan, “Ummu Aiman ikut dalam rombongan kaum muslimin yg hijrah ke Madinah. Sore hari ketika sampai di daerah Mansharif (sebelum Rauha), Ummu Aiman yang pada saat itu sedang berpuasa merasa sangat lelah dan haus. Tiba-tiba ada wadah berisikan air terikat tali putih menjulur dari langit. Lalu Ummu Aiman meminumnya. Setelah kejadian itu,ia berkata “Setelah kejadian itu, saya tidak pernah merasakan haus, meskipun sedang berpuasa“. [HR. Ibnu Sa’d (8/224) Ibnu hajar (Al-Ishabah : 13/178].
Lembaran Emas Perjalanan Jihad Ummu Aiman
Usia yang semakin beranjak tua tak menyurutkan Ummu Aiman untuk ikut berjuang mengibarkan panji Islam di setiap perang Kaum Muslimin. Ia selalu ikut berjihad bersama Rasulullah SAW
Simaklah lembar demi lembar perjalanan jihad seorang Ummu Aiman.
1. Ummu Aiman di Perang Uhud
Di perang ini Ummu Aiman bertugas sebagai tim kesehatan dan penyiapan makanan pasukan di Perang Uhud.
2. Ummu Aiman di Perang Khaibar
Dalam perang ini pun ia tak luput untuk ikut sebagai tahapan penting dalam penegakan Agama Allah.
3. Ummu Aiman di Perang Mu’tah
Allah memberikan cobaan dan ujian untuk Ummu Aiman yang tidak pernah gentar ataupun takut terhadap musuh-musuh kaum muslimin.
Namun di dalam perang ini, Allah menguji keimanan Ummu Aiman dengan terbunuhnya Zaid bin Haritsah (suaminya) sebagai syahid.
Ia hanya bisa tegar dan tetap berharap agar suaminya diterima di sisi Allah.
4. Ummu Aiman di Perang Hunain
Tiba saatnya kaum muslimin berhadapan dengan kaum kafir di perang Hunain. Ummu Aiman tentu tidak mau ketinggalan. Ia ikut dalam pasukan Islam untuk memperjuangkan agama Tuhannya, walaupum hanya dalam bentuk menyiapkan minum para mujahid.
Allah pun memberikan kembali ujian kepadanya yaitu, putranya gugur sebagai syahid dalam perang ini. Tapi lagi-lagi, ia begitu bersabar dan berdoa semoga putranya diterima di sisi Allah.
Posisi Ummu Aiman di hati Rasulullah tidak tergeser. Rasulullah tidak pernah lupa bahwa Ummu Aiman adalah ibu kedua beliau. Ibu keduanya itu rela berkorban apa saja demi keselamatan beliau juga mencurahkan semua kasih sayangnya kepada Rasulullah.
Begitupun Ummu Aiman, ia sangat terpukul ketika Rasulullah meninggal dunia. Ia hanya bisa berdiri kaku, dan air matanya terus berderai. Semua kenangan indah saat bersama beliau kecil, kemudian menjadi pemuda, lalu menjadi seorang Nabi bagi umat terbaik. Dan sekarang, dia pergi meninggalkan dunia untuk selama-lamanya. *bersambung

Ummu Aiman: Sang Ibu Asuh Rasulullah (1)

Oleh: Lia Nurbaiti
 
Shahabiyah yang kali ini kita akan ceritakan kisah imannya dan keteguhannya dalam berjuang di jalan Allah adalah Ummu Aiman.
Seorang wanita pengasuh Rasulullah SAW. Dialah ibu kedua bagi Rasulullah SAW. Ibu dari Aiman ra yang merupakan seorang sahabat yang ikut dalam berbagai peristiwa besar bersama Rasulullah SAW.
Ummu Aiman adalah istri dari Zaid bin Haritsah ra, anak angkat kesayangan Nabi SAW yang juga ibu dari Usamah bin Zaid ra, cucu kesayangan beliau.
Abu Nu’aim berkata, “Ummu Aiman adalah wanita yang ikut dalam peristiwa hijrah, mampu menempuh jarak yang jauh dengan berjalan kaki, rajin berpuasa, tahan terhadap lapar, dan mudah menangis (karena takut kepada Allah). Dia akan mendapatkan minuman dari surga yang dapat mengobati semua kepedihan yang pernah ia rasakan”.
Pasti kita sangat penasaran akan kepribadian seorang Ummu Aiman bukan? Siapakah Ummu Aiman?
Ummu Aiman adalah wanita keturunan Habasyah. Budak yang diwarisi Rasulullah dari ayah beliau. Kemudian Rasulullah SAW memerdekakannya setelah Rasul menikahi Khadijah. Dia termasuk rombongan kaum muslimin yang hijrah pada gelombang pertama.
Nama aslinya adalah Barakah. Ummu Aiman adalah nama panggilannya, karena anaknya bernama Aiman. Ia menikah dengan Ubaid bin Harits Al-Khazraji, yang kemudian memiliki anak yang bernama Aiman.
Nama Aiman sendiri terukir dalam peristiwa hijrah dan jihad. Ia gugur sebagai syahid dalam perang Hunain.
Abdullah (ayah Nabi) adalah putra kesayangan Abdul Muthalib (kakek Nabi). Abdullah meninggal dunia saat Nabi Muhammad masih di dalam kandungan. Dan pada suatu hari, Aminah (ibunda Nabi) berniat berziarah ke makam suaminya di Madinah yang berjarak 500 km dari Makkah. Bersama ayah mertuanya (Abdul Muthalib), pembantunya (Ummu Aiman) dan Nabi Muhammad yang masih kecil, Aminah pun berangkat menuju Madinah.
Setelah satu bulan di Madinah, mereka memutuskan untuk pulang kembali ke Makkah. Diperjalanan pulang, Aminah sakit keras hingga meninggal dunia di ‘Abwa, perkampungan antara Madinah dan Makkah.
Disaat-saat sulit inilah, keistimewaan Ummu Aiman terlihat. Allah swt menghendakinya menghimpun semua kebajikan. Ia membawa Nabi Muhammad kecil kembali ke Madinah dan mengasuhnya dengan segenap kasih sayang. Abdul Muthalib tidak bisa mengasuh Nabi Muhammad selamanya. Ia sudah tua dan akhirnya meninggal dunia. Namun sebelumnya ia sudah berpesan kepada Abu Thalib (seorang anaknya) untuk mengasuh Nabi Muhammad. Nabi Muhammad kecil sangat sedih dengan meninggalnya sang kakek.
Keberkahan yang Datang Melalui Rasulullah SAW
Sepeninggal Abdul Muthalib, Nabi Muhammad kecil tinggal bersama Abu Thalib. Sejak saat itu ia diasuh oleh Fatimah binti Asad (istri Abu Thalib) dan Ummu Aiman dengan penuh kasih sayang. Keluarga Abu Thalib adalah keluarga yang serba kekurangan, namun semenjak kehadiran Nabi Muhammad. Kondisi keluarga Abu Thalib selalu baik, makanan dan minuman selalu tercukupi.
Abu Thalib sering berkata kepada Nabi Muhammad, “Kamu anak yang diberkahi”.
Bahkan Ummu Aiman pernah berkisah, “Rasulullah tidak pernah mengeluh lapar dan haus. Di pagi hari, beliau minum seteguk air zam-zam. Siang harinya ketika saya tawari makan, beliau berkata,”Tidak usah, aku tidak lapar”.
Nabi SAW Memerdekakannya dan Ubaid ra Menikahinya
Nabi Muhammad kecil tumbuh dalam dekapan kasih sayang dua wanita mulia: Fatimah binti Asad dan Ummu Aiman. Mereka memperlakukan Nabi Muhammad seperti anak mereka sendiri. Ketika Nabi Muhammad menikah dengan Khadijah, beliau memerdekakan Ummu Aiman yang pada saat itu statusnya adalah budak Abdullah.
Setelah ia menjadi wanita merdeka ia menikah dengan Ubaid bin Harits Al-Khazraji. Ummu Aiman termasuk orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Hanya saja langkah baiknya tidak diikuti oleh suaminya. Ia tidak mau masuk Islam. Akhirnya keduanya berpisah.
Tetapi setelah kejadian tersebut Allah berikan kebahagian lainnya yaitu ia dinikahi oleh seorang budak Khadijah yang bernama Zaid bin Haritsah. Mereka dikaruniai anak bernama Usamah bin Zaid.
Rasulullah pernah berkata “Zaid, kamu adalah budak yang kumerdekakan. Kamu bagian dariku dan akan bersamaku, orang yang paling aku sayangi adalah kamu” *bersambung