0878 8077 4762 [email protected]
Korban Gempa Lombok Tetap Shalat Idul Adha di Tenda Pengungsian

Korban Gempa Lombok Tetap Shalat Idul Adha di Tenda Pengungsian

 
VIVA – Ribuan umat Islam di Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB) merayakan hari raya Idul Fitri di lapangan-lapangan dan lokasi pengungsian. Dengan segala keterbatasan di tengah musibah gempa yang terus terjadi, mereka tetap khusyuk beribadah dan berkurban.
Ketua MUI Mataram Tuan Guru Haji Abdul Manan, yang bertindak sebagai penceramah dan imam shalat Idul Adha di lapangan Kota Mataram, merasakan suasana yang berbeda pada Idul Adha tahun ini. Warga Lombok dan Mataram dilanda ketakutan dan kepanikan pasca gempa yang mengguncang wilayah NTB.
 
“Biasanya salat Idul Adha dilaksanakan di masjid, namun tahun ini Idul Adha berada di lapangan tempat pengungsian. Ini menyisakan satu kesedihan tersendiri,” kata Tuan Guru Haji Abdul Manan saat berbincang dengan tvOne.

Sejumlah anggota Basarnas  berusaha mengevakuasi jenazah korban yang meninggal akibat tertimbun reruntuhan Masjid Jabal Nur yang rusak akibat gempa bumi di Tanjung, Lombok Utara, NTB, Selasa (7/8). Berdasarkan data BNPB mencatat sedikitnya 98 korban meninggal dunia akibat bencana gempa bumi yang terjadi Minggu (5/8) dan kemungkinan masih akan bertambah. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/pd/18

Masjid yang hancur karena gempa Lombok


“Jadi kita seluruhnya dalam pandangan iman, semua yang terjadi adalah kehendak Allah. Segalanya adalah suatu kebaikan, ketika ditimpa kebaikan kita bersyukur, ketika ditimpa tidak mengenakan seperti kondisi ini kita juga bersyukur,” ujarnya.
Tak lupa, Ia mendoakan kepada seluruh korban maupun pengungsi korban agar selalu sabar dalam menghadapi musibah, dan semoga Lombok dan NTB dijauhkan dari segala musibah baik secara fisik maupun non fisik.
“Ya Allah jadikan ujian yang Engkau berikan ini dapat menaikkan derajat kami di mata-Mu,” pintanya.
Ribuan warga di kawasan Lombok, NTB, mengungsi setelah rumah mereka hancur diguncang gempa sejak Minggu (5/8) lalu. Meski begitu, pengungsi yang beragama Islam tetap melaksanakan salat Idul Adha di lapangan dekat tenda pengungsian dengan menggunakan terpal sebagai sajadah.
 
Sumber : Viva

MUI: Jumhur Ulama Wajibkan Batalkan Shalat Saat Gempa

Jakarta – Gempa 7 skala Richter (SR) mengguncang Pulau Seribu Masjid, Lombok. Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan penjelasan perihal tindakan yang harus diambil orang yang sedang shalat saat masjid atau tempatnya bernaung diguncang gempa.
Sejumlah masjid ikut terguncang dan mengalami kerusakan akibat gempa pada Minggu (5/8) malam kemarin. Masjid Al-Ihsan di Desa Meninting, Kecamatan Batu Layar, Lombok Barat, adalah salah satu masjid yang mengalami kerusakan akibat gempa. Menara masjid ini roboh.
Ada pula masjid di Desa Lading Lading, Tanjung, Lombok Utara, yang roboh. Sekitar dua hingga tiga shaf jemaah dikabarkan menjadi korban saat mereka sedang menunaikan shalat isya.
Ada pula video viral dari Pulau Bali, pulau sebelah barat Lombok, yang menunjukkan seorang imam tetap khusyuk saat gempa mengguncang Musala As-Syuhada, Denpasar.
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi menjelaskan, ketika seorang muslim telah memulai shalat dengan takbiratul ihram, dia tidak boleh atau haram hukumnya membatalkan salat, kecuali karena ada halangan yang membolehkannya membatalkan salat.
Bagaimana bila seseorang sedang shalat kemudian gempa mengguncang? Haruskah dia membatalkan salatnya dan pergi menyelamatkan diri? Atau haruskah dia tetap teguh bertahan meski membahayakan diri sendiri?
Jawabannya, orang itu wajib membatalkan salatnya supaya selamat dari bahaya.
“Sebagian besar ulama memfatwakan wajib membatalkan shalat pada sebagian keadaan, seperti saat menolong yang sedang kena musibah, menyelamatkan yang tenggelam, gempa, memadamkan api, atau membatalkan shalat karena untuk menyelamatkan anak kecil atau orang buta yang akan tercebur sumur atau kobaran api,” kata Zainut, Senin (6/8/2018).
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi mengungkapkan berdasarkan pendapat sebagian besar ulama yang didasari sunah Nabi Muhammad SAW, lantas menjelaskan 3 hal yang membolehkan seseorang membatalkan salatnya. Disimpulkan 3 hal kekhawatiran orang boleh membatalkan shalatnya adalah:

  1. Kekhawatiran terhadap keselamatan diri sendiri, misalnya karena ada serangan manusia atau binatang atau karena gempa, atau bencana lainnya.
  2. Kekhawatiran terhadap keselamatan harta, misalnya ada orang yang mengambil barang kita.
  3. Menyelamatkan orang lain yang butuh pertolongan segera. Misalnya, seorang dokter diminta melakukan tindakan darurat terhadap pasien.

Ada pula kondisi yang dianjurkan bagi umat Islam untuk membatalkan shalatnya, yakni saat ada keinginan buang angin.
Bila sudah buang angin, tentu saja shalatnya sudah batal. Bila ada hal yang mengganggu kekhusyukan seperti itu, shalat dianjurkan untuk dibatalkan.
“Jadi pada prinsipnya orang tidak boleh membatalkan shalat, kecuali karena ada uzur syari, yaitu berkaitan dengan keselamatan diri sendiri, harta, atau orang lain, dan terkait kekhusyukan salat, seperti membatalkan shalat karena keinginan untuk buang hajat atau berhadas,” tutur Zainut.

Hikmah Dibalik Gempa Bumi Saat Zaman Rasulullah dan Sahabat

 
Gempa bumi sejatinya adalah peringatan Allah kepada hamba-Nya. Bukan sekadar fenomena alam belaka. Allah menciptakan musibah dan bencana alam untuk mengingatkan manusia agar mereka takut dan berharap kembali kepada Allah.
Allah Swt. berfirman,
وَمَا نُرْسِلُ بِالْآيَاتِ إِلَّا تَخْوِيفًا
Tidaklah kami mengirim tanda-tanda kekuasaan itu (berupa musibah dan sejenisnya), selain dalam rangka menakut-nakuti mereka.” (QS. Al-Isra’: 59)
Suatu hari pernah terjadi gempa bumi di Madinah.
Rasulullah SAW lalu meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan bersabda, “Tenanglah … belum datang saatnya bagimu.”
Selanjutnya, Nabi SAW menoleh ke arah para sahabat dan berkata, “Sesungguhnya, Rabb kalian menegur kalian … maka jawablah (buatlah Allah ridh0a kepada kalian)!”
Adapun Umar bin Khathab ra mengingat kejadian itu.
Ketika terjadi gempa pada masa kekhalifahannya, ia berkata kepada penduduk Madinah, “Wahai Manusia, apa ini? Alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, aku tak akan bersama kalian lagi!”
Umar bin Khathab bisa merasakan bahwa kemaksiatan yang dilakukan oleh para penduduk Madinah, sepeninggal Rasulullah dan Abu Bakar As-Shiddiq telah mengundang bencana.
Karena itu, Umar mengingatkan kaum muslimin agar menjauhi maksiat dan segera kembali kepada Allah.
Demikian pula yang disampaikan oleh Imam Ibnul Qoyyim dalam kitab Al-Jawab Al-Kafy berkenaan dengan gempa:
“Dan terkadang Allah menggetarkan bumi dengan guncangan yang dahsyat, menimbulkan rasa takut, khusyuk, rasa ingin kembali dan tunduk kepada Allah, serta meninggalkan kemaksiatan dan penyesalan atas kekeliruan manusia.
Di kalangan salaf, jika terjadi gempa bumi mereka berkata, ‘Sesungguhnya Tuhan sedang menegur kalian’.”
Hakikatnya, gempa bumi adalah suatu bentuk musibah berupa peringatan, teguran, bahkan hukuman dari Allah Al-Jabbar (Dzat Yang Mahaperkasa) atas perbuatan manusia yang telah banyak melakukan maksiat dan dosa.
Karena itu, sebelum Allah kembali menegur kita dengan teguran yang lebih keras, sudah saatnya bagi kita untuk segera bertobat dan meningkatkan takwa dengan sebenar-benarnya. Wallahu ‘alam
 
Sumber : Republika
Oleh : ustad Ahmad Syahirul Alim, Lc

Seorang Santri Meninggal Dunia Saat Mengaji Akibat Gempa Lombok

Seorang santri meninggal dunia akibat gempa berkekuatan 7 magnitudo yang mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Santri itu bernama Muhammad Khudori. Remaja 14 tahun itu merupakan santri di Pondok Pesantren Riyadussibat, Sidemen, Kabupaten Lombok Barat, NTB.
Dia meninggal akibat tertimpa reruntuhan bangunan pada gempa yang terjadi sekitar pukul 18.46 WIB.
“Anak saya terluka parah di bagian kepala,” kata Khairul, ayah dari korban meninggal dunia yang ditemui ketika sedang menangisi kematian anaknya di jalan raya depan Rumah Sakit Angkatan Darat (RSAD) Mataram.
Khairul menjelaskan, anaknya yang tengah duduk di kelas 1 MTs (setara SMP) tertimpa reruntuhan bangunan saat sedang mengaji.
Khairul membawa anaknya menggunakan mobil warga ke RSAD Mataram dari pondok pesantren yang berjarak sekitar 50 meter dari rumahnya.
Kondisi ayah dua anak itu kini memprihatinkan. Dia muntah-muntah sambil menangis dalam kondisi kedinginan karena hanya menggunakan sarung dan baju dalam.
Saat ini, jenazah Khudori berada di atas mobil ambulans yang terparkir di jalan raya. Tenaga medis rumah sakit sibuk mengurus pasien yang kondisinya sangat serius.
Para pasien RSAD Mataram diungsikan ke jalan raya dan lapangan Kantor Gubernur NTB yang tidak jauh dari rumah sakit.
Gempa berkekuatan 7,0 magnitudo terjadi pada pukul 18.46 WIB. Bersamaan dengan itu BMKG juga mengumumkan adanya potensi gelombang tsunami.
BMKG sudah mencabut peringatan tsunami tersebut pada pukul 20.25 WIB
Berdasarkan laporan BMKG telah ada tsunami dengan ketinggian tsunami yang masuk ke daratan 10 cm dan 13 cm. Sempat pula diprediksi bahwa maksimum ketinggian tsunami 0,5 meter.
 
Sumber : Antara

Jika Terjadi Gempa Bumi dan Bencana Alam Jangan Bercanda, Segera Bertaubat

Ketika gempa bumi menyapa, ketika bangunan hancur berkeping-keping menjadi tanah, ketika banyak korban luka dan meninggal, pada saat itu semua hendaknya kita semua lebih mendekatkan diri kepada Allah swt.
Mengingat akhirat, segera bertaubat, bersemangat ibadah, dan tidak tertipu dengan dunia yang fana.
Taubat kepada Allah
Sesungguhnya peristiwa ini akan membuahkan bertambahnya iman seorang mukmin, memperkuat hubungannya dengan Allah.
Dia sadar bahwa musibah-musibah ini tidak lain dan tidak bukan adalah akibat dosa-dosa anak manusia berupa kesyirikan, kebid’ahan, dan kemaksiatan.
Tidaklah terjadi suatu malapetaka melainkan karena dosa, dan malapetaka itu tidak akan dicabut oleh Allah kecuali dengan taubat.
Allah menciptakan berbagai tanda-tanda kekuasaan-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Dia pun menetapkannya untuk menakut-nakuti hamba-Nya.
Dengan tanda-tanda tersebut, Allah mengingatkan kewajiban hamba-hamba-Nya, yang menjadi hak Allah ‘
Allah Ta’ala berfirman,

أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ, أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ, أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ

“Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur?
Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalan naik ketika mereka sedang bermain?
Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)?
Tiadalah yang merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raaf ayat 97-99)
Saat terjadi gempa atau bencana lain seperti gerhana, angin ribut dan banjir, hendaklah setiap orang bersegera bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Merendahkan diri kepada-Nya dan memohon keselamatan dari-Nya, memperbanyak dzikir dan istighfar (memohon ampunan pada Allah).
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ketika terjadi gerhana bersabda,
Jika kalian melihat gerhana, maka bersegeralah berdzikir kepada Allah, memperbanyak do’a dan bacaan istighfar.” (H.R. Bukhari dalam Al Jumu’ah no. 999 dan Muslim dalam Al Kusuf no. 1518)
Maka tak layak menyebarkan candaan, baik meme gambar guyonan atau kalimat lawakan yang melalaikan dari mengingat Allah (tadzkirah).
Oleh karena itu, wajib bagi setiap kaum muslim agar bertaubat dan berdoa kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Konsisten di atas agama, serta menjauhi larangan Allah yaitu kesyirikan dan maksiat. Sehingga dengan demikian, mereka akan selamat dari seluruh bahaya di dunia maupun di akhirat.
 
Disadur dari Rumasyo